Liputan6.com, Jakarta - Banyak pakar telah menyebut jikalau COVID-19 menjadi lebih berbahaya untuk pasien yang memiliki komorbid alias penyakit penyerta. Namun, ada pula kabar beredar yang meyakini bahwa justru penyakit komorbidnya yang bisa bertambah parah saat terinfeksi COVID-19.
Bahkan, sesudah infeksi COVID-19 selesai, penyakit komorbid jadi kambuh dengan lebih mudah dan semakin parah. Lantas, benarkah demikian?
Baca Juga
Menurut Anggota Kelompok Kerja Infeksi Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), DR dr Fathiyah Isbaniah, SpP(K), MPd, Ked, COVID-19 yang beredar saat ini memang berbeda dengan yang dahulu.
Advertisement
"Beberapa waktu yang lalu, COVID-19 itu dapat menimbulkan penyakit lain yang belum pernah ada. Contohnya, pasien awalnya sehat, tidak kena penyakit apa-apa, lalu dia terkena COVID-19, lalu bisa ke stroke, bisa ke jantungnya, bisa ke gagal ginjal," ujar Fathiyah dalam webinar bersama Pfizer Indonesia dan PDPI bertema Pasien COVID-19 yang Berpotensi Mengalami Gejala Berat Kini Dapat Mengurangi Rawat Inap dan Risiko Kematian, Selasa (21/3/2023).
"Nah, yang saat ini syukurnya karena sudah ada vaksin, sudah ada daya tahan tubuh dari populasi dunia, jadinya yang kena COVID-19 kebetulan adalah orang-orang yang sedang masuk rumah sakit karena penyakit lain," tambahnya.
Ketahuan COVID-19 Saat Berobat untuk Penyakit Lain
Fathiyah memberi contoh salah satu pasien yang sedang masuk rumah sakit dan hendak melakukan operasi. Ketika tes swab PCR dilakukan untuk kewajiban, hasil menunjukkan positif.
"Kalau dulu COVID-19 bisa menyebabkan gangguan pada organ. Kalau yang sekarang ini nyaris tidak terlalu berat. Hanya ditemukan secara kebetulan pada pasien-pasien yang dirawat," kata Fathiyah.
COVID-19 Berat Banyak Ditemukan pada Orang Belum Vaksin
Lebih lanjut Fathiyah mengungkapkan bahwa saat ini pasien COVID-19 berat masih ditemui. Namun, umumnya, gejala yang berat terjadi pada pasien yang tidak divaksin ataupun belum melengkapi vaksinnya.
"Memang masih ada kasus-kasus yang ditemukan COVID-19 berat. Tetapi setelah ditelusuri, itu adalah orang-orang yang belum divaksin atau vaksinnya belum lengkap. Itu kelihatan sekali," ujar Fathiyah.
Sehingga menurut Fathiyah, dalam kasus seperti ini, COVID-19 maupun penyakit komorbid harus disembuhkan secara bersamaan. Pengobatan yang dilakukan harus keduanya dalam satu waktu.
"Dua-duanya (disembuhkan). Sembari kita mengobati COVID-19, kita juga harus mengobati komorbidnya. Mengobati COVID-19 dengan apa? Terapi. Kita harus tentukan derajat COVID-19," kata Fathiyah.
"Derajat COVID-19 sekarang dibagi dua, berat dan tidak berat. Kalau misalnya pasien tidak berat, berarti kita bisa berikan oral atau intravena. Kalau di Amerika, intravena itu masih dimungkinkan. Pasien disuntik bisa pulang. Jadi kalau di Indonesia pilihan yang tidak beratnya itu oral," tambahnya.
Advertisement
Gejala COVID-19 Bukan Hanya pada Gangguan Paru
Dalam kesempatan yang sama, Sekretaris Kelompok Kerja Infeksi PP PDPI, DR dr Irawaty Djaharuddin SpP(K) mengungkapkan bahwa gejala COVID-19 bukan hanya pada gejala paru saja. Ada pula long COVID-19.
"Ada pula yang disebut long covid. Jadi gejala COVID-19 itu yang memanjang meskipun virusnya sudah enggak ada. Tapi masih ada sisa-sisa gejalanya," kata Irawaty.
"Itu enggak hanya di paru saja seperti sesak. Tapi bisa pada gangguan di saraf, gangguan neurologi misalnya sakit kepala. Ada yang misal jantungnya bermasalah. Itu sebabnya mengapa dikatakan COVID-19 memiliki pengaruh dengan organ-organ lain atau bisa menimbulkan penyakit lain," tambahnya.
Irawaty turut mengungkapkan bahwa meski kondisi sudah terbilang aman, kewaspadaan masih tetap diperlukan oleh masyarakat. Mengingat masih ada kelompok rentan di masyarakat.
"Meski dikatakan sudah menurun kejadian COVID-19 ini, kita juga ada vaksinasi, tapi masyarakat kita juga banyak yang punya komorbid atau kerentanan yang kasus-kasus itu justru mudah ditumpangi dengan COVID-19," ujarnya.
Kondisi Pandemi COVID-19 yang Tak Seperti Dulu
Fathiyah mengungkapkan bahwa kondisi saat ini memang sudah jauh membaik dibandingkan tahun lalu. Bahkan, sudah begitu banyak rumah sakit yang menangani COVID-19 tutup.
"Pandemi terasa sudah sangat-sangat tidak seperti dulu lagi, sudah banyak terjadi relaksasi. Saya lihat juga sebagian besar negara sudah tidak menggunakan masker. Untuk Indonesia masih banyak yang menggunakan syukurnya," ujar Fathiyah.
"Banyak rumah sakit yang sudah menutup layanan COVID-19. Saya saat ini kerja di RSUP Persahabatan. Rumah sakit kami masih menerima kasus COVID-19 sampai saat ini. Per tadi pagi, masih ada beberapa pasien yang dirawat," tambahnya.
Fathiyah menjelaskan, COVID-19 yang beredar saat ini pun merupakan turunan dari Omicron. Sedangkan pasiennya sendiri banyak yang memiliki komorbid dan belum melakukan vaksinasi.
"Untuk jenis COVID-19 yang diketahui saat ini itu merupakan turunan Omicron. Ada varian terbaru, Orthrus per Februari kemarin, ada varian C.H.1.1. Ada XBB. Lalu, kemarin itu sudah mulai banyak juga yang XBB.1.5. Jadi lumayan banyak nih variasinya jenis virus," kata Fathiyah.
Advertisement