Liputan6.com, Jakarta - Di penghujung Ramadhan 2023, ada fenomena spesial yang terjadi yakni gerhana matahari hibrida. Sebagian umat Islam pun melakukan salat gerhana sekitar pukul 10.00 WIB di masjid setempat.
Terkait gerhana matahari hibrida, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengingatkan masyarakat untuk tidak melihatnya secara langsung. Pasalnya, bahaya lihat gerhana matahari hibrida secara langsung tanpa alat bantu khusus yakni dapat merusak mata.
Baca Juga
“Jangan melihat proses gerhana secara langsung, radiasi Matahari dapat merusak mata kita,” kata BMKG dalam unggahan di Instagram centang birunya @infoBMKG.
Advertisement
Alih-alih melihatnya dengan mata telanjang, BMKG mengimbau masyarakat yang ingin melihat gerhana matahari hibrida agar menggunakan kacamata khusus.
“Gunakan lah kacamata khusus yang menggunakan filter untuk melihat matahari.”
Imbauan BRIN
Senada dengan BMKG, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Juga mengimbau masyarakat agar tidak melihat gerhana secara langsung.
Peneliti Ahli Madya di Pusat Riset Antariksa BRIN, Johan Muhammad menyampaikan bahwa dalam mengamati gerhana matahari disarankan untuk tidak melihat matahari secara langsung tanpa menggunakan filter khusus matahari.
"Alat yang dapat digunakan untuk mengamati gerhana matahari adalah teleskop yang dilengkapi filter matahari, kacamata khusus gerhana Matahari, kamera DSLR lensa telephoto yang dilengkapi filter matahari dan kamera pinhole (lubang jarum)," kata Johan mengutip laman resmi BRIN, Kamis (20/4/2023).
Mengenal Gerhana Matahari Hibrida
Johan menjelaskan, gerhana matahari hibrida adalah gerhana matahari yang tampak dari sebagian wilayah Bumi sebagai gerhana matahari total. Namun, di sebagian wilayah lain tampak sebagai gerhana matahari cincin.
Terjadinya gerhana matahari hibrida disebabkan oleh berubahnya jarak antara permukaan Bumi yang melengkung dengan bulan sebagai objek yang menghalangi matahari saat gerhana matahari.
Menurut Johan, gerhana matahari hibrida merupakan gerhana yang sangat spesial karena jarang terjadi.
"Di wilayah Indonesia, gerhana Matahari pada 20 April 2023 akan teramati sebagai gerhana matahari total (GMT) dan gerhana matahari sebagian," terang Johan.
"Gerhana matahari total akan teramati khususnya di wilayah Indonesia bagian timur yang terbilang singkat kurang lebih 1 menit, sementara di daerah Indonesia lainnya akan teramati sebagai gerhana matahari parsial. Gerhana matahari ini akan teramati sebagai gerhana matahari cincin di wilayah selatan Samudera Hindia dan Samudera Pasifik," tambah Johan.
Advertisement
Lintasan Gerhana Matahari 2023
Johan menuturkan bahwa sebagian lintasan gerhana matahari total 2023 akan melewati wilayah lautan seperti Laut Timor dan Laut Banda.
Menurutnya, daratan yang dilalui jalur gerhana matahari total adalah sebagian Timor Leste dan beberapa daerah di Papua Barat.
"Pada tanggal 20 April 2023 kami melakukan pengamatan di Biak. Sebelumnya, kami telah melakukan simulasi prakiraan penampakan gerhana matahari 2023 dengan menggunakan data efemeris (tabel posisi benda langit) bulan dan matahari yang diintegrasikan menggunakan pemrograman komputer, sehingga visualisasinya dapat ditampilkan sesuai dengan waktu dan lokasi pengamat berada," terang Johan.
"Prakiraan yang kami dapatkan adalah untuk gerhana matahari total di Biak kontak yang terjadi adalah mulai gerhana sebagian adalah pada pukul 12.20 WIT, mulai gerhana total pada pukul 13.56 WIT, puncak gerhana total adalah pada pukul 13.57 WIT, akhir gerhana total pada pukul 13.57 WIT, dan akhir gerhana sebagian pada pukul 15.26 WIT," jelas Johan.
Gerhana Matahari Sebagian
Johan menambahkan, untuk gerhana matahari sebagian yang diamati dari Lampung dan dapat diamati di Jakarta yaitu mulai gerhana sebagian pada pukul 09.31 WIB, puncak gerhana sebagian pada pukul 10.44 WIB, dan akhir gerhana sebagian adalah pada pukul 12.02 WIB.
Menurut Johan, Pusat Riset Antariksa BRIN akan melaksanakan pengamatan di Biak dan melakukan kegiatan penelitian yang terbentuk dalam 3 tim.
"Tim pertama akan melakukan penelitian matahari yaitu melakukan prediksi penampakan korona (atmosfer matahari) dengan memanfaatkan teknologi artificial intelligence, serta analisis bentuk korona untuk mengetahui fase aktivitas matahari.”
Tim kedua melakukan penelitian ionosfer yang mana akan meneliti dampak gerhana matahari terhadap kondisi ionosfer di Indonesia. Dan tim penelitian ketiga akan melakukan penelitian geomagnet yaitu meneliti dampak gerhana terhadap aktivitas geomagnet.
"Dari penelitian-penelitian yang dilakukan ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai dampak gerhana yang dapat berpengaruh pada teknologi-teknologi di Bumi yang berbasis teknologi antariksa seperti navigasi dan telekomunikasi.”
“Selain itu, penelitian-penelitian ini dapat menjadi momen untuk melakukan validasi model-model antariksa yang selama ini telah dibuat. Pengujian ini sangat penting untuk mengetahui seberapa baik model yang ada sehingga dampak negatif cuaca antariksa dapat diantisipasi secara akurat," pungkas Johan.
Advertisement