Sukses

Soal Varian Baru COVID-19 Arcturus, Kemenkes: Belum Ada Temuan di RI

Peningkatan kasus positif COVID-19 di Indonesia berbarengan dengan hangatnya perbincangan soal varian baru Arcturus.

Liputan6.com, Jakarta Peningkatan kasus positif COVID-19 di Indonesia berbarengan dengan hangatnya perbincangan soal varian baru Arcturus.

Terkait varian ini, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) menyampaikan belum memiliki data. Namun, seperti pada varian lainnya, Kemenkes selalu melakukan surveilans COVID-19 melalui tes PCR di laboratorium.

“Terkait varian-varian baru dari virus, Kemenkes selalu melakukan surveilans kita sudah punya lab-lab PCR di seluruh Indonesia,” kata Dirjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kemenkes RI Lucia Rizka Andalucia saat ditemui usai menerima hibah obat Paxlovid di Jakarta Selatan, Kamis (13/4/2023).

“Intinya kita selalu melakukan surveilans, jadi kalau orang positif terdeteksi dengan CT di bawah 25 itu akan kita lakukan whole genome sequencing (WGS) kemudian kita identifikasi variannya,” tambah Lucia.

Ia pun menyampaikan, pihaknya belum memiliki temuan soal varian Arcturus.

“Itu nanti kita akan sampaikan kalau ada temuan, dari Kemenkes sendiri belum ada temuan,” tambahnya.   

Terkait lonjakan kasus yang terjadi, pada Rabu 12 April 2023 penambahan kasus positif sebanyak 987 orang. Akibat pertambahan ini, akumulasi kasus COVID di Indonesia menjadi 6.753.593 hingga tanggal tersebut.

Di hari sebelumnya, yakni pada 11 April 2022 data harian COVID-19 menunjukkan ada 944 kasus baru dan 14 kematian. Padahal, selama ini kasus harian di Indonesia sudah di bawah 200.

2 dari 4 halaman

Tidak Perlu Panik

Kenaikan kasus positif COVID-19 ini tak luput dari perhatian Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI Prof Tjandra Yoga Aditama. Ia mencatat, beberapa hari terakhir kasus COVID-19 bergerak naik ke angka 300-an, 400, 500, lalu pernah 619 dan turun lagi ke 565 dan 494.

Di hari kemarin, 12 April, kasusnya hariannya nyaris 1.000. Angka kematian harian juga sudah lama di bawah 10 dan bahkan dibawah 5 kematian, tetapi kembali menjadi dua digit yakni 14 kematian. 

Menurut Tjandra, ada tiga hal yang dapat disampaikan dengan perkembangan angka ini.

“Pertama, kita tidak perlu menjadi panik karena memang pada dasarnya COVID-19 masih ada, dan bahkan pandemi belum dicabut,” kata Tjandra dalam keterangan tertulis dikutip, Kamis (13/4/2023).

Tjandra melanjutkan, jika pun pandemi akan dicabut, maka virus penyebab penyakit masih akan tetap ada. COVID-19 masih akan ada, pasien juga masih akan ada dan bahkan yang meninggal karena COVID-19 juga masih akan ada, sama seperti kematian akibat penyakit menular lainnya.

“Hanya saja kalau sudah tidak pandemi maka angka kasus dan kematian akan terkontrol jauh lebih baik.”

3 dari 4 halaman

Tidak Bisa Dianggap Bukan Masalah

 Kedua, meski masyarakat tidak perlu panik tetap saja kenaikan menjelang 1.000 kasus dan kematian dua digit ini tidak dapat dianggap bukan masalah sama sekali.

“Pemerintah tentu perlu dan mungkin juga sudah melakukan tiga upaya utama, analisa kenapa kasus meningkat, mencegah agar jangan jadi kenaikan tidak terkendali, dan mulai antisipasi kemungkinan kesiapan sarana kesehatan.”

Beberapa hal yang perlu dilakukan menurut Tjandra adalah peningkatan pemeriksaan whole genome sequencing sehingga tahu persis pola varian yang ada di dalam negeri. Juga perlu dilakukan penyelidikan epidemiologi (PE) mendalam pada kasus-kasus yang ada, yang meningkat hampir seribu ini.

“Selain itu tentu cakupan vaksinasi booster (yang kini tidak terlalu banyak dibicarakan lagi) tetap harus terus ditingkatkan, baik bagi kelompok rentan dan juga masyarakat luas,” imbau Tjandra.

4 dari 4 halaman

Kenaikan di Beberapa Negara Akibat Arcturus

Ketiga, di beberapa negara memang kini terjadi kenaikan kasus COVID-19 yang diduga antara lain akibat varian baru XBB.1.16 atau Arcturus.

WHO bahkan mengatakan bahwa varian ini memang perlu diwaspadai.

“XBB.1.16 Arcturus is the next Omicron variant ‘to watch’, " kata WHO. 

Dalam hal ini, secara umum memang ada tiga kemungkinan varian baru COVID-19. Pertama “base scenario” seperti berbagai varian yang ada sekarang ini, kedua “best scenario” kalau nanti ada varian baru yang lebih lemah, dan ketiga “worst scenario” kalau-kalau ada varian baru yang lebih ganas.

“Untuk kita anggota masyarakat biasa, maka kita jelas tidak perlu panik, kita tetap perlu waspada. Yang belum di-booster segeralah mendapatkannya dan kita jaga pola hidup sehat yang selama ini sudah kita kerjakan, serta ikutilah informasi kesehatan yang valid,” tutup Tjandra.