Liputan6.com, Jakarta - Tradisi perundungan (bullying) yang kerap dialami calon dokter spesialis atau yang disebut dokter residen ini perlu dihilangkan dan disetop dari dunia kedokteran. Hal ini lantaran dapat menghambat produksi dokter spesialis di Indonesia.
Juru Bicara Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) Mohammad Syahril menegaskan, pentingnya mengeliminasi -- menghilangkan -- bullying agar sistem pendidikan para Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) dapat berjalan lancar.
Baca Juga
Bahwa pendidikan calon dokter spesialis harus sesuai etika, meritokrasi dan profesionalitas di tengah negara sedang krisis kekurangan jumlah dokter spesialis.
Advertisement
“Kita harus mempermudah program pendidikan spesialis. Masuknya harus murah, tidak susah dan harus berdasarkan meritokrasi bukan karena rekomendasi," tegas Syahril melalui pernyataan resmi yang diterima Health Liputan6.com, ditulis Selasa (25/4/2023).
"Dan jika sudah masuk (PPDS), tidak mengalami hambatan-hambatan non-teknis.”
Usulan Pasal Anti-Bullying di RUU Kesehatan
Pasal anti-bullying atau anti-perundungan pun diusulkan masuk dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan sebagai solusi terhadap masalah-masalah yang dialami terutama oleh dokter ketika mengambil PPDS.
“RUU Kesehatan akan menjadi solusi itu semua, dan akan membuat tenang para dokter dan tenaga kesehatan dalam menjalankan profesinya. Jadi tidak benar asumsi yang beredar seolah-olah RUU tidak berpihak kepada para dokter dan tenaga kesehatan,” jelas Syahril.
Pasal Anti-Bullying di RUU Kesehatan
Di dalam RUU Kesehatan, pasal perlindungan calon dokter spesialis dari bullying tercantum dalam Pasal 208 E poin d yang berbunyi:
Peserta didik yang memberikan pelayanan kesehatan mendapat perlindungan dari kekerasan fisik, mental, dan perundungan.
Selain untuk peserta didik atau residen, anti-perundungan juga diterapkan untuk dokter dan tenaga kesehatan dimana dalam Pasal 282 ayat 2 berbunyi:
Tenaga medis dan tenaga kesehatan dapat menghentikan Pelayanan Kesehatan apabila memperoleh perlakuan yang tidak sesuai dengan harkat dan martabat manusia, moral, kesusilaan, serta nilai-nilai sosial budaya, termasuk tindakan kekerasan, pelecehan, dan perundungan.
Anti-bullying merupakan salah satu perlindungan hukum untuk dokter dan tenaga kesehatan selain pasal-pasal perlindungan lainnya.
Advertisement
Bullying Dalam Dunia Kedokteran
Istilah bullying atau perundungan merupakan fenomena yang dapat terjadi di berbagai tempat, termasuk dalam dunia kerja dan pendidikan kedokteran. Perundungan di dunia kedokteran diduga telah terjadi secara turun-temurun.
Disinyalir, dipengaruhi oleh budaya kedokteran yang menjunjung tinggi hierarki profesi dan terbiasa untuk menyegani senior.
Sebagai akibatnya, kesehatan mental para dokter yang menjadi korban perundungan dapat terganggu dan dikhawatirkan akan berpengaruh terhadap pelayanan dan keselamatan pasien.
Faktor Perundungan di Dunia Kedokteran
Ketua Dewan Pertimbangan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) DKI Jakarta yang juga Ketua PB IDI terpilih, Slamet Budiarto mengungkapkan, faktor terjadinya perundungan di dunia kedokteran.
Menurut dia, hal itu kerap terjadi saat dokter mengambil studi spesialis. Penyebabnya beragam, mulai dari internal, hak residen yang tidak terpenuhi oleh penyelenggara pendidikan, hak insentif, dan hak istirahat.
"Jadi masalah perundungan terjadi karena sistem," kata Slamet pada acara yang digelar Ikatan Dokter Indonesia (IDI), di Jakarta, dikutip Selasa (27/9/2022).
Perbaiki Sistem Pendidikan Kedokteran
Menilik fenomena perundungan di dunia kedokteran, Slamet Budiarto sepakat untuk memperbaiki sistem pendidikan kedokteran.
“IDI harus masuk di dunia pendidikan spesialis. Ini sudah bagian momok dari pendidikan spesialis sehingga perundungan masih terjadi, terutama untuk peserta didik karena nanti dokter yang dihasilkan dari bullying berpotensi jadi tidak baik sehingga itu harus dicegah," jelasnya.
Bersama Mencegah Bullying
Slamet mengajak Pemerintah, dalam hal ini adalah Kementerian Kesehatan, lalu DPR RI untuk bersama untuk mencegah bullying di dunia kedokteran berlarut. Ia yakin, kalau pendidikannya baik, hulunya baik, maka hilirnya akan menjadi baik pula.
“Kalau pendidikannya kurang baik maka dokternya berpotensi kurang baik. Jadi suatu hal yang harus cepat dan wajib ini segera diselesaikan," tuturnya.
Advertisement