Liputan6.com, Jakarta - Kasus subvarian XBB.1.16 atau COVID Arcturus sudah ada di Indonesia. Menurut Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, Siti Nadia Tarmizi subvarian Omicron ini sudah ada dua kasus.
"Dua kasus (varian Arcturus),” kata Nadia melalui pesan teks pada Kamis (13/4/2023).
Baca Juga
Nadia, menambahkan, penemuan kasus Arcturus di Indonesia terjadi pada akhir Maret 2023. Kini, keduanya sudah dinyatakan sembuh.
Advertisement
"Iya kasus akhir Maret ya, semua sudah sembuh saat ini," kata Nadia.
Muncul COVID Arcturus, Kemenkes RI Ingatkan Pentingnya Vaksinasi Booster
Mengingat munculnya COVID Arcturus dan naiknya kasus COVID, Nadia pun mengimbau masyarakat untuk menjalankan vaksinasi booster guna melindungi diri.
"Tentunya kita menghimbau masyarakat untuk booster untuk perlindungan diri, dan kalau ada gejala mau tes sehingga mau untuk isolasi," ujarnya.
Imbauan untuk tes COVID-19 disampaikan lantaran akhir-akhir ini orang yang tidak enak badan enggan melakukan tes COVID dan tetap menjalankan aktivitas sehari-hari. Hal ini bisa memicu penularan COVID-19 tanpa disadari.
"Yang terjadi, banyak yang merasa kondisi kurang sehat tapi tidak mau tes dan tetap beraktivitas, sehingga berpotensi menularkan ke orang lain," kata Nadia.
Meski sejauh ini belum disebut sebagai penyebab kenaikan kasus COVID Indonesia, Arcturus tetap patut diwaspadai seperti yang disampaikan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
“XBB.1.16 Arcturus is the next Omicron variant ‘to watch’, " kata WHO.
COVID Arcturus Diduga Biang Kerok Lonjakan Kasus di India
Di luar negeri, Arcturus diduga menjadi biang kerok lonjakan kasus COVID yang signifikan. Seperti yang terjadi di India.
Dalam 24 jam terhitung sejak Selasa (11/4) hingga Rabu (12/4), Ministry of Health and Family Welfare Goverment of India melaporkan adanya 5.880 kasus COVID-19 baru yang terdeteksi. Diduga penyebabnya karena Arcturus.
Lonjakan kasus pun terjadi di Indonesia, walau belum dipastikan akibat Arcturus. Pada Kamis 13 April 2023, kasus positif harian bertambah 990 orang. Sehingga total akumulatif kasus konfirmasi COVID-19 hingga tanggal tersebut menjadi 6.754.583 orang.
Advertisement
Lonjakan Kasus COVID Indonesia di Hari-Hari Sebelumnya
Kenaikan kasus COVID yang akhir-akhir ini terjadi membuat Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI Prof Tjandra Yoga Aditama turut memberi perhatian.
Ia mencatat, beberapa hari terakhir kasus COVID-19 bergerak naik ke angka 300-an, 400, 500, lalu pernah 619 dan turun lagi ke 565 dan 494.
Pada 12 April, kasus hariannya nyaris 1.000. Angka kematian harian juga sudah lama di bawah 10 dan bahkan di bawah 5 kematian, tetapi kembali menjadi dua digit yakni 14 kematian pada 13 April.
Menurut Tjandra, ada hal-hal yang dapat disampaikan dengan perkembangan angka ini.
“Pertama, kita tidak perlu menjadi panik karena memang pada dasarnya COVID-19 masih ada, dan bahkan pandemi belum dicabut,” kata Tjandra dalam keterangan tertulis dikutip, Jumat (14/4/2023).
Tjandra melanjutkan, jika pun pandemi akan dicabut, maka virus penyebab penyakit masih akan tetap ada. COVID-19 masih akan ada, pasien juga masih akan ada dan bahkan yang meninggal karena COVID-19 juga masih akan ada, sama seperti kematian akibat penyakit menular lainnya.
“Hanya saja kalau sudah tidak pandemi maka angka kasus dan kematian akan terkontrol jauh lebih baik.”
Tingkatkan WGS dan Tetap Jalankan Booster di Tengah Gempuran COVID Arcturus
Kedua, meski masyarakat tidak perlu panik tetap saja kenaikan menjelang 1.000 kasus dan kematian dua digit ini tidak dapat dianggap bukan masalah sama sekali.
“Pemerintah tentu perlu dan mungkin juga sudah melakukan tiga upaya utama, analisa kenapa kasus meningkat, mencegah agar jangan jadi kenaikan tidak terkendali, dan mulai antisipasi kemungkinan kesiapan sarana kesehatan.”
Beberapa hal yang perlu dilakukan menurut Tjandra adalah peningkatan pemeriksaan whole genome sequencing sehingga tahu persis pola varian yang ada di dalam negeri. Juga perlu dilakukan penyelidikan epidemiologi (PE) mendalam pada kasus-kasus yang ada, yang meningkat hampir seribu ini.
“Selain itu tentu cakupan vaksinasi booster (yang kini tidak terlalu banyak dibicarakan lagi) tetap harus terus ditingkatkan, baik bagi kelompok rentan dan juga masyarakat luas,” imbau Tjandra.
Advertisement