Liputan6.com, Jakarta - Baru-baru ini dokter spesialis penyakit dalam RA Adaninggar Primadia Nariswari mengundurkan diri dari kepengurusan Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
Hal ini disampaikan di Instagram pribadinya yang telah centang biru.
Baca Juga
Manfaat Kunyit untuk Mengobati Apa Saja? Ini 5 Keajaiban Kesehatannya yang Tak Terduga!
Pidato Gibran Rakabuming di Acara Fatayat NU Disorot, Dianggap Langgar Kaidah Ejaan yang Disempurnakan
Jadwal Lengkap Timnas Indonesia untuk Piala AFF 2024, Laga Lawan Filipina Jadi Penentu Nasib Skuad Garuda ke Babak Semifinal
"Kebetulan saya pengurus IDI. Saya pilih langsung bersikap yaitu MENGUNDURKAN DIRI sebagai pengurus IDI," kata perempuan yang karib disapa dr Ning dalam unggahannya pada Sabtu, 15 April 2023.
Advertisement
Terkait keputusan ini, Ning memberi klarifikasi bahwa dirinya bukan keluar dari IDI melainkan mundur dari kepengurusannya.
"Sebenarnya saya bukan mundur dari IDI tapi saya mundur dari pengurus IDI. Tetap menjadi anggota IDI,” kata Ning kepada Health Liputan6.com melalui pesan tertulis, Minggu (16/4/2023).
Mundurnya Ning dari kepengurusan IDI menyusul diskriminasi dan cemoohan yang ia terima dari anggota IDI usai menyampaikan autokritik terkait Rancangan Undang-Undang atau RUU Kesehatan. Ia dicap sebagai pengkhianat karena dinilai mendukung RUU Kesehatan.
“Saya peduli pada IDI justru itu saya memberikan autokritik,” kata Ning.
Permasalahan berawal saat dirinya dan beberapa influencer diundang Kemenkes RI tepatnya oleh Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin (Menkes BGS) untuk bersilaturahmi pada Kamis, 6 April 2023 lalu.
"Sebenarnya kesempatan banget karena kami bisa membawa suara keresahan kami terkait RUU Kesehatan ini. Alhasil, kami lega dengan semua penjelasan yang diberikan Pak Menkes dan kami sepakat akan terus memberikan masukan supaya RUU ini menjadi lebih baik," kata Ning.
Diskriminasi yang Dialami Ning
Sayangnya, Ning yang mendukung RUU Kesehatan agar menjadi lebih baik tidak sejalan dengan anggota IDI lain yang menganggap bahwa RUU ini harus ditolak apapun alasannya.
"OMG. Berbeda pendapat bahkan hanya memberi autokritik demi kebaikan malah di-bully dan diperlakukan seperti penjahat. Pokoknya harus nolak RUU no excuse. Yang menerima dengan usulan perbaikan pun dianggap musuh," tambahnya.
Lantas diskriminasi seperti apa yang diterima Ning?
“Ini opini saya ya. Diskriminasi yang saya alami adalah hanya saya yang ditegur, dicibir. Padahal, yang diskusi dengan Pak Menkes itu banyak, tidak cuma saya, kenapa hanya saya yang dipermasalahkan?”
“Influencer lain yang followers lebih banyak dari saya bahkan terang-terangan mendukung perbaikan RUU juga nggak dipermasalahkan. Apakah karena saya junior? Padahal usia saya juga udah 40 tahun, dibilang junior juga tidak,” ungkap Ning.
Advertisement
Penyerangan Personal di Media Sosial
Selain itu, di media sosial termasuk grup WhatsApp (WA) terjadi penyerangan personal pada Ning hanya karena dia memilih untuk mengawal RUU dengan perbaikan, bukan langsung menolak.
“Tidak disangka, mulai besoknya sampai sekarang saya mendapatkan diskriminasi dari IDI. Ditegur senior sih biasa, yang lebih parah adalah diserang secara personal di medsos, di WA grup, dan dituduh pengkhianat," ujar Ning.
Ketika ditanya terkait hal utama yang dipermasalahkan IDI terkait RUU Kesehatan, Ning hanya mengatakan “Biar IDI yang menjawab.”
Tak Ada Hubungannya dengan STR dan SIP
Ning pun mengatakan bahwa kemundurannya dari kepengurusan IDI tak ada sangkut pautnya dengan masalah Surat Tanda Registrasi (STR) dan Surat Izin Praktik (SIP).
Beberapa pihak mengatakan bahwa mengurus STR dan SIP ini cenderung ribet dan mahal. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin pun sempat menyampaikan bahwa harganya sampai Rp6 juta. Pernyataan ini pun mendapat somasi dari Forum Dokter Peduli Ketahanan Kesehatan Bangsa (FDPKKB) yang mengatakan bahwa biayanya hanya di kisaran Rp300 ribu.
Menanggapi hal ini, Ning mengatakan bahwa soal STR dan SIP tentu ada pro kontra.
“Tentunya ada pro dan kontra. Masalah STR dan SIP tidak ada hubungannya dengan mundurnya saya dr pengurus IDI. Info ini biar IDI dan Kemenkes yang mengkonfirmasi.”
“Ribet atau tidak itu relatif. Bisa berbeda di tiap IDI cabang/ wilayah. Selalu ada oknum di mana-mana,” tambah Ning.
Namun, terlepas dari pro kontranya, Ning mengatakan bahwa RUU Kesehatan membuat pengurusan STR menjadi lebih sederhana.
“Ya lebih sederhana karena STR seumur hidup jadi nggak perlu diurus tiap 5 tahun. Karena STR ini sebenarnya hanya administrasi registrasi dokter.”
“Hanya saja utk SIP memang harus diperbarui setiap 5 tahun dengan syarat kompetensi tertentu. Karena untuk praktik sebagai dokter harus update ilmu dan dipastikan masih kompeten supaya tidak membahayakan masyarakat,” pungkasnya.
Advertisement