Liputan6.com, Jakarta - Apabila ada pasien yang mengalami gejala lumpuh layuh, sebaiknya fasilitas kesehatan (faskes) setempat harus segera melakukan intervensi. Hal ini karena bisa saja gejala lumpuh layuh dapat mengarah ke polio.
Ketua Komisi Nasional Kejadian Ikutan Pasca-Imunisasi (Komnas KIPI) Hinky Hindra Irawan Satari menegaskan, intervensi gejala lumpuh layuh segera mesti dilakukan dan jangan sampai menunggu pernyataan KLB Polio.
Baca Juga
Lumpuh layuh yang mengarah pada polio adalah semua kelumpuhan yang terjadi secara mendadak dan bersifat layuh dan lemas pada seluruh tubuh secara mendadak pada anak di bawah usia 15 tahun.
Advertisement
Cara penularan polio ini melalui air atau makanan yang tercemar oleh tinja yang mengandung virus Polio.
"Ada lumpuh layuh mesti diintervensi. Jangan tenang-tenang aja, ah nunggu aja Kejadian Luar Biasa (KLB) baru kita bergerak, ya enggak bisa. Mesti kita kerjain sekarang," tegas Hindra saat ditemui Health Liputan6.com usai acara 'Temu Media terkait Pekan Imunisasi Dunia 2023' di Gedung Kementerian Kesehatan RI Jakarta pada Senin, 27 Maret 2023.
Gejala Tanpa Lumpuh Kurang dari 1 Persen
Lumpuh layuh atau istilahnya Acute Flaccid Paralysis (AFP) termasuk gejala polio. Di sisi lain, Hindra melanjutkan, ada pasien dengan gejala tanpa lumpuh, namun jumlah itu kurang dari persen.
"Sebetulnya, yang engga jadi lumpuh tuh hanya kurang dari 1 persen. Jadi kalau kurang dari 1 persen yang lumpuh, kan bawa atau nyebarin (virus Polio ke lingkungan itu udah berapa. Makanya, itu signal (sinyal) Kejadian Luar Biasa," lanjutnya.
Acute Flaccid Paralysis (AFP) atau biasa dikenal dengan lumpuh layuh bisa terjadi mendadak dalam 1-14 hari, yang mana salah satu penyebabnya adalah virus Polio, bukan disebabkan ruda paksa/ trauma yang dialami oleh anak usia di bawah 15 tahun.
Penularan Polio Lewat Feses
Walaupun gejala polio yang paling terlihat adalah lumpuh layuh, Hinky Hindra Irawan Satari membeberkan, ada juga pasien tanpa gejala. Bahkan gejala ringan juga bisa dialami pasien.
Namun, penularan virus Polio tetap dapat menular lewat feses atau tinja. Terutama bila masyarakat masih punya kebiasaan Buang Air Besar (BAB) sembarangan dan BAB di kali atau sungai.
"Polio itu manifestasinya ada yang tanpa gejala, tapi pup-nya (feses) nularin (virus Polio). Terus ada yang gejalanya cuma ringan, cuma bapil (batuk pilek)," ungkap Hindra.
Virus Polio Bermutasi
Ditambahkan oleh Hindra, virus Polio serupa dengan virus-virus lain yang bermutasi. Mutasi ini dapat diketahui dari pemeriksaan PCR.
"Polio itu kan virus, virus itu kan ada namanya molekul genetik, memang kalo dilihat dari PCR, itu terlihat beda-beda. Tapi virusnya tetep Polio, ada yang mutasinya udah 3 tahun, ada yang setahun," tambahnya.
"Itu (bisa kelihatan) dari pemeriksaan PCR, dari struktur proteinnya. Virusnya bermutasi tapi yang namanya polio ya gejalanya sama aja."
Advertisement
Penanganan Feses yang Terkandung Virus Polio
Terpisah, anggota Unit Kerja Koordinasi Infeksi Penyakit Tropik Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Raihan mengungkapkan, ada beberapa cara yang bisa dilakukan jika dihadapkan pada feses yang mengandung virus Polio. Cara ini masih berkaitan dengan Perilaku Bersih dan Hidup Sehat (PHBS).
"Satu, dia harus buang air besar di jamban. Tidak boleh sembarangan. Kedua, virusnya bisa mati dengan cara sederhana saja, menggunakan cairan pembersih," ujarnya dalam Media Group Interview bersama IDAI, Jumat (2/12/2022).
"Jadi disirami saja (di area jamban), itu bisa yang penting dia ada septic tank. Sehingga dia tidak mencemari lingkungan karena dia terlokalisir."
Virus Polio dalam Feses Bisa Mati Sendiri
Terlebih, virus Polio dalam feses bisa mati dengan sendirinya dalam waktu 100 hari. Sehingga lingkungan akan tetap aman jika feses tidak mengalir ke sungai. Air yang ada di sungai pun bisa dibersihkan lewat proses pemanasan saat memasak.
"Dia (virus Polio) di dalam feses itu ada waktunya. 100 hari. Kalau dia tidak ke aliran sungai, maka dalam tiga bulan, dia bisa mati sendiri," jelas Raihan.