Sukses

Kemenkes: Masukan IDI dan Organisasi Profesi Sudah Ada dalam DIM RUU Kesehatan

Masukan IDI dan Organisasi Profesi Kesehatan lain sebenarnya sudah ditampung dalam Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU Kesehatan.

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI menegaskan aspirasi atau masukan dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Organisasi Profesi Kesehatan lain sebenarnya sudah ditampung dalam Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU Kesehatan. DIM ini pun sudah diajukan Pemerintah ke Komisi IX DPR RI pada 5 April 2023.

Hal di atas disampaikan Juru Bicara Kemenkes RI Mohammad Syahril menanggapi soal anggapan aspirasi di DIM RUU Kesehatan tidak memerhatikan masukan dari IDI dan Organisasi Profesi Kesehatan. Beberapa tambahan usulan seperti perlindungan tenaga kesehatan juga sudah tercantum pada DIM.

Menindaklanjuti aksi damai 5 Organisasi Profesi Kesehatan kemarin (8/5/2023), Kemenkes juga akan menerima tuntutan yang disuarakan.

"Jadi kami akan menerima apa yang jadi masukan, walaupun sebetulnya masukan dari IDI dan (organisasi) profesi yang lain sudah ditampung melalui DIM dan sudah diserahkan kepada DPR," terang Syahril dalam keterangan resmi di Jakarta pada Senin, 8 Mei 2023.

Sampaikan Pendapat dengan Cara yang Terhormat

Syahril juga mempersilakan berbagai pihak -- tak hanya Organisasi Profesi Kesehatan -- untuk menyampaikan pendapat terkait Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan dengan cara yang terhormat.

"Silakan saja berbagai pihak yang ingin menyampaikan (pendapat) lagi dengan cara-cara yang santun, cara-cara yang terhormat untuk tidak mengorbankan rakyat ke dalam hal, khususnya pelayanan," ucapnya.

Seperti diketahui, 5 Organisasi Profesi Kesehatan yang menolak RUU Kesehatan, yakni Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) menggelar demo tolak RUU Kesehatan.

2 dari 4 halaman

Dilarang Berhentikan Pelayanan Kesehatan

Dalam penyampaian aspirasi RUU Kesehatan, Mohammad Syahril mengingatkan kepada Organisasi Profesi Kesehatan agar tidak sampai memberhentikan pelayanan kesehatan. Menurutnya, itu sangat dilarang.

"Apalagi untuk memberhentikan pelayanan kesehatan. Yang ini sangat dilarang dan akan berdampak pada masyarakat," pesannya.

"Mudah-mudahan, kita semua memberikan pemahaman dan positioning ini untuk kemaslahatan masyarakat banyak."

DIM Lagi Dibahas di DPR

Saat ini, Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU Kesehatan sedang dibahas di Komisi IX DPR RI. Panitia Kerja (Panja) yang telah dibentuk juga akan mengoreksi DIM yang diajukan Pemerintah.

"Nanti DPR yang akan membahas, ada Panitia Kerja-nya. DIM-nya nanti dikoreksi, disempurnakan, ada yang dicoret, itu semuanya adalah kewenangan DPR," pungkas Syahril.

3 dari 4 halaman

RUU Kesehatan Timbulkan Tanda Tanya bagi IDI

Ketua Bidang Hukum Pembelaan dan Pembinaan Anggota (BHP2A) Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Beni Satria merinci alasan penolakan RUU Kesehatan oleh organisasi profesi.

Menurutnya, proses pembentukan RUU Kesehatan menimbulkan tanda tanya di kalangan IDI dan organisasi profesi lain. Pihak IDI mempertanyakan, apakah draf tersebut merupakan inisiasi Pemerintah atau DPR.

“Kemudian di bulan Februari ada dari baleg bahwa ini adalah inisiatif DPR. Nah, kemudian kami mempelajari draf RUU Kesehatan itu,” ujar Beni saat aksi demo RUU Kesehatan Omnibus Law di depan Gedung Kemenkes RI Jakarta, Senin 8 Mei 2023.

Poin Penolakan RUU Kesehatan oleh Organisasi Profesi

Setelah mempelajari draf tersebut, IDI menemukan beberapa poin mengapa RUU Kesehatan ini harus ditolak. Poin-poin yang dimaksud antara lain:

  • Draf yang IDI pelajari dan kaji terkait pelayanan kesehatan justru menghilangkan unsur-unsur lex specialis di dalam Undang-Undang Profesi.
  • Dalam draf ada penghapusan anggaran yang sudah ditetapkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM). Jadi, Pemerintah mengusulkan agar anggaran yang ditetapkan sebesar 10 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) itu dihapuskan.

“Itu tentu kami tolak, kenapa? Karena masyarakat pasti terabaikan di sini. Alokasi 10 persen saja tidak terserap secara maksimal, apalagi kalau itu dihapuskan. Ini menjadi persoalan khusus,” kata Beni.

4 dari 4 halaman

Seluruh UU Profesi Tak Berlaku jika RUU Kesehatan Disahkan

Poin selanjutnya yang membuat IDI menolak RUU Kesehatan, yakni:

  • Seluruh undang-undang yang mengatur dokter, dokter gigi, perawat, bidan, tenaga kesehatan, rumah sakit dicabut dan dinyatakan tidak berlaku jika RUU ini disahkan nantinya. Pencabutan ini dinilai mengganggu perlindungan dan hak masyarakat, tambah perwakilan dari organisasi profesi kesehatan itu.
  • Pemerintah menghapuskan satu-satunya unsur organisasi profesi. Padahal, Beni Satria menilai organisasi profesi bisa memberi perlindungan pada masyarakat dan sudah diatur dalam undang-undang.

“Undang-undang profesi itu hak wajib satu untuk memberi perlindungan kepada masyarakat. Jangan sampai ada double standard, dobel profesi yang kemudian menimbulkan kegaduhan dan masyarakat tidak mendapatkan haknya," jelasnya.

  • Terkait pasal aborsi, tadinya diatur maksimal 8 minggu. Dalam RUU Kesehatan, aborsi dibolehkan hingga 14 minggu di mana janin sudah terbentuk. Ini dinilai bukan lagi kategori aborsi melainkan pembunuhan janin.
  • Terkait legalisasi tembakau dan alkohol. IDI khawatir banyak masyarakat yang tidak terlindungi dari sisi kesehatan.