Sukses

Peringati Hari TB Sedunia, Indonesia Penyumbang Kasus Tuberkulosis Terbanyak dengan Kematian Capai 144 Ribu Jiwa Setahun

Fakta mengenai Tuberkulosis di Indonesia untuk memperingati Hari TB Sedunia 2023

 

Liputan6.com, Jakarta - Bertepatan dengan Hari TBC Sedunia yang diperingati pada hari ini, Jumat, 24 Maret 2023, Eks Direktur Penyakit Menular WHO Asia, Prof Tjandra Yoga Aditama mengingatkan bahwa sampai dengan saat ini Indonesia adalah penyumbang kasus Tuberkulosis (TB) ke dua terbesar di dunia.

Posisi Indonesia berada tepat di bawah India dengan estimasi jumlah kasus TBC baru sebanyak 969.000 setahunnya. Angka kematian yang diakibatkan Tuberkulosis pun mencapai 144.000 jiwa dalam satu tahun.

Dari jumlah kasus tersebut, Tjandra Yoga mengatakan bahwa belum semua ditemukan, belum semua diobati, dan disembuhkan.

"Data sampai Februari 2023 menunjukkan angka penemuan kasus TBC 74 persen di tahun 2022 dan yang berhasil masuk dalam pengobatan adalah 86 persen untuk TB sensitif obat dan 54 persen untuk TB resisten obat," kata Prof Tjandra Yoga seperti dikutip dari keterangan resmi yang diterima Health Liputan6.com pada Jumat pagi.

Keberhasilan Pengobatan TBC

Lebih lanjut dijelaskannya, dari yang dibobati, angka keberhasilan pengobatan untuk TB sensitif obat adalah 85 persen, padahal targetnya adalah 90 persen.

Sedangkan untuk pasien TB resisten obat, angka keberhasilan pengobatan atau treatment success rate-nya jauh lebih rendah lagi, hanya 51 persen dengan traget yang harus dicapai adalah 80 persen.

Mengenal TB Laten

Dalam kesempatan yang sama, Tjandra Yoga juga menjelaskan mengenai TB Laten. TB laten adalah mereka yang ada kuman TB di dalam tubuhnya tapi kuman tersebut tidak aktif atau disebut dorman.

"Kalau daya tahan tubuh turun maka kuman TB itu dapat menjadi aktif dan menyebabkan penyakit Tuberkulosis," katanya.

 

2 dari 3 halaman

Seperempat Penduduk Dunia Pernah Terinfeksi Kuman TB dan Berisiko Sakit TB Aktif

Tjandra Yoga lalu mengatakan bahwa sekitar seperempat penduduk dunia pernah terinfeksi kuman TB dalam hidupnya, dan mereka punya risiko lima hingga 10 persen untuk jadi jatuh sakit TB aktif.

Oleh sebab itu, kata Tjandra Yoga, perlu diberi 'Terapi Pencegahan Tuberkulosis atau TPT'

"Sayangnya angka cakupan TPT kita juga masih amat rendah," katanya.

Dengan berbagai tantangan yang ada, jelas Indonesia perlu meningkatkan upaya dan kerja maksimal agar target eliminasi Tuberkulosis sesuai Peraturan Presiden No 67 tahun 2021 dapat tercapai.

5 Pedoman Terkait TB atau Tuberkulosis yang Bisa Diterapkan

Menurut Tjandra Yoga, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga sudah mengeluarkan lima pedoman yang juga dapat juga diterapkan di Indonesia, di antaranya:

  1. Pertama tentang terapi pencegahan tuberkulosis
  2. Kedua tentang skrining sistematik untuk penyakit TB
  3. Ketiga adalah tes cepat deteksi TB
  4. Keempat mencakup pengobatanh TB resisten obat, dan
  5. Kelima membahas bagaimana menangani kasus TB anak dan dewasa.

 

3 dari 3 halaman

Tuberkulosis Dibacanya TB Bukan Tebese atau TBC

Satu hal lagi terkait Tuberkulosis yang masih dianggap 'salah kaprah' di masyarakat, yaitu penggunaan istilah 'Tebese' yang kini masih banyak digunakan.

Dijelaskan Tjandra Yoga, karena ini adalah penyakit 'Tuberkulosis' dan tidak ada huruf 'c'-nya, singkatan yang tepat adalah TB, bukan TBC.

"Memang dalam Bahasa Inggris tulisannya adalah Tuberculosis, tapi dalam Bahasa Inggris maka singkatannya juga TB, bukan TBC. Lalu, kalau toh masih ada yang mau menggunakan singkatan TBC, membacanya harusnya adalah 'tebece', bukan 'tebese'," ujarnya.

Â