Liputan6.com, Jakarta - Penggunaan car seat untuk balita belum diwajibkan di Indonesia. Banyak yang memilih untuk menggendong bayi atau sekadar membiarkan anak duduk pada kursi penumpang biasa di mobil.
Padahal, car seat sebenarnya merupakan perlengkapan yang penting untuk menjaga keamanan anak. Para dokter dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) pun memberi dukungan untuk pembuatan regulasi khusus yang mengatur soal car seat.
Baca Juga
Suporter Jepang Bersih-Bersih di Stadion GBK Usai Pertandingan, Warganet: Dari Sini Aja Kalah
Profil Kompol Teguh Setiawan Pejabat Polrestabes Surabaya, Diduga Punya Hubungan dengan Pengusaha yang Minta Anak SMA Menggonggong
Dicap Lebih Hebat dari Erling Haaland, Manchester United Layak Rekrut Mantan Anak Asuh Ruben Amorim
Satuan Tugas (Satgas) Perlindungan Anak IDAI, Dr Hari Wahyu Nugroho, SpA(K) mengakui bahwa hingga saat ini, car seat memang belum terlalu lumrah dan belum diwajibkan dalam regulasi di Indonesia.
Advertisement
"Car seat memang masih belum menjadi budaya di tempat kita. Ini yang secara aturan harus ditegakkan, karena saya melihat belum ada regulasi untuk mengatur itu. Artinya, kalau tidak menggunakan car seat itu juga kemudian tidak ditilang, tidak apa-apa," ujar Hari dalam acara media briefing bersama IDAI ditulis Senin, (10/4/2023).
Seat Belt Berisiko Lebih Berbahaya untuk Balita
Hari menjelaskan, penggunaan seat belt untuk anak khususnya balita akan lebih berbahaya. Mengingat jika terjadi kecelakaan, cederanya bisa lebih mengancam jiwa karena berdampak pada bagian kepala atau wajah anak.
"Kita tahu bahwa anak-anak itu tidak bisa pakai seat belt. Kalau dia memakai seat belt akan lebih berbahaya karena cederanya akan lebih mengancam jiwa akibat dari seat belt-nya itu sendiri," kata Hari.
"Ini yang kemudian saya rasa kita harus mengadvokasi. Sehingga dari pihak regulator bisa resmi mengeluarkan regulasi yang mengatur bahwa kalau membawa anak harus pakai car seat dan harus duduk di belakang," sambungnya.
Berkaca Soal Regulasi Car Seat di Luar Negeri
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Unit Kerja Koordinasi (UKK) Emergensi dan Rawat Intensif Anak (ERIA) IDAI, Dr dr Ririe Fachrina Malisie, SpA(K) menuturkan bahwa car seat sebenarnya punya aturan khususnya tersendiri.
"Car seat itu sendiri saja ada regulasinya. Jadi kalau satu bulan ke bawah, itu posisinya membalik. Kemudian strapping-nya. Jadi tidak menghadap ke jalan, itu dibawah satu tahun, dan lain-lain," ujar Ririe.
Ririe mengungkapkan bahwa bila berkaca pada anjuran World Health Organization (WHO) yang banyak mengambil data dari CDC Amerika Serikat, penggunaan car seat sangatlah ketat aturannya.
"Kita harus belajar dari katakanlah di sini WHO banyak mengambil data dari CDC atau Amerika, karena memang mereka sangat strict melakukan ini, bahwasanya mobil apabila membawa bayi balita tidak menggunakan car seat tidak boleh jalan," kata Ririe.
"Kalau ketahuan disemprit, disuruh minggir, dan dikasih tilang. Tilang itu bukan karena dia mengganggu lalu lintas, tapi ketahuan atau terdeteksi bahwasanya bayinya itu tidak pakai car seat. Itu jelas dan itu nyata," tambahnya.
Advertisement
Dampak Kecelakaan pada Kondisi Anak
Lebih lanjut Ririe mengungkapkan bahwa umumnya kecelakaan lalu lintas dapat berdampak pada banyak hal. Salah satu yang paling umum adalah menyebabkan terjadinya cedera pada otak.
"Paling banyak trauma akibat cedera lalu lintas ini adalah trauma intrakranial, yaitu cedera pada otak. Kita bisa bayangkan kalau yang otaknya sudah kena, itu dapat mengakibatkan macam-macam," ujar Ririe.
Selain itu, menurut Ririe, jika kecelakaan tersebut ditambah dengan benturan lain, ada risiko cedera tulang belakang yang bisa berujung pada kelumpuhan.
"Apalagi disertai dengan benturan yang berhadap-hadapan dan terjadi pemutaran mendadak tiba-tiba, jadi salto gitu, itu bisa cedera tulang belakang. Itu umumnya yang terjadi (setelahnya) adalah kelumpuhan total," kata Ririe.
Risiko Kecelakaan Lalu Lintas yang Tak Main-Main
Ririe mengungkapkan risikonya jika korban kecelakaan lalu lintas mengalami cedera otak maupun tulang belakang tidaklah main-main. Sehingga penting untuk tidak hanya berfokus pada hal-hal seputar life saving (keselamatan jiwa).
"Itu enggak main-main ya. Itu kecacatan seumur hidup. Jadi sekarang targetnya bukan sekadar life saving, tapi adalah kita bisa memperbaiki kualitas hidup daripada penyintasnya apabila sudah terjadi trauma pada otak," ujar Ririe.
Advertisement