Liputan6.com, Jakarta - Era saat ini membuat penggunaan media sosial meningkat pesat, termasuk pada anak dan remaja di dunia. Cukup banyak studi hingga ulasan dari para pakar yang menyebut dampak berbahaya dari media sosial.
Salah satunya ikut diangkat oleh Kepala Badan Kesehatan Masyarakat AS, Dr Viviek Murthy. Dalam sebuah laporan yang rilis pada Selasa, 23 Mei 2023 lalu, Murthy menyajikan data soal penggunaan media sosial di kalangan anak dan remaja.
Baca Juga
Setidaknya 95 persen remaja usia 13-17 tahun melaporkan adanya penggunaan media sosial. Lebih dari sepertiganya menyebut bahwasanya mereka memakai media sosial secara terus-menerus. Selain itu, hampir 40 persen anak usia 8-12 tahun di AS juga menggunakan media sosial.
Advertisement
Letak Bahaya Media Sosial untuk Anak dan Remaja
Menyikapi hal itu, Murthy memberikan peringatan soal apa-apa saja dampak media sosial yang bisa membahayakan kesehatan mental anak dan remaja.
Menurutnya, paparan dari media sosial bisa memengaruhi kesehatan mental anak dan remaja karena di masa usia itu, mereka sebenarnya baru saja memasuki masa-masa pembentukan jati diri.
Terlebih lagi Murthy menjelaskan jikalau perkembangan otak anak dan remaja pada masa ini masih sangat rentan terhadap tekanan.
"Pada masa remaja awal, ketika identitas dan rasa terhadap harga diri baru terbentuk, perkembangan otak sangat rentan pada tekanan sosial, pendapat teman sebaya, dan perbandingan teman sebaya," ujar Murthy mengutip People, Jumat (26/5/2023).
Anak dan Remaja Mudah Terpengaruh Media Sosial
Lebih lanjut Murthy mengungkapkan bahwa anak dan remaja sangat mudah terpengaruh oleh terlalu banyak paparan dari aplikasi seperti Instagram dan TikTok.
"Mereka berada dalam fase perkembangan yang berbeda, dan mereka berada dalam fase kritis perkembangan otak," kata Murthy.
Laporan yang dibawa oleh Murthy turut menunjukkan apa saja dampak yang berisiko muncul terkait penggunaan media sosial. Diantaranya adalah gangguan makan, dismorfia tubuh, dan kepercayaan diri yang rendah.
Beberapa laporan lain menunjukkan adanya risiko menimbulkan attention deficit hyperactivity disorder atau ADHD.
Itulah yang membuat Murthy mendorong para orangtua dan pengasuh lainnya untuk memantau penggunaan media sosial anak-anak mereka lewat pembentukan rencana soal batasan tertentu.
Advertisement
Larangan Penggunaan TikTok di Montana AS
Sepekan sebelum Murthy keluar dengan laporannya, Gubernur Montana Greg Gianforte telah menyetujui larangan penggunaan TikTok di seluruh negara bagiannya.
Berkaitan dengan hal itu, Montana menjadi negara bagian pertama yang mencoba menolak platform media sosial yang sangat populer tersebut. Gianforte sendiri sudah menandatangani undang-undangnya.
Undang-undang itu mengutip masalah keamanan dan berpendapat bahwa TikTok punya risiko mengarahkan anak di bawah umur untuk terlibat dalam aktivitas berbahaya dalam menghasilkan konten.
Sebab, sempat heboh beberapa aktivitas berbahaya yang dilakukan masyarakatnya akibat mencontoh konten-konten yang ada di TikTok.
Keamanan Media Sosial Belum Dapat Dipastikan
Murthy sendiri belum mengutuk sepenuhnya penggunaan media sosial untuk anak dan remaja. Namun, Murthy menegaskan jikalau pihaknya juga belum bisa memastikan media sosial cukup aman digunakan anak dan remaja.
"Kami belum memiliki cukup bukti untuk menentukan apakah media sosial cukup aman untuk anak-anak dan remaja," pungkas Murthy.
Advertisement