Liputan6.com, Jakarta - Kasus COVID-19 varian XBB.1.16 atau COVID Arcturus sudah terdeteksi di Indonesia. Bukan hanya satu, kasusnya sudah ada dua.
Hal ini disampaikan Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, Siti Nadia Tarmizi melalui pesan singkat
Baca Juga
"Dua kasus (COVID Arcturus),” kata Nadia melalui pesan teks pada Kamis (13/4/2023).
Advertisement
Pernyataan soal kasus Arcturus ini disampaikan hanya beberapa jam setelah pernyataan Dirjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kemenkes RI Lucia Rizka Andalucia menyatakan bahwa Kemenkes belum memiliki data soal kasus ini.
Lucia pun mengatakan bahwa pihaknya selalu melakukan surveilans di laboratorium untuk memantau varian-varian baru.
"Terkait varian-varian baru dari virus, Kemenkes selalu melakukan surveilans kita sudah punya lab-lab PCR di seluruh Indonesia," kata saat ditemui usai menerima hibah obat Paxlovid di Jakarta Selatan, Kamis (13/4/2023).
"Intinya kita selalu melakukan surveilans, jadi kalau orang positif terdeteksi dengan CT di bawah 25 itu akan kita lakukan whole genome sequencing (WGS) kemudian kita identifikasi variannya," Lucia menambahkan.
Di luar negeri, subvarian Omicron baru ini diduga menjadi biang kerok penyebab lonjakan kasus COVID yang signifikan. Seperti yang terjadi di India.
Dalam 24 jam terhitung sejak Selasa (11/4) hingga Rabu (12/4), Ministry of Health and Family Welfare Goverment of India melaporkan adanya 5.880 kasus COVID-19 baru yang terdeteksi. Diduga penyebabnya karena Arcturus.
COVID Arcturus Varian yang Memang Perlu Diwaspadai
Kemunculan varian Arcturus, membuat Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara, Prof Tjandra Yoga Aditama angkat bicara.
Menurutnya, di beberapa negara memang kini terjadi kenaikan kasus COVID-19 yang diduga antara lain akibat varian baru XBB.1.16 atau Arcturus.
WHO bahkan mengatakan bahwa varian ini memang perlu diwaspadai.
“XBB.1.16 Arcturus is the next Omicron variant ‘to watch’, " kata WHO.
Dalam hal ini, secara umum memang ada tiga kemungkinan varian baru COVID-19. Pertama “base scenario” seperti berbagai varian yang ada sekarang ini, kedua “best scenario” kalau nanti ada varian baru yang lebih lemah, dan ketiga “worst scenario” kalau-kalau ada varian baru yang lebih ganas.
Advertisement
Gejala COVID Arcturus
Terkait gejala COVID-19 Arcturus, Tjandra Yoga menekankan bahwa COVID-19 varian apapun tidak bisa dibedakan berdasarkan gejalanya.
"Tidak ada gejala yang secara mengatakan kalau Alpha begini, Beta begini, Arcturus juga begini," katanya saat dihubungi Health Liputan6.com melalui sambungan telepon pada Kamis, 13 April 2023.
"Jadi, secara umum sama saja seperti gejala COVID pada umumnya," lanjutnya.
Ia menambahkan, memang sebagian varian COVID-19 memiliki gejala seperti badan yang tidak terlalu panas atau sebagian kurang batuknya. Namun, kata dia, tidak secara spesifik memisahkan antara satu varian dengan varian lainnya.
"Selama ini, kan, beritanya kalau (varian) ini batuknya sedikit, (varian) ini batuknya banyak. Jadi, orang berpikir 'Oh, kalau batuknya banyak pasti (varian) ini', tidak bisa begitu," ujarnya.
Tidak Ada yang Punya Gejala Khas, Termasuk COVID Arcturus
Menurut Tjandra Yoga, varian COVID-19 mana pun sejauh ini tidak ada yang punya gejala khas. Contohnya saja di India, COVID Arcturus memang banyak ditemukan pada anak-anak.
Banyak anak yang menunjukkan gejala yang memengaruhi mata. Matanya sampai merah bahkan mengeluarkan kotoran.
"Kalau mata merah, bisa karena varian ini, bisa karena varian itu. Jadi, jangan orang terjebak terbalik. Maksudnya, kalau bukan mata merah pasti bukan Arcturus atau kalau mata merah pasti Arcturus. Enggak bisa dibilang begitu," ujarnya.
"Secara umum gejala bukan menjadi pedoman pasti untuk menetapkan varian," imbuhnya.
Ia pun mengimbau masyarakat untuk tidak panik tapi tetap waspada dalam menghadapi varian baru ini.
“Untuk kita anggota masyarakat biasa, maka kita jelas tidak perlu panik, kita tetap perlu waspada. Yang belum di-booster segeralah mendapatkannya dan kita jaga pola hidup sehat yang selama ini sudah kita kerjakan, serta ikutilah informasi kesehatan yang valid,” tutup Tjandra.
Advertisement