Sukses

Kemenkes: Sebagian Besar Faskes Punya Layanan Tes HIV Gratis

Fasilitas kesehatan yang sudah banyak memiliki tes HIV gratis dapat memudahkan masyarakat untuk melakukan skrining ketika ada faktor risiko.

Liputan6.com, Jakarta - Juru Bicara (Jubir) Kementerian Kesehatan (RI), Mohammad Syahril, mengungkap bahwa pemerintah telah menyediakan layanan tes HIV hampir di semua fasilitas kesehatan (faskes).

“Baik di puskesmas maupun rumah sakit, hampir semuanya sudah mempunyai layanan untuk melakukan skrining HIV dan juga penyakit-penyakit seksual yang lain, termasuk sifilis,” tutur Syahril dalam konferensi pers secara virtual bertajuk ‘Melindungi Anak dari Penyakit Menular Seksual’ pada Senin, (8/5/2023).

Lebih lanjut, ia mengungkap, semua layanan tes HIV di faskes-faskes disediakan dengan gratis alias tidak bayar.

“Dan juga, beberapa klinik swasta sudah ada (layanan skrining HIV). Beberapa LSM mempunyai klinik-klinik yang nantinya bekerja sama dengan rumah sakit atau puskesmas yang bisa melakukan skrining,” terangnya.

Jika Hasil Tes HIV Positif, Konsultasikan

Syahril mengatakan, jika hasil skrining dinyatakan positif, bisa langsung berkonsultasi dengan dokter spesialis.

“Apabila ditemukan positif, maka tentu saja harus dikonsulkan dulu ke dokter spesialisnya yang ada di puskesmas atau rumah sakit, untuk mendapatkan pengobatan,” jelas Direktur Utama RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso sejak 2020 tersebut.

Ia menambahkan, tak hanya HIV, skrining untuk penyakit menular seksual lainnya seperti sifilis juga disediakan.

“Termasuk yang sifilis juga, harus dikonsultasikan kepada dokter. Sifilis ada obat yang untuk sifilis primer dan sekunder, juga ada untuk sifilis laten. Juga ada obat yang diberikan pada wanita hamil maupun tidak hamil,” tambah Syahril.

2 dari 4 halaman

Baru 55 Persen Ibu Hamil yang Sudah Tes HIV

Syahril mengungkap bahwa sejauh ini baru ada 55 persen ibu hamil yang sudah dites HIV, menurut data Kemenkes RI.

“Jadi, dari sekian banyak ibu hamil ternyata hanya sebanyak itu yang dites HIV,” tuturnya.

Dari para ibu hamil yang sudah dites saja, mengutip Syahril, lebih dari 7.000 orang dinyatakan positif HIV. Namun, mayoritas wanita dari angka tersebut belum mendapatkan pengobatan.

“Dari sejumlah (yang sudah dites) tersebut, 7.153 positif HIV dan 76 persen belum mendapatkan pengobatan ARV (antiretroviral),” paparnya.

Antiretroviral adalah obat HIV yang bekerja dengan menghentikan replikasi virus di dalam tubuh, seperti melansir NHS.

3 dari 4 halaman

Banyak Ibu Hamil Belum Tes HIV, Sebagian Besar Tak Dapat Izin Suami

Dari beberapa alasan banyaknya ibu hamil belum melakukan tes HIV, menurut Syahril, sebagian besar memiliki alasan tidak mendapatkan izin dari suami.

“Karena sebagian besar tidak mendapatkan izin suami untuk dites HIV. Nah, ini ada berbagai alasan (suami tidak mengizinkan),” ujarnya.

Syahril mengungkap, sebenarnya tidak boleh ada penolakan dalam melakukan tes HIV untuk menjamin kesehatan orangtua dan calon bayi.

“Dengan catatan, jika sudah ada faktor risiko. Jangan sampai kita berperilaku tidak baik (memiliki riwayat seks bebas), kita malah melarang pasangan kita (untuk dites),” lanjutnya.

Ada berbagai sebab yang membuat pasangan bisa melarang untuk tes, salah satunya mungkin karena takut kehidupan seksualnya yang cenderung kurang baik diketahui pasangannya.

“Nggak gampang untuk terbuka kepada pasangan untuk menyampaikan ini. Untuk itu, kita sampaikan data dengan maksud ini (kasus HIV) bisa ditekan,” tambah Syahril.

4 dari 4 halaman

Sejauh Ini, Kasus HIV pada Anak Lebih dari 14.000

Lebih lanjut, Syahril mengungkap bahwa sudah ada lebih dari 14.000 anak yang dinyatakan positif HIV. 

“Sampai saat ini, secara kumulatif, ada 14.150 anak usia 1–14 tahun yang positif HIV,” tuturnya.

“Nantinya, (HIV) akan memengaruhi kualitas hidup (anak) ke depannya dan masa depannya,” lanjut pria lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret tersebut.

Menurut pemaparan Syahril, angka ini akan terus bertambah apabila deteksi dan pengobatan dengan ARV masih kurang. Apalagi, dengan masih banyaknya ibu hamil yang tak mau diskrining.

Oleh sebab itu, ia menuturkan bahwa upaya skrining HIV pada tiap individu menjadi prioritas.

“(Skrining) menjadi prioritas untuk mencapai eliminasi, termasuk pemutusan mata rantai penularan HIV secara vertikal dari ibu ke bayi,” pungkas Syahril.