Liputan6.com, Bandung - Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Barat menegaskan vaksinasi polio dengan cara di tetes (oral) boleh dilakukan demi menjaga kesehatan generasi muda selanjutnya.
Berdasarkan ajaran agama, seseorang atau kelompok disebutkan tidak boleh atau haram hukumnya membiarkan suatu penyakit tanpa mengobatinya.
Baca Juga
Menurut Ketua Umum MUI Jawa Barat Rachmat Syafe'i, terdapat dua fatwa soal penggunaan vaksin yaitu nomor 24 bulan Juli 2005 dan nomor 22 bulan Oktober 2022 agar mengatasi wabah atau pandemi yang diterbitkan oleh otoritasnya.
Advertisement
"Fatwa itu menjelaskan tentang keharusan menjaga kesehatan termasuk polio. Polio itu apabila tidak diobati menurut ahli kesehatan itu sangat berbahaya untuk umat manusia itu sendiri. Karena bahaya wajib diatasi mendorong untuk berobat dengan obat yang halal. Memang putusan MUI menyebutkan obatnya haram apabila ada obat yang lain," ujar Rachmat, ditulis Bandung, Rabu, 5 April 2023.
Rachmat mengatakan MUI Jawa Barat juga kerap kali mendorong pemerintah setempat agar segera mencari solusi jika terjadi wabah penyakit atau pandemi.
Sehingga seluruh kesehatan masyarakat terjaga dari paparan penyakit yang tengah terjadi. Dorongan MUI ini ucap Rachmat, dengan menerbitkan fatwa agar segera mencari obat.
MUI menyatakan vaksin polio yang digunakan saat ini pada program sub pekan imunisasi nasional (PIN) di Jawa Barat boleh digunakan.
"Kondisi ini pun disebabkan oleh kedaruratan sehingga manfaatnya jauh lebih besar bagi kesehatan anak. Bagian dari ikhtiar untuk kesehatan anak-anak," kata Rachmat.
Cerita Penyakit di Zaman Nabi Muhammad SAW
Rachmat menceritakan kisah pada zaman Nabi Muhammad SAW, saat itu terjadi wabah penyakit yang tidak ada obatnya.
Kemudian Nabi Muhammad memerintahkan beberapa orang yang sakit itu meminum air seni unta dan berakhir dengan kesembuhan.
Kedudukan air seni unta sendiri najis atau haram dikonsumsi dalam waktu normal dan ada obat yang lain. Namun pada waktu itu kondisinya sedang darurat maka diperbolehkan.
"Masyarakat untuk tidak perlu takut dan datangi puskesmas (pusat kesehatan masyarakat) atau posyandu (pos pelayanan terpadu) di mana vaksinasi polio dilaksanakan," sebut Rachmat.
Advertisement
Polio Ditetapkan KLB
Sementara itu Kepala Bidang Bidang Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Jawa Barat, Rochady HS. Wibawa, menerangkan sejumlah pemicu penularan virus penyakit polio yang kini ditetapkan sebagai kejadian luar biasa (KLB) oleh pemerintah provinsi.
Rochady menerangkan jika di daerah dengan sanitasi buruk, penularan virus polio ini kemungkinan dari feses (tinja), makanan, air minum yang terkontaminasi oleh tinja.
Sedangkan untuk daerah dengan sanitasi baik, menurut Rochady terjadi penularan virus melalui air liur akibat nyeri tenggorokan.
"Ada yang kasusnya yang lumpuh dan tidak lumpuh. Nah kalau kasusnya tidak lumpuh juga lebih bahaya, karena dia disebutnya karier gitu ya. Karier ini tidak sakit bisa pergi kemana - mana keliling provinsi mungkin, dari kabupaten ke kabupaten lain. Pada saat dia buang air besar tidak benar mencemari air dan tanah disitu, dia bisa memberikan kuman ini gitu loh," ujar Rochady.
Rochady mengatakan bahaya virus polio ini menyerang motor neuron yakni saraf yang digunakan untuk menggerakan otot - otot.
Jika saraf di dalam tubuh rusak ucap Rochady, dipastikan seluruh otot yang berasal dari motor neuron tidak tenaga penggeraknya.
Rochady mencontohkan saat akan menggerakan kaki, maka otak memerintahkan motor neuron agar menggerakan saraf otot kaki.
"Pada saat motor neuron sarafnya jadi rusak, otot kaki tidak bisa bereaksi. Jadi walaupun otak menyuruh bergerak atau kontraksi, dia tidak lemas - lemas saja. Nah itu makanya disebut lumpuh layu," kata Rochady.
Kejadian Lumpuh Layu
Rochady mengimbau kepada seluruh orang tua yang memiliki anak atau balita, jika ditemui aktivitas fisik tetiba berhenti menjadi lumpuh kurang dalam 14 hari agar waspada.
Alasannya kata Rochady, kejadian lumpuh layu ini tidak bisa diobati karena yang diserang oleh virus ini bagian saraf tubuh.
Seperti diketahui, berdasarkan penelitian medis jika saraf tubuh terinfeksi virus dan mengalami kerusakan maka tidak bisa diperbaiki atau diobati maka akan terjadi cacat permanen.
"Jadi kalau bapak dan ibu sayang sama anaknya harus divaksinasi. Jika tidak melakukan vaksinasi berarti bapak dan ibu tidak sayang dengan anak. Terbalik cara berpikirnya, mindsetnya harus dibalik," imbau Rochady.
Pelaksanaan vaksinasi polio untuk anak usia 0-59 bulan secara serentak mulai 3 April 2023 digelar di seluruh pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas) dan pos pelayanan terpadu (Posyandu) serta tempat lain yang ditunjuk antara lain sekolah taman kanak-kanak (TK).
Usai seminggu dilaksanakan, tim akan melakukan penyisiran (sweeping) mencari bayi usia lima tahun (balita) yang belum terjangkau vaksinasi. (Arie Nugraha)
Advertisement