Sukses

Potensi Penyebaran COVID Arcturus Cepat, Ini Saran Epidemiolog agar Tak Tertular Saat Mudik Lebaran Idul Fitri 2023

Dalam hitungan hari masyarakat akan melaksanakan mudik Lebaran Idul Fitri 2023. Sayangnya, mudik kali ini dibayangi oleh COVID-19 subvarian baru XBB.1.16 atau COVID Arcturus.

Liputan6.com, Jakarta Dalam hitungan hari masyarakat akan melaksanakan mudik Lebaran Idul Fitri 2023, bahkan sebagian sudah ada yang melakukannya. Sayangnya, mudik kali ini dibayangi oleh COVID-19 subvarian baru XBB.1.16 atau COVID Arcturus.

Menurut epidemiolog Dicky Budiman, COVID Arcturus memiliki potensi penyebaran yang sangat cepat sehingga langkah antisipasi perlu diterapkan.

“Mau tidak mau ini sangat berpotensi menyebar dengan cepat karena pertama, orang yang sudah vaksinasi tidak dijamin tidak akan terinfeksi, apalagi dengan subvarian yang lebih efektif dalam menembus imunitas orang yang sudah vaksinasi atau sudah terinfeksi,” kata Dicky kepada Health Liputan6.com melalui pesan suara, Jumat (14/4/2023).

Kedua, orang yang sudah vaksinasi tetap bisa membawa virus dan membahayakan kelompok rentan seperti lanjut usia, komorbid, dan kelompok orang yang belum divaksinasi.

Antisipasi penyebaran COVID Arcturus jelang Lebaran dapat dilakukan dengan pemilihan kendaraaan. Dicky menyarankan, jika mampu dan memungkinkan, maka lebih baik gunakan kendaraan pribadi.

“Ketika mudik Lebaran, kalau bisa memilih dan mampu pakai kendaraan pribadi. Juga bisa lebih awal mudiknya, selain menghindari macet juga untuk menghindari keramaian. Termasuk pas arus balik supaya tidak berdesak-desakan.”

Saat sampai di lokasi, maka tidak disarankan untuk langsung berkontak fisik dengan keluarga terutama kakek nenek.

“Ketemu ya ketemu tapi jangan langsung peluk cium gitu, ya mandi dulu lah, bersih-bersih, kemudian lihat bagaimana kondisi kita, kalau nyeri nelen atau agak demam ya jangan dulu campur dengan keluarga, pakai masker.”

Masker itu tanda sayang dan peduli pada diri sendiri dan keluarga, bukan tanda sakit,” ujar Dicky.

2 dari 4 halaman

Terapkan Protokol Kesehatan sebagai Perilaku Baru

Antisipasi penyebaran COVID Arcturus dapat dimulai dengan menerapkan protokol kesehatan. Mulai dari memakai masker serta mencuci tangan dengan sabun agar bersih.

“Bukan karena PPKM sudah enggak ada dan pandemi mau dicabut jadi enggak pakai masker. Kalau di tempat ramai, ventilasi buruk, perjalanan jauh, ya pakailah masker, itu yang bisa melindungi. Kemudian, cuci tangan rutin, kebersihan diri, kelompok, dan kebersihan keluarga juga harus jalan.”

Di sisi lain, pemerintah juga perlu menggencarkan booster terutama bagi orang-orang yang aktif dari sisi mobilitas dan pekerjaannya. Tak lupa, lanjut usia (lansia) dan komorbid juga penting untuk mendapatkan booster.

“Nah itu yang perlu dilakukan supaya Lebaran kita aman. Termasuk saat menjalankan ritual ibadah selama Ramadhan, jika kurang enak badan jangan memaksakan, kalau ada buka bersama sebaiknya di tempat setengah terbuka atau bahkan terbuka.”

3 dari 4 halaman

Terapkan Pola Hidup Sehat

Semua ini tak terlepas dari ketelatenan setiap orang dalam menjaga kesehatan secara umum. Dicky menyampaikan, asupan saat sahur dan berbuka juga penting untuk menjaga tubuh tetap sehat.

Menurutnya, saat sahur dan berbuka masyarakat perlu cukup minum, makan gizi seimbang termasuk sayur, buah, protein dan lain-lain.

“Dan aktivitas, olahraga dan jalan kaki itu penting untuk meningkatkan imunitas ditambah dengan upaya pencegahan tadi,” jelas Dicky.

4 dari 4 halaman

Kenapa COVID Arcturus Baru Terdeteksi di Indonesia?

Sebelumnya Dicky menjelaskan, masuknya COVID-19 subvarian XBB.1.16 atau COVID Arcturus bukanlah hal yang mengherankan.

“Ketika ini terjadi di India dan menyebar di hampir 22 negara dalam waktu yang relatif singkat, saya sampaikan, kalau bicara Indonesia tinggal nunggu waktu. Bahkan jedanya kalau subvariannya seperti XBB.1.16 ini tidak sampai dua minggu sudah sampai di Indonesia,” kata Dicky.

Sistem deteksi di Indonesia yang lemah menjadi salah satu yang menentukan subvarian ini lambat terdeteksi.

“Kemampuan deteksi kita memang masih lemah yang membuat kita terlambat mendeteksinya. Ditambah lagi fenomena di masyarakat yang sudah tidak seaktif dulu lagi dalam testing,” Dicky menambahkan.