Liputan6.com, Jakarta Organisasi Profesi Kesehatan mengkritisi rencana pendidikan dokter spesialis berbasis rumah sakit atau yang dikenal dengan istilah hospital based dalam RUU Kesehatan. Mekanisme hospital based dinilai sudah dilakukan di rumah sakit dengan akreditasi yang tinggi.
Ketua Biro Hukum dan Kerja sama Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI) Paulus Januar S mengatakan, lima Organisasi Profesi yang mengkritisi pendidikan dokter spesialis tersebut, yakni dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI).
Baca Juga
Kelima organisasi profesi sepakat menyuarakan bahwa terlalu banyak tekanan yang diberikan oleh pemerintah terkait pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan ini pada para tenaga medis.
Advertisement
“Kami juga mengkritisi pengecualian adaptasi terhadap dokter lulusan luar negeri dan pendidikan dokter spesialis secara hospital based dengan syarat di mana hanya perlu dilakukan di RS yang terakreditasi," jelas Paulus melalui pernyataan tertulis yang diterima Health Liputan6.com, ditulis Senin (8/5/2023).
"Padahal, selama ini pendidikan dokter spesialis dilakukan di RS dengan akreditasi tertinggi."
Potensi Lahirnya Tenaga Kesehatan yang SubStandar
Sorotan pengecualian adaptasi terhadap dokter lulusan luar negeri dan pendidikan dokter spesialis ini juga di dikhawatirkan dapat menyebabkan lahirnya tenaga kesehatan yang substandar -- di bawah standar.
"Bila hal ini terjadi, maka yang dirugikan bukan hanya profesi, tapi yang lebih dirugikan adalah kesehatan masyarakat yang dilayani,” jelas Paulus.
Ingatkan Pemerintah Masih Banyak Permasalahan Kesehatan
Lima Organisasi Profesi Kesehatan turut menyerukan aksi damai bersama seluruh tenaga medis di Indonesia untuk menghentikan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan Omnibus Law oleh Pemerintah. Aksi ini digelar pada Senin, 8 Mei 2023.
Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Mohammad Adib Khumaidi mengatakan, aksi damai ini bentuk keprihatinan para organisasi profesi kesehatan melihat proses pembuatan regulasi yang terburu-buru dan tidak memperhatikan masukan dari Organisasi profesi yang notebene merupakan pekerja lapangan.
"Kami juga ingin mengingatkan Pemerintah bahwa masih ada banyak permasalahan kesehatan di lapangan yang perlu diperhatikan oleh Pemerintah," katanya.
"Meningkatkan akses ke layanan kesehatan, meningkatkan kualitas layanan yang diberikan, dan memanfaatkan teknologi adalah beberapa solusi yang dapat membantu meningkatkan layanan kesehatan di Indonesia."
Perlu Perluas Akses Layanan Kesehatan
Pemerintah perlu memperluas akses ke layanan kesehatan di komunitas yang kurang terlayani, selama ini akses ke fasilitas kesehatan masih kurang oleh rakyat yang di pedalaman.
"Para tenaga medis juga kesulitan menjangkau ke wilayah penduduk karena infrastruktur dan keterbatasan sarana. Ha-hal seperti inilah yang perlu lebih diperhatikan oleh Pemerintah dan para wakil rakyat di parlemen daripada terus menerus membuat undang-undang baru,” lanjut Adib.
Advertisement
Pemanfaatan RS Jadi Tempat Pendidikan Dokter Spesialis
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) membuka peluang pemanfaatan Rumah Sakit (RS) menjadi sarana atau tempat pendidikan dokter spesialis. Ini artinya, rumah sakit dapat mencetak produksi dokter spesialis.
Dirjen Tenaga Kesehatan Kemenkes RI Arianti Anaya mengungkapkan, pemanfaatan rumah sakit bertujuan untuk memperluas sarana pendidikan dokter spesialis. Nantinya akan ada standar tertentu dari rumah sakit. Artinya, rumah sakit harus terakreditasi.
Upaya pemanfaatan rumah sakit juga melihat pembelajaran dari luar negeri. Di negara-negara maju, banyak sarana atau tempat untuk mendidik dokter spesialis sehingga rasio produksi dokter spesialis pun bisa mencukupi kebutuhan populasi penduduk.
“Kalau kita belajar dari luar negeri, mereka punya tempat untuk mendidik itu lebih banyak gitu ya. Inilah yang sedang kita lakukan, bagaimana kita bisa memanfaatkan rumah sakit-rumah sakit yang ada, yang memang sudah mampu untuk bisa menjadi sarana pendidikan,” ungkap Ade, sapaan akrabnya saat ditemui Health Liputan6.com usai acara ‘Sosialisasi dan FGD RUU Kesehatan: Percepatan Produksi Dokter Spesialis’ di Hotel Gran Melia, Jakarta, Rabu (29/3/2023).
“Itu bisa juga mendidik dokter-dokter spesialis. Nah, tentunya standar yang dihasilkan dari rumah sakit yang akan menjadi sarana pendidikan ini tentu harus tetap sesuai dengan standar yang terakreditasi.”
Standar Kemampuan Dokter Spesialis Akan Sama
Adanya standar rumah sakit dalam mendidik dokter spesialis, menurut Arianti Anaya, dapat menghasilkan dokter spesialis berstandar sama. Hal ini dimaksudkan standar kemampuan yang dihasilkan antar jenis dokter spesialis tertentu akan sama dengan dokter spesialis lain.
“Sehingga nanti dokter yang dihasilkan sama dengan dokter-dokter spesialis yang lain,” lanjutnya.
Tak Mudah Produksi Dokter Spesialis
Ade juga menyoroti tidak mudah memproduksi dokter spesialis di Indonesia.Salah satu faktor penyebab minimnya produksi dokter spesialis adalah program studi dokter spesialis masih terbatas dan Fakultas Kedokteran (FK) yang terakreditasi A terbilang kurang.
“Memang tidak mudah mencetak dokter spesialis itu ya. Selama ini kita terhambatnya karena memang program studi dokter spesialis itu terbatas di Indonesia,” terang Ade.
Advertisement