Liputan6.com, Jakarta - Capaian imunisasi anak mengalami hambatan selama tiga tahun terakhir akibat pandemi COVID-19. Hal ini melatarbelakangi beberapa pihak merekomendasikan imunisasi ganda.
Menurut Ketua Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Hartono Gunardi, imunisasi ganda adalah imunisasi yang dilakukan lebih dari satu suntikan dalam kunjungan yang sama.
Baca Juga
“Imunisasi ganda adalah pemberian suntikan imunisasi dengan dua suntikan atau lebih. Bisa di paha kanan satu, di paha kiri satu. Kalau tiga suntikan bagaimana? Ya di paha kanan dua di paha kiri satu dengan jarak antar suntikan 2,5 cm,” kata Hartono usai diskusi Pekan Imunisasi Dunia 2023 bersama GSK Indonesia di Jakarta, Senin, 8 Mei 2023.
Advertisement
Ia menambahkan, imunisasi ganda sudah dilakukan di berbagai negara. Bahkan, di Amerika Serikat suntikan gandanya bukan cuma dua tapi lima suntikan di hari yang sama.
Suntikan satu kali acap kali memicu kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) pada anak. Ini dapat berupa demam dalam waktu 24 hingga 48 jam.
Lantas, apakah suntikan ganda membuat risiko KIPI semakin tinggi?
Menjawab tanya tersebut, Hartono mengatakan bahwa penelitian menunjukkan bahwa risiko KIPI-nya tidak berubah.
“Dari penelitian di Indonesia maupun di luar negeri, KIPI tidak meningkat. Tidak berbeda secara statistik, ada yang meningkat sedikit, ada yang turun sedikit. Jadi rata-rata jika dibandingkan, diuji secara saintifik, tidak meningkat (KIPI-nya).”
Demamnya Satu Kali
Sebaliknya, imunisasi ganda memiliki kelebihan tersendiri. Salah satunya, KIPI yang timbul hanya satu kali.
“Malah, sakitnya, demamnya cuma satu kali (kalau imunisasi ganda). Kalau imunisasinya dipisahkan, kemungkinan demamnya bisa dua kali. Kalau suntikannya diberikan bareng, demamnya hanya satu kali,” ujar Hartono.
Di sisi lain, imunisasi ganda juga terbilang lebih praktis. Pasalnya, orangtua dan anak tidak perlu ke fasilitas kesehatan (faskes) berkali-kali untuk mendapat imunisasi. Cukup satu kali datang ke faskes, anak sudah bisa mendapat beberapa perlindungan dari imunisasi.
Advertisement
Akibat Pandemi COVID-19
Imunisasi ganda menjadi salah satu cara mengejar ketertinggalan anak dalam mendapatkan imunisasi.
Seperti diketahui, dalam tiga tahun terakhir dunia dihadapkan dengan pandemi COVID-19. Ini berdampak pada pelaksanaan layanan imunisasi yang terhambat.
Secara global, berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 2021, sebanyak 25 juta anak tidak mendapatkan imunisasi lengkap. Data ini 5,9 juta lebih banyak dari tahun 2019 dan merupakan jumlah tertinggi sejak tahun 2009.
Sementara di Indonesia, jumlah anak yang belum diimunisasi lengkap sejak 2017 hingga 2021 adalah 1.525.936 anak. Untuk menekan jumlah ini, di tahun 2022 pemerintah Indonesia telah melaksanakan Bulan Imunisasi Anak Nasional (BIAN). Namun, capaian BIAN belum mencapai target, terutama provinsi yang berada di luar regional Jawa dan Bali, di mana capaian rata-rata di regional ini masih di bawah 35 persen.
Vaksin Adalah Hak Setiap Orang
Dalam kesempatan yang sama, Medical Director Vaccines GSK Indonesia Deliana Permatasari mengatakan bahwa vaksin merupakan hak setiap orang agar terhindar dari berbagai penyakit yang sebenarnya dapat dicegah.
Vaksin telah terbukti mencegah 4-5 juta kematian setiap tahunnya dan merupakan salah satu intervensi kesehatan masyarakat yang paling sukses, aman, dan hemat biaya.
“Upaya mengejar ketertinggalan imunisasi merupakan hal yang penting dilakukan agar anak memiliki sistem kekebalan tubuh yang kuat, sehingga dapat terhindar dari penyakit menular yang berbahaya serta berisiko rendah mengalami komplikasi saat terkena penyakit,” kata Deliana.
Ia menambahkan, imunisasi lengkap dapat mencegah Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) di antaranya seperti rotavirus, flu, dan PCV.
“Dan pentingnya terus berkolaborasi dalam melakukan edukasi secara berkesinambungan bersama-sama,” tutup Deliana.
Advertisement