Sukses

Kasus Tuberkulosis pada Anak Naik 2 Kali Lipat, Apa Sebabnya?

Estimasi kasus Tuberkulosis (TBC) anak naik dua kali lipat dalam jangka waktu setahun, dari 42.187 kasus menjadi 88.927 kasus.

Liputan6.com, Jakarta - Estimasi kasus Tuberkulosis (TBC) anak naik dua kali lipat dalam jangka waktu setahun. Menurut data Kemenkes, jumlah kasus TBC pada 2021 hanya sekitar 42.187 kasus. Sedangkan, pada 2022 melonjak hingga 88.927 kasus. 

Ketua UKK Respirologi IDAI, Rina Triasih, mengungkapkan beberapa kemungkinan alasan lonjakan kasus ini.

“Bisa jadi karena COVID-19, mereka banyak tinggal di rumah sehingga pasien TBC banyak yang tidak berobat, kemudian di rumah sama anak-anaknya menulari,” tutur Rina melalui Media Briefing Virtual yang diselenggarakan oleh Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia pada Senin, (20/3/2023).

Soal Daya Tahan Tubuh

“Mungkin juga daya tahan anak-anak memang semakin rendah karena pandemi, atau ada hal-hal yang lainnya. Ini yang harus kita evaluasi,” tambahnya.

Menurut Rina, secara tidak langsung pandemi membuat daya tahan anak menurun. Jarang keluar rumah membuat mereka tidak banyak terpapar oleh kuman.

“Pasca anak-anak masuk sekolah setelah libur panjang di masa pandemi, banyak sekali yang batuk pileknya enggak sembuh-sembuh. Kemungkinannya adalah karena mereka lama tidak masuk (sekolah), sistem imunnya jadi tidak banyak terpapar oleh kuman penyakit. Jadi, daya tahan tubuh mereka menjadi rendah,” jelas Rina.

2 dari 4 halaman

Penurunan Missing Cases

Rina kemudian menyampaikan berita baik mengenai berkurangnya missing cases TBC di Indonesia.

Diperkirakan 2021 ada sekitar 969 ribu pasien TBC di Indonesia, tetapi yang sudah terlaporkan kasusnya di program TBC nasional baru sekitar 46 persen. Artinya, masih ada 54 persen kasus yang missing cases.

Missing cases ini bisa macam-macam penyebabnya, bisa karena pasien tidak datang ke fasilitas kesehatan, pasien datang ke fasilitas kesehatan tetapi tidak dicatat, atau memang tidak berobat sama sekali,” jelas Rina.

Namun, pada 2022 sudah terjadi peningkatan. Missing cases TBC di Indonesia hanya tinggal sekitar 25 persen.

3 dari 4 halaman

Gejala TBC pada Anak

Rina mengungkapkan gejala paling umum pada anak yang terkena TBC adalah demam yang tak kunjung henti.

"Demam TBC bukan demam yang tinggi. Hanya hangat, tapi berlangsung lebih dari dua minggu," kata Rina.

Rina menjelaskan, apabila sudah diberi berbagai obat mulai dari antibiotik hingga obat malaria tidak sembuh juga, harus diwaspadai anak terkena TBC.

Berat Badan Tak Naik

Gejala lainnya adalah berat badan. Apabila berat badan turun atau terus menetap setelah diberikan porsi makan yang baik, bisa jadi itu merupakan gejala TBC. 

Apabila anak terlihat lesu dan tidak seaktif biasanya, disertai dengan batuk terus menerus, hal ini mungkin merupakan gejala TBC. 

Rina kemudian mengingatkan bahwa apabila anak mengalami gejala-gejala tersebut, tidak bisa langsung didiagnosis sebagai TBC. 

"Namun, terkadang gejala ini juga dijumpai di penyakit lainnya. Jadi, tidak mudah untuk mendiagnosis TBC pada anak," katanya.

4 dari 4 halaman

Jangan Remehkan Penyakit TBC pada Anak

Tak jarang penyakit TBC pada anak dan remaja diremehkan. Padahal, banyak pasien TBC di luar sana yang berhadapan dengan risiko kematian.

Rina menjelaskan bahwa memang TBC pada anak umumnya lebih sulit untuk menular. Hal ini terjadi karena jumlah bakteri tergolong sedikit. 

"Pada TBC paru yang ringan, tidak terjadi luka jaringan yang terbuka. Pada anak-anak, jaringan parunya masih utuh dan bakterinya nggak banyak. Jadi tidak terlalu menular," kata Rina.

Namun, tidak seharusnya diremehkan karena dapat membahayakan anak itu sendiri. 

Berbeda dengan anak-anak, TBC pada remaja sangat mudah untuk menular.

"Banyak pasien TBC remaja yang sampai sekarang belum mendapat banyak perhatian. Padahal, tipe TBC yang mereka alami mirip sama seperti orang dewasa. Itu berisiko tinggi menularkan ke orang-orang di sekitarnya," ujar Rina.