Liputan6.com, Jakarta Masalah stunting yang masih tinggi yaitu 21,6 persen mencerminkan rendahnya kualitas sumber daya manusia di Indonesia. Pasalnya, stunting berkaitan erat dengan tingkat kecerdasan yang lebih rendah.
Akibatnya, Indonesia masih bertahan di peringkat 130 dari 199 negara dalam indeks pembangunan manusia (human capital index).
Baca Juga
Untuk itu, optimalisasi tumbuh kembang anak sejak dini diperlukan. Mendukung perkembangan anak usia dini dapat dilakukan dengan adanya layanan holistik dan terintegrasi.
Advertisement
Menurut, Kasubpokja Regulasi Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) Beryana Evridawati, S.Pt., M.Pd., layanan ini perlu meliputi berbagai kebutuhan anak.
“Yakni kebutuhan esensial pendidikan, kesehatan dan gizi, pengasuhan, perlindungan dan kesejahteraan terpadu yang dilakukan oleh berbagai pemangku kepentingan,” katanya mengutip keterangan pers Tentang Anak, Sabtu (25/3/2023).
Sementara, Direktur Guru PAUD dan Pendidikan Masyarakat Kemendikbudristek RI Dr. Santi Ambarrukmi, M.Ed., menyampaikan, untuk memenuhi kebutuhan esensial tersebut, satuan PAUD tidak melakukannya sendiri tetapi bekerja sama dengan pihak lain yang relevan.
“Baik lembaga pemerintah, orangtua, dan masyarakat,” ujar Santi dalam keterangan yang sama.
Senada dengan Santi, dokter spesialis anak sekaligus founder aplikasi Tentang Anak Mesty Ariotedjo mengatakan bahwa 80 persen perkembangan otak anak terjadi pada dua tahun pertama kehidupan.
“Sehingga sangat penting memberikan stimulasi yang baik untuk tumbuh kembang anak.”
Optimalisasi Pertumbuhan meski Anak Dinyatakan Stunting
Mesty menambahkan, anak yang teridentifikasi stunting pun dapat dioptimalkan pertumbuhannya dengan stimulasi yang tepat.
Untuk itu, Tentang Anak dan Kemendikbudristek membangun kemitraan melalui Pendidikan Anak Usia Dini Holistik Integratif (PAUD HI). Ini bertujuan mewujudkan perkembangan anak yang cerdas dan sehat serta menanggulangi angka stunting di Indonesia melalui aplikasi.
Kedua pihak meresmikan kemitraan jangka panjang dalam peningkatan kualitas media komunikasi, informasi, dan edukasi. Serta kapasitas SDM pada Pendidikan Anak Usia Dini terintegrasi melalui pendekatan multi program, multrisasaran, dan multiplatform.
Advertisement
Perlu Penurunan 3,8 Persen per Tahun untuk Capai Target
Isu stunting memang tengah menjadi perhatian berbagai pihak termasuk Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Organisasi ini menilai, upaya penanggulangan stunting merupakan tugas bersama.
Menurut Kementerian Kesehatan, dari hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) prevalensi stunting di Indonesia turun dari 24,4 persen di tahun 2021 menjadi 21,6 persen di 2022. Di mana masih perlu penurunan 3,8 persen per tahun untuk mencapai target 14 persen pada 2024.
Stunting sendiri dapat dipicu permasalahan kesehatan di Indonesia. Seperti masalah gizi, penyakit menular, dan penyakit tidak menular. Namun, stunting pada anak acap kali dikaitkan dengan anggapan yang salah di masyarakat.
Bukan Semata-mata karena Kurang Makan
Menurut Sekretaris Penurunan Angka Kematian Ibu dan Stunting (PAKIAS) di Perhimpunan Obstetri Ginekolog Indonesia (POGI) Prof Dwiana Ocviyanti, stunting sering dianggap akibat anak kurang makan dan kurang gizi.
Padahal, sebagian stunting sudah terjadi sejak anak berada dalam kandungan atau dikenal dengan 1.000 hari pertama kehidupan.
“Jadi 270 hari dalam kandungan itu penting untuk si bayi untuk tumbuh dengan baik. Ternyata, penyebab bayi tidak tumbuh baik dan penyebab dari ibunya meninggal sudah terjadi sejak sebelum meninggal, sebelum hamil,” ujar dokter yang karib disapa Ovie dalam konferensi pers bersama Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) di Jakarta Pusat, beberapa waktu lalu.
Advertisement