Sukses

Perbedaan TBC Laten dan Aktif, Salah Satunya pada Gejala

TBC laten dan TBC aktif memiliki perbedaan signifikan, terutama pada gejala yang dialami.

Liputan6.com, Jakarta Hari Tuberkulosis Sedunia 2023 jatuh setiap 24 Maret 2023. Sejak ditemukan pada 1882 oleh Robert Koch, infeksi Tuberkulosis (TBC) ternyata tak selalu diketahui oleh pasiennya. Kondisi tersebut dikenal dengan sebutan TBC laten.

Anggota Kelompok Kerja Infeksi Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), dr Tutik Kusmiati, SpP(K) pun memberi penjelasan soal perbedaan TBC laten dan TBC aktif yang banyak ditemui.

Menurut Tutik, perbedaan paling jelas diantara keduanya tentu ada pada gejala, dimana pada TBC laten pasien tidak mengalami gejala.

"Kalau kita lihat, TBC laten itu tidak ada gejala. Jadi seperti orang sehat. Berbeda dengan TBC aktif yang ada gejala seperti batuk, demam, dan lain-lain. Tapi pada TBC laten dan aktif sama-sama menunjukkan uji tuberkulin atau IGRA positif," ujar Tutik dalam konferensi pers PDPI bertajuk Hari Tuberkulosis Sedunia, Jumat (24/3/2023).

Foto Toraks Pasien TBC Aktif dan Laten Berbeda

Tutik mengungkapkan, perbedaan lainnya dapat terlihat melalui foto toraks yang dihasilkan. Pada pasien TBC laten, foto toraks akan terlihat normal. Sedangkan, pada pasien TBC aktif, foto toraks nampak abnormal.

Namun, ada kondisi lain yang dapat menyebabkan foto toraks pasien TBC aktif normal. Kondisi itu terjadi pada orang yang memiliki imunokompromais atau TBC ekstra paru.

Selain itu, perbedaannya turut terlihat dalam pemeriksaan mikrobiologi.

"Untuk TB laten jika diperiksa dahaknya, dia akan menunjukkan hasil dahak yang negatif. Pada pasien yang aktif TB akan menunjukkan hasil yang positif. Mungkin ada beberapa yang negatif (pada pasien TB aktif) jika kumannya tidak terlalu banyak," kata Tutik.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

TBC Laten Tidak Dapat Menular Seperti TBC Aktif

Lebih lanjut Tutik mengungkapkan bahwa perbedaan signifikan lainnya terlihat pada risiko penularan. Pada TBC laten, pasien tidak bisa menularkan penyakitnya kepada orang lain. Namun, pada TBC aktif, penularan dapat terjadi.

"Hal yang penting lagi pada TB laten, ini bukan merupakan kasus yang menularkan. Jadi dia tidak bisa menularkan ke orang lain. Berbeda dengan TB aktif, ini bisa menularkan ke orang lain," ujar Tutik.

"TB laten perlu diberikan terapi pencegahan supaya tidak terjadi TB aktif. Sedangkan untuk TB aktif, harus diberikan obat untuk mengobati TB sesuai standar," tambahnya.

Dalam kesempatan yang sama, Tutik menjelaskan apa yang menjadi tantangan dalam mengobati pasien TBC adalah kebanyakan pasien lebih nurut pada mantan pasien, ketimbang dokter yang merawatnya.

"Tantangan yang besar buat kita. Ini menunjukkan bahwa dokter perawat tidak bisa berdiri sendiri. Jadi butuh dukungan dari masyarakat, dan yang paling penting dari pengalaman saya, pengalaman kami semua, peran dari mantan pasien itu sangat penting," ujar Tutik.

3 dari 4 halaman

Banyak Pasien TB Percaya dengan Mantan Pasien

Menurut Tutik, pasien TB lebih percaya dengan mantan pasien karena dianggap sudah lebih berpengalaman. Terlebih, biasanya mantan pasien sudah memiliki testimoni sendiri dari apa yang dialaminya.

"Jadi banyak mereka yang nurut kalau dibilangin sama mantan pasien, dibandingkan sama dokternya. Mereka percaya kalau mantan pasien yang bilang, karena mantan pasien pernah mengalami," kata Tutik.

Tutik mengungkapkan bahwa hal tersebut berlaku pada efek samping obat yang kemungkinan akan dialami pasien. Jika mantan pasien sudah memberikan arahan dan dukungan, maka pasien TBC biasanya akan lebih percaya.

"Misalnya ada efek samping a, b, c, harus tetap semangat, nanti bisa sembuh. Itu justru peran mantan pasien sangat besar. Ada namanya paguyuban mantan pasien ya, hampir di semua rumah sakit yang ada TB kebal obatnya itu ada," kata Tutik.

4 dari 4 halaman

Pemuka Masyarakat Bisa Ikut Bantu Tangani TBC

Tutik mengungkapkan bahwa selain peran dari mantan pasien, peran dari pemuka masyarakat dinilai penting untuk menyadarkan para pasien TBC yang masih enggan untuk berobat.

"Selain peran dari mantan pasien, kemudian juga pemuka masyarakat mungkin kita butuh bantuan mereka untuk menyadarkan orang-orang seperti ini," ujar Tutik.

Tutik menambahkan, saat memberikan edukasi terkait TBC, penting pula untuk mengingatkan bahwa TBC yang dialami pasien tidak hanya berdampak pada diri pasien sendiri, melainkan dapat menularkan ke orang lain.

"Jangan lupa pada saat edukasi tidak hanya untuk kepentingan si pasien saja, bahwa pengobatan ini diperlukan untuk menjaga kesehatan dari keluarga intinya," kata Tutik.

"Jadi kalau bapak ibu sayang kepada anak, istri, cucu, neneknya, maka harus mau diobati karena kalau tidak mau diobati nanti mereka otomatis bisa tertular," tambahnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.