Liputan6.com, Jakarta - Kekerasan fisik yang dilakukan Mario Dandi membuat David Ozora mendapatkan kerugian tidak hanya secara material tapi juga waktu.
Cedera serius akibat penganiayaan membuat David harus dirawat dalam jangka waktu lama sehingga hak untuk bermain dan bersekolah pun terenggut.
Baca Juga
Menyikapi kasus ini, Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Ai Maryati Solihah mengatakan bahwa tidak boleh ada satu anak pun yang tertinggal dalam prinsip hak anak, termasuk hak pendidikan.
Advertisement
Pasalnya, anak-anak yang menjadi korban kekerasan fisik mengalami ketertinggalan pelajaran selama masa pemulihan. Pada kasus lain, anak-anak yang menjadi korban kekerasan seksual atau psikis karena perundungan cenderung memiliki kesulitan untuk kembali ke sekolah dan mendapat stigma negatif.
“Ini tentu menjadi alarm bagi kita semua bahwa negara harus tetap menjamin keberlangsungan anak-anak ini dalam sektor pendidikan,” ujar Ai dalam konferensi pers di Jakarta Pusat, Jumat (5/5/2023).
Dengan kata lain, jangan sampai anak-anak yang menjadi korban kekerasan menghindari dan lari dari dunia pendidikan karena takut akan menjadi korban intimidasi berikutnya.
“Misalnya kasus saat ini, D, yang menjadi korban kekerasan yang luar biasa. Ini juga kami menyoroti pendidikannya sangat penting.”
“Situasi kesehatan medisnya harus tuntas, harus betul-betul pulih, saya dengar D sudah kembali sekolah. Apakah betul-betul secara formal atau untuk pemulihan dengan mengingat memori, itu juga jalan yang terbaik,” ujar Ai.
Belajar dari Kasus David Ozora
Ai menambahkan, semua pihak perlu belajar banyak dari kasus penganiayaan yang membuat pendidikan David Ozora ikut terhambat.
“Poinnya, walau dalam situasi apapun dan bagaimanapun, hak pendidikan anak tetap harus dijamin dan dijalankan.”
Ai pun melihat bahwa dalam kasus ini ada dua anak yang terlibat. Satu menjadi korban dan satu lagi tengah berkonflik hukum (AG).
“Tentu kami juga ingin memastikan bahwa anak ini (AG) di dalam konteks pendidikannya juga tidak boleh ada diskriminasi,” ujar Ai.
Advertisement
Pemenuhan Hak Pendidikan AG
Dalam pemenuhan hak pendidikan bagi AG, tentu berbagai aspek perlu dipertimbangkan, termasuk aspek psikologisnya.
Jika secara psikologis sudah kronis, maka akan ditempatkan di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) sesuai yang dinyatakan hakim.
“Ini juga tidak boleh sampai ada diskriminasi terhadap pendidikannya. Artinya, KPAI tetap mendorong, di mana pun anak berkonflik hukum ini berada ia perlu tetap menjalankan proses pendidikan.”
Lantas apakah AG bisa kembali belajar di sekolah sebelumnya?
“Nah, ini yang kami coba juga kami pertanyakan. Kemarin, proses pendidikannya itu di-drop out (DO) atau bagaimana? Ternyata pihak sekolah tidak melakukan DO tapi memberi kesempatan untuk proses hukum dan selanjutnya jika suatu saat akan kembali, mereka (sekolah) akan menerima,” jelas Ai.
Bukan Cuma Kasus David Ozora
David Ozora dan AG adalah satu dari sekian kasus yang terjadi di kalangan pelajar. Kasus kekerasan lainnya pun sama-sama harus ditindak dengan tetap mengedepankan hak pendidikan.
“Ini salah satu kasus saja, yang kami soroti adalah seluruh anak yang berada dalam situasi kekerasan, baik menjadi korban, pelaku, maupun berkonflik.”
“Aspek pendidikan harus tetap memberi jaminan utuh bahwa mereka adalah anak-anak bangsa yang harus tetap mendapat hak pendidikan,” pungkas Ai.
Advertisement