Liputan6.com, Jakarta - Penyakit hipertensi atau tekanan darah tinggi kini bukan lagi hanya dialami orang tua. Faktanya, kasus hipertensi pada orang-orang berusia muda kini mengalami peningkatan.
Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI menunjukkan, pada tahun 2013, penyakit hipertensi dialami oleh sebesar 27 persen masyarakat. Lalu, pada tahun 2018, angka tersebut naik menjadi 34 persen.
Baca Juga
Dari data pemerintah tersebut, cakupan usia dewasa muda yang mengalami hipertensi sebesar 13 persen pada tahun 2013. Sementara itu, pada tahun 2018, meningkat menjadi 18 persen.
Advertisement
Seorang dokter spesialis penyakit dalam, Yassir mengungkap, pasien usia dewasa muda yang dimaksud dalam data adalah pasien dengan umur 19–24 tahun.
“Umur 19–24 tahun yang kita tangani untuk ginjal hipertensi dewasa. Kalau di bawah 19 tahun, mereka ditangani oleh spesialis anak,” tuturnya dalam podcast Radio Kesehatan Kemenkes RI, PODKES, bertajuk ‘Hipertensi Pada Usia Muda, Bisakah Terjadi?’ yang diunggah pada Jumat, (19/5/2023).
Ia mengungkap, pada pasien hipertensi usia muda, penyebab hipertensi primer masih mendominasi, yaitu sebesar 80 persen.
Hipertensi primer atau hipertensi esensial adalah kondisi peningkatan tekanan darah tanpa adanya penyakit lain yang mendasarinya, seperti melansir Klikdokter.
Yassir menambahkan, penyebab pasti hipertensi primer tidak dapat diketahui. “Terkadang itu karena genetik juga, ada kelainan pembuluh darah sehingga pembuluh darah itu lebih resisten,” terang pria tamatan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia itu.
Meski begitu, Yassir mengingatkan, masyarakat usia dewasa muda juga perlu memperhatikan penyebab hipertensi sekunder, salah satunya gaya hidup. Sebab, sebesar 20 persen hipertensi pada anak muda disebabkan oleh hipertensi sekunder.
“Pada usia muda, memang hipertensi esensial masih dominan, sebesar 80 persen. Tapi kita harus perhatikan juga, ada penyebab hipertensi sekunder, yaitu 20 persen,” ungkapnya.
Gaya Hidup Jadi Faktor Pencetus Kelainan Hipertensi
Yassir mengungkap, gaya hidup berperan sebagai faktor pencetus hipertensi.
"Gaya hidup bukan penyebab langsung, tetapi penyebab pencetus. Karena kalau penyebab langsung biasanya penyakit pembuluh darah, terutama ginjal," kata dokter yang berpraktik di RSUP Persahabatan.
Sebagai faktor pencetus, gaya hidup yang tak sehat dapat menyebabkan obesitas. Kemudian, obesitas bisa mendorong terjadinya kelainan pembuluh darah.
“Gaya hidup itu berkaitan sebagai pencetus kelainan ginjal. Seperti obesitas, itu bisa menyebabkan kelainan pembuluh darah di ginjal,” kata dokter anggota Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) tersebut.
Alhasil, seperti disebut Yassir, kelainan pembuluh darah dapat menyebabkan hipertensi secara langsung.
Advertisement
Hipertensi, Silent Killer pada Usia Dewasa Muda
Hipertensi bisa berbahaya pada usia dewasa muda bukan tanpa alasan. Sebab, menurut Yassir, hipertensi dapat mengancam tubuh secara perlahan dan tak disadari, atau disebut juga silent killer.
“Penyakit hipertensi ini sebenarnya silent killer. Artinya, hipertensi terkadang tidak ketahuan. Apalagi usia muda, kalau sakit kepala, muntah, mual, dianggap stres biasa,” tuturnya.
Jika hipertensi makin lama tak diketahui, lanjut Yassir, tentu makin lama juga penanganan diberikan. Tentunya, hal ini bisa berbahaya untuk pasien.
“Jika makin lama tak diobati, jika sampai jangka waktu 5–10 tahun, mungkin bisa terjadi kelainan kardiovaskular (jantung dan pembuluh darah). Itu yang kita takutkan,” ujarnya.
Ketika sudah terjadi kelainan kardiovaskular pada pasien, Yassir mengungkap, pasien bisa mengalami jantung membesar.
“Lama-lama kalau jantung membesar tidak diobati juga, akhirnya terjadi gagal jantung,” jelasnya.
Mengontrol Tekanan Darah dengan Modifikasi Gaya Hidup
Selain pengobatan, Yassir menganjurkan pasien hipertensi usia dewasa muda untuk melakukan modifikasi gaya hidup.
“Pertama, aktivitas olahraga, lakukan tiga kali dalam seminggu. Setiap hari juga lebih bagus karena itu memperbaiki kardiovaskular, metabolisme tubuh, mengurangi berat badan agar tidak obesitas,” sarannya.
Ia juga menegaskan pada anak muda untuk berhenti merokok. “Jangan merokok hanya untuk bergaya. Karena merokok sudah terbukti—jangankan hipertensi, jantung, lambung, semuanya juga bisa kena,” terang Yassir.
Selanjutnya, ia mengungkap, makan buah-buahan dan sayuran juga tak kalah penting.
“Kurangi makan makanan yang mengandung garam, yang asin-asin,” katanya.
Tak hanya itu, konsumsi alkohol juga menjadi hal yang wajib dihindari atau diberhentikan, mengutip Yassir.
“Saya belum ada datanya, apakah alkohol sudah menjadi kebiasaan atau tidak bagi anak muda di Indonesia. Tapi, tentu (pasien) bisa setop minum alkohol,” pungkasnya.
Advertisement