Liputan6.com, Jakarta - Talasemia atau Thalassemia merupakan kondisi kelainan darah yang membutuhkan transfusi seumur hidup. Sayangnya, tak semua pasien bisa terus bertahan hidup dalam perjalanannya menghadapi Thalassemia.
Banyak pasien Thalassemia yang berujung meninggal dunia karena penyakit jantung yang ikut dialami. Anda pun mungkin salah satu yang ikut bertanya-tanya apa kaitan Thalassemia dengan penyakit jantung.
Baca Juga
Lantas, apakah hubungan antara Thalassemia dengan penyakit jantung?
Advertisement
Ketua UKK Hematologi Onkologi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Dr dr Teny Tjitra Sari, SpA(K) mengungkapkan bahwa pasien Thalassemia memang rentan mengalami komplikasi. Termasuk komplikasi karena zat besi yang berlebih dalam tubuh.
"Penyebab kematian pada Talasemia adalah penyakit jantung. Kenapa? Karena (zat) besi itu banyak ditumpuk di jantung sehingga itu yang sering menyebabkan kematian pada pasien Talasemia," ujar Teny dalam konferensi pers Hari Talasemia Sedunia 2023 bersama Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, Jumat (5/5/2023).
Kerja Jantung Ikut Melemah Akibat Zat Besi Berlebih
Teny menjelaskan, akibat adanya penumpukan zat besi itulah, kinerja jantung ikut melemah. Terlebih, penumpukan yang terjadi di jantung pada dasarnya menjadi yang paling berbahaya. Â
"Dengan adanya besi yang makin banyak di dalam tubuhnya dan terus tidak dikeluarkan dengan obat membuat akhirnya kerja jantung pun jadi ikutan melemah juga. Dari penelitian, tumpukan yang paling berbahaya ada di jantung," kata Teny.
"Makanya banyak akhirnya obat-obatan untuk mengeluarkan besi, mereka tujukan ke jantung karena secara epidemiologi didapatkan penyebab kematian (Talasemia) adalah karena jantung," sambungnya.
Risiko Kelebihan Zat Besi pada Pasien Thalassemia
Seperti diketahui, saat menjalani transfusi, ada sekitar 250 miligram zat besi yang masuk dari satu kantong darah. Dari sanalah, pasien berisiko mengalami penumpukan zat besi pada jantung jika zat besi tidak dikeluarkan melalui obat-obatan.
"Untuk itu, kita harus sangat membantu mereka menyediakan obat-obat untuk mengeluarkan zat besi ini. Terkadang karena besinya sangat tinggi, kita enggak bisa (gunakan) obatnya hanya satu, butuh kombinasi. Tapi kembali lagi, itu (terkadang) dibatasi oleh dana," kata Teny.
Belum lagi, Thalassemia dapat menyebabkan terjadinya anemia (pucat) yang mana menurut Teny turut berkontribusi membuat kinerja jantung mengalami gangguan.
"Pucat yang terlalu rendah atau anemia juga akhirnya membuat jantung bekerja dengan tidak baik. Jadi, daya kontraksi, daya geraknya itu jadi lemah," kata Teny.
Sehingga, dari kombinasi-kombinasi kondisi tersebut, pasien Thalassemia bisa berujung mengalami penyakit jantung dan meninggal dunia.
Advertisement
Masalah Kesehatan yang Disebabkan Thalasemia
Dalam kesempatan yang sama, Teny mengungkapkan bahwa ada tiga masalah kesehatan terbesar yang muncul akibat Thalasemia. Seperti anemia kronis, infeksi, dan kelebihan besi.
"Kenapa bisa terjadi? Karena sel darah merah yang terbentuknya tidak normal, kemudian mudah hancur, dan akhirnya timbul pucat atau yang disebut anemia. Jadi kalau dilihat, gambar darah merahnya cuma sedikit," ujar Teny.
Teny menambahkan, akibat anemia yang dialami, pasien membutuhkan transfusi darah secara rutin untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi dalam tubuh.
"Biasanya dideteksi saat anak-anak. Sehingga tumbuh kembangnya tentu akan terganggu kalau dia tidak mendapatkan transfusi," kata Teny.
Terlebih, jika transfusi tidak dilakukan, maka akan muncul gangguan pada tumbuh kembangnya. Termasuk berisiko membuat terjadinya perubahan bentuk fisik.
Transfusi Darah Seumur Hidup untuk Thalassemia
Teny mengungkapkan bahwa pasien Thalasemia akan membutuhkan transfusi darah seumur hidup. Sebab, transfusi darah tersebut dapat membantu zat besi untuk masuk pada tubuh pasien.
Sayangnya, transfusi darah ini jugalah yang masih menjadi persoalan.
"Persediaan darah terbatas. Ini akan terasa sekali, kan kita juga kemarin baru menjalani bulan puasa ya, hari besar, banyak pendonor yang mungkin memang terbatas karena sedang terbatas. Harus pulang kampung segala," ujar Teny.
Apalagi menurut Teny, tidak semua daerah di Indonesia bisa menyediakan jenis darah maupun fasilitas yang mumpuni seperti apa yang dibutuhkan oleh pasien Thalasemia.
"Kebutuhan darah sebenarnya banyak tapi jumlah yang mendonor sedikit. Hasilnya mereka tidak mendapatkan transfusi dengan baik," pungkasnya.
Advertisement