Sukses

Angka Kematian Tinggi, IDI Minta RI Mewaspadai Ancaman Virus Marburg

Ikatan Dokter Indonesia (IDI) meminta Indonesia tidak abai dalam menghadapi ancaman virus Marburg.

Liputan6.com, Jakarta Infeksi virus Marburg tengah menjadi ancaman global, yang mana sesuai laporan kasus yang diterima Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), kematiannya terbilang tinggi. Hingga per 28 Maret 2023, terdapat 9 kematian dan 16 kasus suspek yang dilaporkan di Provinsi Kie Ntem, Guinea Ekuatorial.

Menyikapi kemunculan tersebut, Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Mohamad Adib Khumaidi meminta masyarakat Indonesia tak boleh abai dalam menghadapi ancaman virus Marburg. Indonesia harus tetap waspada.

"Kita memang tidak boleh abai dengan kondisi-kondisi penyakit-penyakit yang dari luar. Kalau sekarang ada virus yang dari luar, maka kita harus mengidentifikasi sebenarnya ini berasal dari negara mana," terang Adib di Jakarta pada Selasa, 28 Maret 2023.

"Kemudian kita harus pantau juga dari sisi penerbangan sehingga proteksi termasuk juga kewaspadaan di bandara-bandara internasional itu perlu menjadi suatu upaya proses pencegahan."

Lakukan Sosialisasi Virus Marburg

Adib juga menekankan upaya agar pemerintah gencar melakukan sosialisasi terkait virus Marburg, mulai dari penularan, pencegahan dan pengobatannya.

"Sekaligus yang paling penting yang harus dilakukan adalah sosialisasi terkait virus yang baru ini sebagai salah satu bagian pencegahan," ujarnya.

"Bukan untuk menakut-nakuti infeksi virus Marburg, tapi sebagai salah satu upaya untuk masyarakat agar waspada."

2 dari 3 halaman

Belum Ada Kasus Virus Marburg di Indonesia

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) menyatakan, sampai saat ini belum dilaporkan kasus atau suspek penyakit Marburg di Indonesia. Meski begitu, Pemerintah tetap meminta masyarakat untuk waspada.

Pemerintah Indonesia juga telah mengeluarkan Surat Edaran (SE) tentang Kewaspadaan Terhadap Penyakit Virus Marburg. Pemerintah daerah, fasilitas pelayanan kesehatan, Kantor Kesehatan Pelabuhan, SDM kesehatan, dan para pemangku kepentingan terkait untuk waspada terhadap virus Marburg.

Virus Marburg (filovirus) merupakan salah satu virus paling mematikan dengan fatalitas mencapai 88 persen. Penyakit virus Marburg merupakan penyakit demam berdarah yang jarang terjadi.

Satu Family dengan Virus Ebola

Mengutip rilis Kemenkes, Selasa (28/3/2023), virus Marburg satu family dengan virus Ebola. Penularan kepada manusia terjadi melalui kontak langsung dengan orang ataupun hewan yang terinfeksi, atau melalui benda yang terkontaminasi oleh virus Marburg.

Marburg menular lewat cairan tubuh langsung dari kelelawar/primate. Kelelawar host alami virus Marburg, yaitu Rousettus aegyptiacus, bukan merupakan spesies asli Indonesia dan belum ditemukan di Indonesia, namun Indonesia masuk jalur mobilisasi kelelawar ini.

3 dari 3 halaman

WHO Pantau Virus Marburg

WHO dikabarkan memantau wabah virus Marburg. Otoritas terkait mampu melacak 161 kontak suspek dari 8 pasien di Tanzania, yang 5 di antaranya telah meninggal dunia.

Sebanyak 9 orang telah dikonfirmasi terinfeksi virus Marburg di Guinea Ekuatorial, lokasi di mana WHO telah menempatkan tim penilai.

Centre for Disease Control (CDC) Amerika Serikat (AS) menggambarkan, virus Marburg sebagai virus yang "sangat langka". Tetapi setiap deteksi Marburg, yang pertama kali diidentifikasi di Uganda pada tahun 1967, menjadi perhatian besar karena memiliki tingkat kematian yang tinggi.

"Tim genomik patogen kami akan mengurutkan sampel dari kedua tempat ... dan melihat apakah ada hubungan antara dua wabah saat ini," kata Ahmed Ogwell Ouma, pejabat Direktur Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Afrika Uni Afrika, Kamis (23/3/2023), dilansir laman The National News.

Ouma mengatakan, hasil pengurutan sampel tersebut akan diketahui setelah sepekan.

Penularan Virus Marburg Lebih Luas

WHO menyebut, kasus baru infeksi virus Marburg di Guinea Khatulistiwa ditemukan di Provinsi Kie Ntem, Litoral, dan Centro Sur yang berbatasan dengan Kameroon dan Gabon.

"Area-area yang melaporkan kasus-kasus itu berjarak sekitar 150 km, ini menunjukkan penularan virus yang lebih luas," ujar PBB.