Liputan6.com, Jakarta - Setelah Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencabut status darurat COVID-19 atau Public Health Emergency of International Concern (PHEIC) pada 4 Mei 2023, muncul pertanyaan, apakah sekarang pembatasan di lintas negara terutama syarat perjalanan internasional sudah bebas?
Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito menjelaskan, keputusan pencabutan PHEIC oleh WHO, bukan berarti syarat perjalanan internasional langsung berubah. Sebab, aturan perjalanan secara internasional antar negara sebenarnya belum diatur relaksasinya.
Baca Juga
"Jadi begini lho, enggak mungkin melakukan seperti itu, dicabut -- status darurat COVID-19 global -- terus serta merta (syarat perjalanan) berubah langsung," jelas Wiku saat dihubungi Health Liputan6.com melalui sambungan telepon pada Rabu, 10 Mei 2023.
Advertisement
"Persyaratan pelaku perjalanan secara internasional di antar negara juga belum diatur relaksasinya."
Regulasi Perjalanan Antar Negara Berbeda
Kembali ditegaskan Wiku, regulasi perjalanan tergantung dari kebijakan masing-masing negara. Setiap negara mempunyai pertimbangan sendiri.
WHO pun tidak bisa mengatur regulasi perjalanan di tiap negara.
"Iya betul, regulasi itu yang mengatur masing-masing negara seperti Indonesia, sehingga bisa berbeda antar negara," tegasnya.
"Jadi enggak bisa serta merta berubah langsung, karena WHO enggak bisa ngatur langsung juga di setiap negara kan. Paling cuma mengimbau, karena tiap negara punya pertimbangan masing-masing."
Syarat Perjalanan Bukan Hanya Diatur Sektor Kesehatan
Dalam hal syarat perjalanan di masing-masing negara, Wiku Adisasmito menerangkan bukan hanya diatur sektor kesehatan, melainkan ikut melibatkan kementerian/lembaga lain, khususnya Kementerian Perhubungan (Kemenhub).
"(Syarat perjalanan) bukan hanya sektor kesehatan yang mengatur. Bisa saja yang mengatur dari Kemenhub kan. Jadi perlu ada kesepakatan di dalam negara itu, termasuk di Indonesia juga begitu," terangnya.
Aktivitas Sosial Ekonomi Masyarakat sudah Tinggi
Yang paling penting saat ini, menurut Wiku, aktivitas sosial ekonomi masyarakat tidak terganggu. Bahkan aktivitas sosial ekonomi terus naik selepas pandemi COVID-19 terkendali dalam setahun terakhir di berbagai negara.
"Tapi perlu diingat pesan ke masyarakat, apakah sekarang aktivitasnya terganggu atau enggak sih, sosial ekonominya? Sebenarnya kan enggak. Aktivitas sosial ekonominya sudah tinggi sekali," pungkasnya.
Advertisement
Pesan WHO, Tetap Hati-hati bahwa COVID Masih Ada
Walau begitu aktivitas sosial ekonomi masyarakat tinggi, Wiku Adisasmito mengingatkan pesan WHO pada pencabutan status darurat COVID-19 global. Bahwa COVID masih ada dan diharapkan masyarakat tetap berhati-hati.
"Kan WHO memberikan pesan, intinya bahwa COVID masih ada, jadi tetap harus hati-hati dan program vaksinasi dan seterusnya juga mesti dilanjutkan. Pokoknya pesan WHO kan begitu," ucapnya.
Pelonggaran Perjalanan di Jepang
Salah satu pelonggaran syarat perjalanan kini terlihat di Jepang. Hal ini seiring dengan Jepang memutuskan penurunan status COVID-19 setara dengan flu.
Pada Kamis, 27 April 2023, Jepang secara resmi memutuskan untuk menurunkan status COVID-19 ke tingkat setara dengan flu musiman mulai 8 Mei 2023. Langkah itu akan membuka jalan bagi normalisasi penuh kegiatan sosial dan ekonomi.
Keputusan Pemerintah untuk mengklasifikasikan COVID-19 ke penyakit Kelas 5 seperti flu musiman itu diartikan bahwa keadaan darurat tidak akan lagi dikeluarkan ketika infeksi kembali terjadi.Â
Tanggungan pemerintah untuk biaya medis terkait virus Corona untuk rawat jalan dan rawat inap juga akan berakhir, kecuali untuk perawatan yang mahal.
Akan tetapi, beberapa ahli penyakit menular ingin pemerintah berhati-hati tentang mengembalikan situasi ke sebelum pandemi dengan cepat. Mereka menekankan bahwa lansia dan orang yang rentan terhadap virus Corona agar terus memakai masker wajah untuk melindungi diri mereka sendiri.
"Masih ada risiko tinggi jika orang-orang mulai keluar seperti yang mereka lakukan sebelum pandemi virus corona," kata Tetsuya Matsumoto, seorang profesor penyakit menular di International University of Health and Welfare, dikutip dari Kyodo.
Tarif JR Pass Naik
Selama bertahun-tahun, Japan Rail Pass alias JR Pass telah jadi salah satu cara terbaik wisatawan dalam menjelajah Jepang. Namun, seiring longgarnya aturan perbatasan Negeri Sakura, tarif JR Pass dilaporkan mengalami kenaikan.
JR Pass memungkinkan pelancong mengakses tiket kereta yang dioperasikan Japan Railways Group (JR) dalam jumlah tidak terbatas. JR tidak hanya mengelola jalur lokal paling nyaman untuk mencapai dan mengelilingi area wisata utama Jepang, JR Pass juga memungkinkan pelancong menggunakan jaringan kereta shinkansen.
Saat ini, melansir Japan Today, Senin, 24 April 2023, tiket tujuh hari berharga 29.640 yen (sekitar Rp3,3 juta), dan karena tarif shinkansen pulang pergi dari Tokyo ke Kyoto sekitar 26 ribu yen (sekitar Rp2,9 juta), membeli JR Pass adalah hal yang mudah jika Anda berencana mengunjungi dua kota tersebut.
Bila ingin mampir, misalnya, ke Osaka, Hiroshima, atau Nagano, pelancong dapat menghemat banyak uang dengan JR Pass. Namun, pengeluaran akan lebih sulit dihitung setelah pengumuman harga JR Pass standar akan naik hampir 70 persen.
Advertisement