Sukses

Nggak Selalu Operasi, Penanganan Kista Ginjal Tergantung Jenisnya

Kista ginjal atau polycystic kidney disease adalah suatu kantong atau rongga yang berada pada ginjal. Baik di korteks (bagian terluar ginjal) atau pada medula (bagian tengah ginjal). Penanganan kista ginjal tidak selalu dengan cara operasi.

Liputan6.com, Jakarta Kista ginjal atau polycystic kidney disease adalah suatu kantong atau rongga yang berada pada ginjal. Baik di korteks (bagian terluar ginjal) atau pada medula (bagian tengah ginjal).

Dokter spesialis penyakit dalam konsultan ginjal dan hipertensi dari RS EMC Pulomas, Pujiwati menerangkan, penanganan dan terapi kista ginjal tergantung pada jenis kistanya. 

“Terapinya tergantung dari jenis kista. Pada kista ginjal kongenital (bawaan) maka penanganannya dengan kendalikan tekanan darah. Ada juga obat namanya tolvaptan, itu juga gunanya untuk mencegah pertumbuhan kista lebih banyak lagi,” kata Puji dalam Healthy Monday Liputan6.com edisi Menyemarakkan World Kidney Day: Kista Mengintai Ginjal, Waspadai Gejalanya dan Ketahui Penanganannya, Senin 20 Maret 2023.

Jika dua hal tersebut telah dilakukan tapi kista tetap bertumbuh hingga menimbulkan gangguan fungsi ginjal, maka perlu dilakukan terapi pengganti ginjal. Yakni dengan dialisis (cuci darah) atau transplantasi ginjal.

Sedangkan, pada jenis kista ginjal dapatan atau bukan kongenital, maka perlu dilihat terlebih dahulu kondisi kistanya. Kondisi kista dapat dilihat dari pemeriksaan ultrasonografi (USG) atau menggunakan CT-scan untuk hasil yang lebih detail.

“Nanti ada klasifikasinya, namanya klasifikasi bosniak. Jadi yang perlu dilakukan tindakan itu apabila klasifikasi bosniaknya 3-4 karena itu menuju keganasan, sebaiknya dilakukan pengangkatan ginjal sebagian atau total,” ujar Puji.

Pada klasifikasi bosniak 1-2 atau kista simpel, biasanya tidak perlu dilakukan tindakan apapun. Namun, untuk evaluasinya maka pemeriksaan perkembangan kista simpel bisa dilakukan setiap enam bulan atau bahkan satu tahun.

2 dari 4 halaman

Bisa Muncul Lagi

Puji kembali menggarisbawahi, pengangkatan kista hanya dilakukan jika kistanya besar, menyebabkan keluhan, berpotensi pecah, dan mendesak jaringan sekitar.

Namun, dalam beberapa kasus, kista bisa datang kembali meski sudah diangkat.

“Bisa (muncul lagi), makanya ada skleroterapi namanya, jadi dinding kistanya kalau bahasa awamnya dilem supaya dia enggak terisi cairan lagi dan tidak muncul kista lagi.”

Puji juga mengatakan, setiap manusia punya potensi untuk memiliki kista.

“Tapi sebagian besar kista simpel, tidak bergejala dan tidak berpotensi untuk menjadi ganas sehingga tidak perlu tindakan,” ujar Puji.

3 dari 4 halaman

Dapat Tumbuh di Manapun

Sebelumnya, Puji juga menerangkan bahwa pada prinsipnya, bentuk kista ginjal dengan kista biasa sama saja.

Seperti diketahui, kista dapat tumbuh di manapun termasuk di ovarium (indung telur/kelenjar kelamin), hati, dan paru pun bisa.

Kista sering sulit diketahui penyebabnya. Namun secara umum, kista dibagi dua. Yakni kista kongenital atau bawaan dan kista dapatan atau bukan bawaan lahir.

“Kista kongenital dibagi dua juga, ada yang disebabkan faktor genetik yakni mutasi gen di kromosom tertentu dan karena gangguan pertumbuhan janin ketika berada di dalam kandungan.”

Sedangkan, kista dapatan merupakan kista yang didapatkan dari suatu penyakit seperti infeksi dan penyakit multi sistem. Kista dapatan ini risikonya meningkat seiring bertambahnya usia.

“Semakin tua, semakin mudah terjadi kista itu (dapatan).”

4 dari 4 halaman

Sering Terjadi pada Perokok

Puji menambahkan, data dari penelitian menunjukkan bahwa kista ginjal dapatan sering terjadi pada pasien hipertensi dan perokok. Kista ginjal dapatan baru muncul ketika usia 20 hingga 30 tahun.

Sedangkan, kista ginjal kongenital bisa terjadi ketika bayi masih berada dalam kandungan. Dan ketika bayi lahir, kista tersebut sudah muncul.

Kista ginjal yang muncul di usia dewasa bersifat dominan. Jika salah satu orangtua memiliki kista ini, maka anak mereka memiliki kemungkinan lebih dari 75 persen mewarisi kondisi tersebut.

“Sedangkan yang kongenital biasanya resesif, jadi kemungkinan diwariskannya lebih sedikit,” ujar Puji.