Sukses

Kemenkes Lacak Orang Bergejala TB Langsung ke Rumah-Rumah

Penemuan kasus tuberkulosis (TB) dengan aktif melacak orang bergejala TB ke rumah-rumah.

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia menargetkan penemuan sebanyak-banyaknya kasus tuberkulosis (TB). Berdasarkan data Kemenkes per Maret 2023, saat ini sudah ditemukan 700.000 kasus TB, naik dibanding tahun-tahun sebelumnya yang sebanyak 400.000 kasus.

Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes RI Siti Nadia Tarmizi menuturkan, salah satu upaya yang dilakukan untuk penemuan kasus TB. Fokus penanganannya adalah mencari orang bergejala TB seperti batuk ke rumah-rumah.

"Kalau kita lihat sekarang, TB akan lebih kita melakukan skrining aktif di rumah-rumah untuk mencari orang dengan gejala batuk, kemudian dilakukan pemeriksaan," ujar Nadia saat ditemui Health Liputan6.com usai acara 'Pemberian Penghargaan Penanganan COVID-19' di Gedung Kementerian Keuangan RI Jakarta belum lama ini.

"Jadi tidak menunggu lagi orang datang ke Puskesmas."

Risiko Infeksi dan Gejala TB

Pada konferensi pers Jumat (17/3/2023), perwakilan dari Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, Agus Dwi Susanto mengatakan, hampir semua organ tubuh manusia bisa terkena TB, tetapi yang paling sering adalah paru-paru.

Beberapa kondisi yang meningkatkan risiko infeksi TB adalah penyakit yang memperburuk imunitas tubuh seperti HIV/ AIDS, diabetes, gangguan gizi, gagal ginjal, alkohol, perokok.

Gejala TB berupa batuk-batuk berdahak, batuk berdarah, sesak napas, lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, berkeringat malam hari, dan demam meriang.

2 dari 3 halaman

Putuskan Penularan Tuberkulosis

Siti Nadia Tarmizi menekankan, kasus tuberkulosis (TB) di Indonesia masih terbilang tinggi. Diharapkan dengan penemuan kasus minimal 90 sampai 95 persen, penularan TB dapat diputuskan.

"Masih cukup tinggi ya kasus tuberkulosis, walaupun penemuan kasusnya saat ini dari yang tadinya 400.000, sekarang sudah 700.000 ya kasus TB yang ditemukan," jelasnya.

"Tapi kita masih terus untuk menemukan mengobati karena estimasinya kan sekitar 900.000 orang dengan TB. Nah, kalau kita bisa menemukan TB ini minimal 90 sampai 95 persennya, kita berharap penularannya bisa kita putuskan."

TB Kembali Menjadi Perhatian

Upaya lain, Kemenkes berfokus melakukan pengobatan terhadap orang dengan TB. Hal ini juga lantaran pengobatan TB sempat terkendala akibat pandemi COVID-19.

"Kita juga melakukan pemberian pengobatan TB. Ini mengapa menjadi perhatian? Karena sebelum pandemi sudah masalah dan saat COVID ya kita agak sedikit yang berkurang fokusnya dalam penanganan," terang Nadia.

"Tentunya kita tahu sejak COVID itu kan banyak jumlah penyakit menular, penyakit tidak menular itu jumlah kasusnya atau angka kesakitannya bertambah. Kita juga tidak bisa melakukan (surveilans) secara aktif. Sekarang COVID sudah bisa tertangani, TB kemudian menjadi prioritas kita kembali."

3 dari 3 halaman

Penyakit TB sudah Berumur 141 Tahun

Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara, Tjandra Yoga Aditama membeberkan soal tuberkulosis (TB).

"Pada 24 Maret, beberapa hari lagi adalah Hari Tuberkulosis (TB) sedunia, karena di tanggal itu pada 1882 diumumkan penemuan kuman TB. Artinya, penyakit TB sudah berumur 141 tahun, jauh lebih lama dari COVID-19 misalnya yang baru sekitar 3 tahun," bebernya melalui pesan singkat kepada Health Liputan6.com, Senin (20/3/2023).

Indonesia Penyumbang TB Kedua di Dunia

Berdasarkan laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) terakhir, Indonesia masih menjadi penyumbang kasus TB kedua terbesar di dunia sesudah India.

"Kasus di negara kita bahkan lebih banyak dari Tiongkok yang penduduknya lebih dari 1,4 miliar itu," lanjut Tjandra.

Tjandra juga menyentil kasus TB laten yang terdapat kuman TB di dalam tubuhnya, tapi kuman itu tidak aktif. Pada kasus TB laten, hanya kalau daya tahan tubuh turun, maka kuman TB itu dapat menjadi aktif dan menyebabkan penyakit tuberkulosis.

"Karena itu, diperlukan sarana diagnosis yang baik untuk mendeteksi TB laten ini," imbuhnya.