Liputan6.com, Jakarta - Menteri Kesehatan Republik Indonesia Budi Gunadi Sadikin menuturkan terdapat laporan praktik kriminalisasi dokter di Rumah Sakit (RS). Laporan ini ia terima dari sejumlah rumah sakit.
Namun, Menkes Budi tidak menyebut lebih lanjut, rumah sakit mana yang mengalami terjadi kasus kriminalisasi dokter. Dari laporan yang masuk ke Budi Gunadi, tak jarang pengacara (lawyer) dari pihak yang dirugikan sampai menjambangi rumah sakit.
Baca Juga
“Praktik-praktik kriminalisasi ini terjadi. Ada beberapa rumah sakit yang lapor ke saya. Kadang-kadang udah ditungguin juga di depan tuh sama lawyer,” tuturnya saat sesi ‘Dialog Nusantara: Mewujudkan Sila ke-5 Pancasila Melalui Pembangunan Layanan Kesehatan yang Merata di Seluruh Indonesia’ ditulis Selasa (11/4/2023).
Advertisement
Akan Ada Aturan Baru
Demi menangani persoalan praktik kriminalisasi dokter, Budi Gunadi akan membuat aturan baru. Seperti apa gambaran baru aturannya, belum disampaikan lebih detail.
Aturan tersebut juga direncanakan berdiri sendiri dan tidak dimasukkan ke dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan yang saat ini mulai dibahas antara DPR RI dengan Pemerintah.
“Saya rasa itu (praktik kriminalisasi dokter) nanti harus diberesin. Supaya jangan terjadi. Itu kan (yang sampai lawyer-nya menunggu di rumah sakit), namanya tindakan malakin, pemerasan, itu enggak bener,” terang Menkes Budi.
“Jadi nanti saya akan bikin aturan dan itu tidak usah dimasukkin ke undang-undang. Yang pasti, nanti rumah sakit-rumah sakit bisa memastikan hal itu tidak terjadi.”
Kasus Harus Ditangani Dulu oleh MKDKI
Terkait kriminalisasi dokter, lanjut Menkes Budi Gunadi Sadikin juga sudah mencari tahu, bagaimana penyelesaiannya. Bahwa dalam kasus tersebut, harus ditangani terlebih dahulu oleh Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI),
“Saya tanya juga kasus-kasus seperti ini secara substansi bagaimana penanganannya. Itu harusnya lewat MKDKI dulu ya, apakah secara prosedurnya (prosedur dalam melakukan tindakan) dijalankan atau tidak,” lanjutnya.
“Buat saya nanti, semua tuntutan pidana itu seharusnya di confirm (konfirmasi) oleh MKDKI.”
Polisi Koordinasi dengan MKDKI
Budi Gunadi menerangkan, pada tingkat tuntutan pidana terhadap kriminalisasi dokter, polisi harus berkoordinasi dengan MKDKI. Sebab, MKDKI yang berwenang menentukan, apakah dokter tersebut melakukan kesalahan prosedur atau tidak.
“Harus sama MKDKI dulu, kan polisi enggak tahu juga, benar atau salah, tindakan dokternya. Saya juga belum tentu tahu mana yang salah. Misalnya, nih mohon maaf, ada seorang dokter spesialis penyakit dalam, punya istri spesialis penyakit dalam, dia bawa anaknya ke rumah sakit,” terangnya.
“Lalu ternyata anaknya meninggal. Belum tentu dia seorang dokter spesialis dalam, kemudian dia nuduh-nuduh obgyn-nya (salah). Enggak bisa kan. Itu nanti yang mau saya rapikan.”
Advertisement
Kekhawatiran Dokter Rawan Masuk Pidana
Penuturan Menkes Budi Gunadi Sadikin soal kriminalisasi dokter menjawab atas pernyataan dokter spesialis penyakit dalam, Larangga Gempa.
Gempa menyampaikan kekhawatiran perlindungan hukum dokter yang belum optimal. Dokter rawan masuk ke ranah pidana.
“Ilustrasi kasus, ada kasus seorang anak usia 10 tahun alami demam disertai batuk pilek. Kemudian berobat ke seorang dokter. Dokter itu memutuskan untuk memberikan obat penurun panas serta antibiotik,” ujarnya di hadapan Budi Gunadi.
“Hari pertama, anak ini minum obat, gejala klinis membaik, demam membaik, batuknya juga membaik, tapi hari ketiga, tiba-tiba kulit menghitam yang ditandai sebagai perubahan atau kulit melepuh juga pada mukosa bibir dan mulut. Kemudian dari pihak keluarga berusaha membawa ke IGD rumah sakit.”
Dugaan Malpraktik
Selanjutnya, narasi yang beredar berbunyi, ‘Ini dokternya melakukan suatu malpraktik. Mungkin obat yang diberikan adalah salah atau overdosis.’
Padahal dalam dunia medis, menurut Gempa, hal itu termasuk reaksi yang seringkali kita sebut dengan Steven Johnson syndrome, yang mana reaksi tersebut sama sekali tidak bisa kita prediksi
Steven Johnson syndrome adalah suatu darurat medis yang sering terjadi akibat reaksi terhadap obat atau infeksi.
“Yang dikhawatirkan temen-temen dokter, apakah kami, seorang dokter itu atau temen-temen tenaga kesehatan lain, jika terjadi sesuatu hal yang tidak bisa kita prediksi, yang dikhawatirkan adalah larinya dibawa ke ranah hukum,” ucapnya.