Liputan6.com, Jakarta RUU Kesehatan yang sedang dibahas Pemerintah dan DPR RI dinilai lebih baik dalam mengatur perlindungan hukum tenaga kesehatan (nakes). Rancangan undang-undang dengan metode omnibus law ini memperkuat perlindungan nakes dibanding aturan dalam undang-undang kesehatan yang telah eksisting.
Penilaian di atas disampaikan anggota Komisi IX DPR RI Edy Wuryanto yang juga sebagai anggota Panitia Kerja (Panja) dari Fraksi PDI-Perjuangan. Ia turut menyerap aspirasi masyarakat terkait RUU Kesehatan.
Baca Juga
"RUU Kesehatan jika dicermati lebih dalam justru lebih baik dalam perlindungan hukum. Misalnya, pada Pasal 327 yang menyebutkan, tenaga medis atau tenaga kesehatan diduga melakukan kesalahan dalam menjalankan profesinya yang menyebabkan kerugian kepada pasien, perselisihan yang timbul akibat kesalahan tersebut diselesaikan terlebih dahulu melalui alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan," tutur Edy melalui pernyataan resmi yang diterima Health Liputan6.com baru-baru ini.
Advertisement
"Pada pasal sebelumnya telah disebutkan, bagaimana penyelesaian masalah sebelum sampai ranah hukum. Misalnya, Pasal 320-322 yang menuliskan, mekanisme pelaporan tindakan tenaga medis atau kesehatan yang berpotensi merugikan."
Tindak Lanjut Majelis Kedisiplinan
Mekanisme pelaporan yang dimaksud melalui konsil kedokteran atau keprofesian lain. Kemudian ditindaklanjuti oleh majelis kedisiplinan di masing-masing organisasi profesi kesehatan.
“Sebelum seseorang diproses hukum, maka di luar pengadilan di fasilitasi oleh majelis disiplin. Umumnya, yang melakukan pelanggaran hukum itu didahului dengan pelanggaran etik dan disiplin,” jelas Edy.
Perlindungan Nakes Sejak Masih Belajar
Ditambahkan Edy Wuryanto, dalam Daftar Inventaris Masalah (DIM) yang sudah dikirimkan oleh Pemerintah kepada DPR terdapat usulan perlindungan tenaga medis dan kesehatan sejak masih belajar atau menempuh pendidikan.
Hal itu tertulis dalam DIM RUU Kesehatan dari Pemerintah pasal 208E. Begitu juga perlindungan hukum tenaga kesehatan yang bertugas saat wabah, Kejadian Luar biasa (KLB) atau bencana yang tertuang dalam Pasal 408 ayat 1.
“Tentunya DPR dan Pemerintah akan terus membahas untuk menyempurnakan kekurangan di setiap pasal,” ujarnya.
Perlindungan Hukum Jadi Concern
Dinamika RUU Kesehatan terus berlanjut. Beberapa waktu lalu, Panitia Kerja (Panja) RUU Kesehatan dari Komisi IX DPR RI menerima perwakilan dari organisasi profesi kesehatan dan perwakilan masyarakat yang peduli terkait kesehatan.
“Hal-hal yang menyangkut perbedaan pendapat tentang mutu SDM kesehatan, sistem pendidikan kesehatan terutama pendidikan spesialis, lalu perlindungan hukum tenaga kesehatan menjadi concern kami,” kata Edy. Legiselator dari Dapil Jawa Tengah III ini.
Ia meyakini bahwa setiap opini membawa kebaikan. Sehingga perlu memberi ruang kepada seluruh pihak untuk mengungkapkan pendapat.
Advertisement
Terbuka Atas Masukan Organisasi Profesi
Edy Wuryanto juga bersikap terbuka atas masukan yang diberikan oleh organisasi profesi untuk RUU Kesehatan. Ia mengajak organisasi profesi kesehatan untuk turut banyak berperan dalam penyusunan RUU Kesehatan.
Tak lupa, ia mengingatkan agar Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan ini berlandaskan pada kepentingan rakyat, bukan kepentingan segelintir kelompok.
“Adanya organisasi profesi, DPR RI, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan lainnya adalah untuk memastikan hak masyarakat dapat diberikan dengan layak dan baik,” imbuh Edy.
Kekhawatiran Kriminalisasi Tenaga Medis
Edy ikut menyimak aksi damai yang dilakukan dokter dan tenaga kesehatan yang menolak pembahasan RUU Kesehatan. Kekhawatiran organisasi profesi terkait kriminalisasi tenaga medis dan kesehatan karena adanya pasal-pasal di RUU Kesehatan juga menjadi catatan bagi Edy.
Sehingga organisasi profesi meminta agar pasal tersebut diperbaiki.
“Saya pahami kekhawatiran teman-teman tenaga medis dan kesehatan. Kami di DPR mencoba melaksanakan tanggungjawab untuk menyejahterakan seluruh lapisan masyarakat,” ungkap Edy.
Pasal-pasal Terkait Hukum yang Dikhawatirkan Dokter
Terpisah, Juru Bicara Kemenkes RI Mohammad Syahril mengatakan, pasal-pasal terkait hukum yang dikhawatirkan para dokter dan tenaga kesehatan sudah ada di undang-undang yang berlaku saat ini dan tidak ada organisasi profesi dan individu yang bersuara dan berinisiatif untuk memperbaikinya setelah berlaku hampir 20 tahun ini.
“DPR justru memulai inisiatif untuk memperbaiki undang-undang yang ada sehingga pasal-pasal terkait pelindungan hukum ini menjadi lebih baik. Pemerintah pun mendukung upaya ini," kata Syahril dalam keterangannya, Kamis (11/5/2023).
"Menolak RUU akan mengembalikan pasal-pasal terkait hukum yang ada seperti dulu. Yang sudah terbukti membuat banyak masalah hukum bagi para dokter dan nakes. Jadi, kalau memang kekhawatirannya masalah pelindungan hukum, kenapa tidak dari dulu sih organisasi profesi bergerak dan berinisiatif untuk mengubah?"
Usulan RUU Kesehatan yang Dianggap Bermasalah
Salah satu usulan peraturan dalam RUU Kesehatan yang dianggap bermasalah oleh organisasi profesi adalah situasi di mana dokter dapat digugat secara pidana atau perdata meskipun sudah menjalani sidang disiplin.
Padahal, aturan tersebut adalah aturan lama yang sudah berlaku di UU Praktik Kedokteran 29 Tahun 2004 saat ini.
Dalam pasal 66 ayat (1) UU Praktik Kedokteran 29/2004 disebutkan, setiap orang yang mengetahui atau kepentingannya dirugikan atas tindakan dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran dapat mengadukan secara tertulis kepada Ketua Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia.
Lebih lanjut, ayat (3) menyatakan, pengaduan tersebut tidak menghilangkan hak setiap orang untuk melaporkan adanya dugaan tindak pidana kepada pihak yang berwenang dan/atau menggugat kerugian perdata ke pengadilan.
Menurut Syahril, pasal-pasal di atas masih dalam pembahasan oleh DPR dan Pemerintah untuk dapat diperbaiki.
Advertisement