Liputan6.com, Jakarta Di tengah tren kenaikan kasus COVID-19 di Indonesia, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengonfirmasi bahwa Indonesia sudah kemasukan subvarian XBB.1.16 atau COVID Arcturus. Bukan cuma satu tapi dua kasus.
"Ada dua kasus (subvarian COVID Arcturus)," kata Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes RI, Siti Nadia Tarmizi pada Kamis, 13 April 2023 sore hari.
Baca Juga
Temuan kasus COVID Arcturus di Indonesia terjadi bukan barusan melainkan pada akhir Maret 2023. Kini, kedua orang yang terinfeksi varian tersebut sudah dinyatakan sembuh.
Advertisement
"Iya kasus akhir Maret ya. Semua sudah sembuh saat ini," kata Nadia lewat pesan singkat ke Health-Liputan6.com.
Dua orang yang terinfeksi Arcturus tersebut berasal dari Jakarta Selatan dan Jakarta Utara. Salah satunya, memiliki riwayat perjalanan dari India pada pertengahan Maret 2023. Seperti diketahui, subvarian ini disebut biang kerok kenaikan kasus di negara itu.
"Nah, dua kasus terkonfirmasi ini, yang kemarin itu satu yang laki-laki umur 56 tahun. Itu ada perjalanan riwayat luar negeri, India," ungkap Juru Bicara Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) Mohammad Syahrill kepada Health Liputan6.com melalui sambungan telepon pada Jumat, 14 April 2023.
Laki-laki berinisial TSH ini terindentifikasi positif Arcturus berdasarkan pengambilan sampel pada 24 Maret 2023 di Laboratorium GSI Jakarta. Ia telah menerima suntikan vaksin COVID-19 sebanyak 3 dosis, masing-masing Sinovac, Sinovac, dan AstraZeneca.
"Tapi beliau ini tidak dirawat, melainkan isolasi mandiri dan sekarang sudah dinyatakan sembuh gitu ya."
Kemenkes telah melakukan pelacakan kasus terhadap tiga orang yang mengalami kontak erat, yakni istri dan dua anak.
"Istrinya mengalami gejala batuk dan pilek, tapi hasil penyelidikan epidemiologi negatif. Sedangkan kedua anaknya tanpa gejala dan negatif," kata Syahril mengutip Antara.
Kasus Kedua
Sementara itu, kasus kedua subvarian Arcturus adalah perempuan usia 30-an tahun berinisial NFA. Positif COVID-19 usai menjalani tes PCR pada 27 Maret 2023 dan tidak memiliki riwayat perjalanan luar negeri.
Perempuan ini sempat dirawat di rumah sakit selama 6 hari lantaran nafsu makan turun. Kini, ia sudah pulang dan dinyatakan sembuh dari infeksi subvarian Arcturus.
"Kasus yang kedua adalah perempuan usia 30 tahun. Dia dirawat di rumah sakit karena ada gejala sekaligus nafsu makan turun sehingga diperlukan infus," tutur Syahril.
"Dirawat selama 6 hari dan sekarang sudah pulang dan dinyatakan sembuh (dari COVID Arcturus) juga."
Gejala COVID Arcturus Kasus di Indonesia
Kepala Seksi Surveilans Epidemiologi dan Imunisasi Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, Ngabila Salama mengungkapkan gejala yang dialami pada dua warga DKI yang terinfeksi Arcturus. Pada pasien pertama laki-laki berusia 56 tahun mengalami gejala yang ringan.
"Pasien pertama domisili Jakarta Selatan. Gejalanya ringan, ada batuk, pilek sama nyeri otot. Dia punya riwayat komorbid hipertensi," ungkap Ngabila melalui pesan singkat yang diterima Health Liputan6.com pada Jumat, 14 April 2023.
Sementara itu, pada kasus kedua, yakni perempuan usia 34 tahun yang dirawat di rumah sakit. Ia mengalami gejala batuk kering dan muncul anosmia (kehilangan penciuman).
Anosmia ini dialami saat dirawat di rumah sakit selama 6 hari.
"Gejalanya demam menggigil, mual muntah, sakit kepala, sakit tenggorokan, batuk kering, anosmia. Itu pas dirawat di rumah sakit baru muncul anosmia," terang Ngabila.
Gejala COVID Arcturus Secara Umum Ringan
Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara, Tjandra Yoga Aditama menjelaskan pada seperti subvarian Omicron pada umumnya maka gejala bila terinfeksi Arcturus termasuk ringan. Lalu, Yoga menuturkan bahwa tidak ada gejala yang khas antara Arcturus dengan varian lain.
"Cara penularan sama seperti COVID-19 pada umumnya. Tentang gejala, tidak ada gejala yang khas, yang membedakan Arcturus dengan varian-varian lain," katanya kepada Health Liputan6.com.
"Jadi, secara umum sama saja seperti gejala COVID pada umumnya."
Meski begitu, Tjandra mengatakan memang sebagian varian COVID-19 memiliki gejala seperti badan yang tidak terlalu panas atau sebagian kurang batuknya. Namun, tidak secara spesifik berbeda antara satu varian dengan varian lainnya.
Sehingga, untuk memastikan seseorang terinfeksi subvarian apa mesti dilakukan pemeriksaan Whole Genome Sequencing (WGS).
Advertisement
Potensi Penularan COVID Arcturus Cepat, Waspada Penting
Epidemiolog Grifftith University Australia, Dicky Budiman, menuturkan dirinya tak heran ketika COVID Arcturus sudah masuk Indonesia. Hal ini lantaran subvarian tersebut memiliki kemampuan penularan yang cepat, pemicu jumlah kasus naik.
“Ketika ini terjadi di India dan menyebar di hampir 22 negara dalam waktu yang relatif singkat, saya sampaikan, kalau bicara Indonesia tinggal nunggu waktu," kata Dicky.
Hal senada juga disampaikan Yoga. Namun, di balik tingkat penularan yang cepat, sebagian besar kasus punya akibat infeksi COVID Arcturus yang ringan.
"Data yang ada memang menunjukkan Arcturus lebih mudah menular sehingga jumlah kasus dapat saja meningkat, tetapi sebagian besar kasusnya adalah ringan. Jadi, kalau toh kasus bertambah maka tidak akan separah dulu," lanjut Yoga.
Meski begitu, Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) mengungkapkan masyarakat perlu waspada terhadap subvarian Omicron ini.
“XBB.1.16 Arcturus, is the next Omicron variant to watch (XBB.1.16 Arcturus adalah varian Omicron berikutnya untuk diperhatikan)" sambung Tjandra.
Orang Sudah Divaksinasi Masih Mungkin Terinfeksi
Meski jumlah orang yang sudah divaksinasi COVID-19 tinggi tapi tidak menjamin tidak akan terinfeksi. Apalagi dengan subvarian yang lebih efektif dalam menembus imunitas orang yang sudah vaksinasi atau sudah terinfeksi seperti disampaikan Dicky Budiman.
Lalu, orang yang sudah divaksinasi tetap bisa membawa virus termasuk subvarian COVID Arcturus dan membahayakan kelompok rentan seperti lanjut usia, komorbid, dan kelompok orang yang belum divaksinasi.
Tren COVID Indonesia Naik, Apa karena Arcturus?
Beberapa hari terakhir kasus COVID-19 Indonesia bergerak naik ke angka 300-an, 400, 500, lalu pernah 619 dan turun lagi ke 565 dan 494.
Pada 12 April, kasus hariannya nyaris 1.000. Angka kematian harian juga sudah lama di bawah 10 dan bahkan di bawah 5 kematian, tetapi kembali menjadi dua digit yakni 14 kematian pada 13 April.
Lalu, apakah kenaikan kasus COVID-19 ini karena Arcturus sudah masuk Indonesia? Di negara lain, India misalnya, usai kemasukan Arcturus membuat jumlah kasus di sana melonjak.
Mohammad Syahril menjelaskan bahwa kenaikan kasus termasuk hal yang bisa terjadi karena kondisi masih pandemi COVID-19.
Terkait kenaikan kasus akhir-akhir ini, Syahril menuturkan bisa jadi karena varian lama maupun kehadiran COVID Arcuturs.
"Nah, kenaikan kasus itu ada dua hal yang menyebabkan. Pertama, bisa jadi varian yang lama ya, karena kita kurang disiplin, lalu dia menyebar lagi gitu," katanya.
"Yang kedua, pengalaman kita yang lalu. Beberapa negara memang ada kenaikan kasus karena ada subvarian baru. Dulu kita lihat kan ada Delta, Omicron, dan ada macam-macam lainnya, termasuk ini yang baru (COVID Arcturus)."
Advertisement
Hadapi COVID Arcturus, Kemenkes Minta Masyarakat Segera Booster
Mengingat munculnya COVID Arcturus dan kenaikan kasus COVID, Nadia pun mengimbau masyarakat untuk menjalankan vaksinasi booster guna melindungi diri. Bila sudah divaksinasi, diharapkan tidak terjadi kondisi yang berat karena sudah mendapatkan suntikan vaksin.
"Tentunya kita mengimbau masyarakat untuk booster sebagai perlindungan diri. Kalau ada gejala mau tes sehingga mau untuk isolasi," ujarnya.
Imbauan untuk tes COVID-19 disampaikan lantaran akhir-akhir ini orang yang tidak sehat enggan melakukan tes COVID dan tetap menjalankan aktivitas sehari-hari. Hal ini bisa memicu penularan COVID-19 tanpa disadari.
"Yang terjadi, banyak yang merasa kondisi kurang sehat tapi tidak mau tes dan tetap beraktivitas, sehingga berpotensi menularkan ke orang lain," kata Nadia.
Hal serupa juga disampaikan Dicky Budiman. Vaksinasi booster perlu didapatkan terutama bagi orang-orang yang aktif dari sisi mobilitas dan pekerjaannya. Tak lupa, lanjut usia (lansia) dan komorbid juga penting untuk mendapatkan vaksinasi dosis ketiga dan keempat.
Pakai Masker Saat Mudik
Kenaikan kasus yang terjadi beberapa hari terakhir menunjukkan bahwa penularan virus Corona masih ada. Terlebih lagi, kondisi masih dalam pandemi.
Melihat kondisi ini, Syahril mengingatkan para pemudik untuk memakai masker. Penggunaan masker disarankan, apalagi diperkirakan akan ada 123 juta pemudik yang akan pulang ke kampung halaman.
"Kaitannya sama mudik, satu, COVID masih ada. Berarti kemungkinan penularan ada. Nah, karena penularannya melalui droplet (percikan), maka diharapkan masyarakat melakukan pencegahan dengan pakai masker," ucap Syahril.
Antisipasi COVID Arcturus Jelang Lebaran 2023
Mengingat tingkat penularan yang cepat maka antisipasi penyebaran COVID Arcturus perlu dilakukan. Dimulai dengan menerapkan protokol kesehatan. Jangan tinggalkan kebiasaan memakai masker dan mencuci tangan.
“Bukan karena PPKM sudah enggak ada dan pandemi mau dicabut jadi enggak pakai masker. Kalau di tempat ramai, ventilasi buruk, perjalanan jauh, ya pakailah masker, itu yang bisa melindungi. Kemudian, cuci tangan rutin, kebersihan diri, kelompok, dan kebersihan keluarga juga harus jalan.”
“Nah itu yang perlu dilakukan supaya Lebaran kita aman," lanjut Dicky.
Ia juga mengingatkan ketika merasa kurang sehat tidak usah memaksakan diri menjalankan ritual ibadah selama Ramadhan. Lalu, saat buka bersama sebaiknya pilih tempat yang agak terbuka atau terbuka (outdoor).
Pilihan Kendaraan Saat Mudik
Antisipasi penyebaran COVID Arcturus jelang Lebaran dapat dilakukan dengan pemilihan kendaraaan. Dicky menyarankan, jika mampu dan memungkinkan, maka lebih baik gunakan kendaraan pribadi.
“Ketika mudik Lebaran, kalau bisa memilih dan mampu pakai kendaraan pribadi. Juga bisa lebih awal mudiknya, selain menghindari macet juga untuk menghindari keramaian. Termasuk pas arus balik supaya tidak berdesak-desakan.”
Saat sampai di lokasi, maka tidak disarankan untuk langsung berkontak fisik dengan keluarga terutama kakek nenek.
“Ketemu ya ketemu tapi jangan langsung peluk cium gitu, ya mandi dulu lah, bersih-bersih, kemudian lihat bagaimana kondisi kita, kalau nyeri nelen atau agak demam ya jangan dulu campur dengan keluarga, pakai masker.”
“Masker itu tanda sayang dan peduli pada diri sendiri dan keluarga, bukan tanda sakit,” ujar Dicky.
Advertisement