Liputan6.com, Jakarta - Lasminingrat muncul menjadi Google Doodle hari ini, Senin, 29 Maret 2023.Â
Seperti diketahui, Google menjadi salah satu wadah pencarian yang saat ini paling banyak digunakan di seluruh dunia, termasuk Indonesia.
Baca Juga
Suporter Jepang Bersih-Bersih di Stadion GBK Usai Pertandingan, Warganet: Dari Sini Aja Kalah
Sederet Pemain Andalan Timnas Indonesia Tampil Buruk saat Laga Melawan Jepang, Gol Bunuh Diri hingga Blunder yang Berujung Gol bagi Lawan
Hasil MotoGP Solidaritas 2024: Francesco Bagnaia Rebut Pole, Jorge Martin Start Baris Kedua
Raksasa mesin ini telah mengangkat berbagai peristiwa penting dan sosok-sosok untuk dikenang dan diperingati di laman depan mereka. Kali ini, Google telah memberi penghormatan pada Raden Ayu Lasminingrat.
Advertisement
Mungkin ini menjadi pertanyaan banyak orang, mengapa pahlawan wanita Indonesia di bidang pendidikan ini pada masanya ini bisa tampil di Google Doodle?
Mengenal Raden Ayu Lasminingrat
Raden Ayu Lasminingrat atau lebih dikenal Lasminingrat merupakan aktivis perempuan Sunda dan pejuang emansipasi wanita.Â
Ia lahir pada hari ini tahun 1854 di Garut, Indonesia dari pasangan Raden Ayu Ria dan Raden Haji Muhamad Musa, seorang pelopor sastra cetak dan cendekiawan Sunda.
Demi melanjutkan pendidikannya di Sumedang, ia harus berpisah sementara dari keluarganya. Lasminingrat kemudian diasuh oleh seorang Sekretaris Jenderal Pemerintah Hindia Belanda kenalan baik sang ayah, Levyson Norman.
Norman membantu membaca dan menulis dalam bahasa Belanda, serta mengenal kebudayaan barat seperti mengutip laman Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta.
Norman membuat Lasminingrat menjadi satu-satunya wanita Indonesia yang fasih menulis dan membaca bahasa Belanda pada masanya.
Setelah mahir menulis dan berbahasa Belanda, Lasminingrat bercita-cita memajukan kesetaraan bagi seluruh perempuan Indonesia.
Lasminingrat Sadur Dongeng Eropa Ke Bahasa Sunda
Perjuangan Lasminingrat berawal dari dunia penulisan. Ia mengadaptasi dongeng Eropa ke dalam bahasa Sunda. Cerita yang disadur disesuaikan dengan kultur Sunda dan bahasa yang mudah dimengerti.
Di bawah bimbingan ayahnya, ia mulai mendidik anak-anak Indonesia pada tahun 1879. Ia membacakan buku-buku adaptasi dan mengajar pendidikan moral dasar dan psikologi.Â
Karyanya berhasil membantu pendidikan anak-anak pribumi dan mengenalkan mereka pada budaya internasional.
Pengabdiannya kepada dunia pendidikan membuatnya terus menerjemahkan buku-buku ke dalam bahasa Sunda.
Salah satu buku terjemahannya yang terkenal adalah Carita Erman yang merupakan terjemahan dari Christoph von Schmid dan Warnasari.
Advertisement
Dirikan Sakola Kautamaan Istri
Pada 1907, Lasminingrat membuat langkah nyata dengan mendirikan Sakola Kautamaan Istri yang bertempat di di Paseban Kulon Pendopo, Kabupaten Bandung. Â
Tujuan utama Sakola Kautamaan Istri adalah untuk mengajarkan anak-anak gadis agar dapat membaca, menulis, berhitung, dan berumah tangga. Â
Berdirinya Sakola Kautamaan Istri ini disebabkan oleh cita-cita Dewi Sartika yang ingin mendidik anak-anak perempuan dari berbagai kalangan.
Kurikulum yang diberikan di Sakola Kautamaan Istri disesuaikan dengan kurikulum Sekolah Kelas Dua (Tweede Klasse Inlandsche School) milik pemerintah, melansir Website Resmi Kota Bandung.
Diajarkan pula pelajaran agama, kesehatan, bahasa Melayu dan bahasa Belanda, serta mata pelajaran keterampilan yang berkaitan dengan rumah tangga.
Seiring berjalannya waktu, sekolah ini terus berkembang dan pada tahun 1934 diperluas ke kota-kota lain seperti Wetan Garut, Cikajang, dan Bayongbong.
Akhir Hidup Lasminingrat
Hingga usia 80 tahun ia masih aktif, meskipun tidak langsung dalam dunia pendidikan.Â
Lasminingrat meninggal 10 April 1948 dalam usia 94 tahun dan kemudian dikebumikan tepat di belakang Mesjid Agung Garut.
Cita-cita dan perjuangannya mewujudkan pendidikan untuk kaum perempuan masih terus hidup.
Karya tulisannya masih terus digunakan sebagai buku bacaan di Sekolah Rakyat atau Sekolah Dasar di Jawa Barat.
Jejak perjuangan Lasminingrat masih dapat dilihat dari sekolah hasil perjuangannya yang masih berdiri di salah satu sudut kota Garut hingga sekarang.
Advertisement