Sukses

Sering Disebut Silent Killer, Begini Cara Mudah Deteksi Kanker Ovarium Lebih Awal

Deteksi dini kanker ovarium bisa jadi sulit. Hal tersebut jugalah yang membuat kanker ovarium sering disebut sebagai silent killer.

Liputan6.com, Jakarta Berdasarkan data American Cancer Society, hanya ada 20 persen pasien kanker ovarium yang terdeteksi pada stadium awal dan 94 persennya berhasil punya harapan hidup lebih dari lima tahun.

Artinya, ada lebih banyak pasien kanker ovarium yang terdeteksi sudah pada stadium lanjut. Dokter spesialis ginekologi onkologi, Toto Imam Soeparmono sendiri tak menepis jikalau deteksi dini kanker ovarium bisa jadi sulit.

Hal tersebut jugalah yang membuat kanker ovarium sering disebut sebagai silent killer.

"Kalau ovarium itu silent killer, susah deteksi (lebih dini)-nya," kata Toto dalam acara Kampanye 10 Jari Kanker Ovarium bersama AstraZeneca, Cancer Information and Support Center (CISC), dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, Sabtu (27/5/2023).

Kabar baiknya, ada beberapa cara mudah yang bisa dilakukan untuk melakukan deteksi kanker ovarium. Salah satunya melihat dari riwayat keluarga.

Seseorang yang punya riwayat keluarga kanker ovarium dianggap bisa lebih berhati-hati. Mengingat kanker ovarium bisa diturunkan dari orang yang satu darah dengan pasien.

Pemeriksaan yang Bisa Dilakukan

Namun selain itu, menurut Toto, cara paling mudah untuk melakukan deteksi dini kanker ovarium adalah dengan rutin melakukan USG dan pemeriksaan CA 125.

"Deteksi yang paling gampang tentunya dengan USG. Indung telur yang normal itu tiga sentimeter. Kalau kalian lihat indung telur menjadi lima sentimeter, ada sesuatu yang tidak beres," kata Toto.

Sedangkan khusus untuk pemeriksaan CA 125 bisa diketahui melalui hasilnya. Jika hasil pemeriksaan menunjukkan nilai yang melebihi 35 U/mL, maka seseorang dapat dikatakan punya 70 persen risiko kanker ovarium.

2 dari 4 halaman

Kesulitan dalam Penanganan Kanker Ovarium

Lebih lanjut Toto mengungkapkan bahwa kanker ovarium sebenarnya menjadi tantangan besar bagi para ahli. Mengingat kanker ovarium memang tidak menunjukkan gejala awal yang bisa dikenali secara fisik.

"Penyakit ini menjadi tantangan terbesar bagi para ahli onkologi ginekologi karena tidak menunjukkan gejala yang spesifik pada stadium awal," ujar Toto.

"Melainkan baru menunjukkan gejala pada stadium lanjut di mana sel kanker telah menyebar ke organ lain," sambungnya.

Dari sanalah menurut Toto, penting bagi para perempuan melakukan deteksi dini.

"Para perempuan dianjurkan untuk mendeteksi kanker ovarium sejak dini dengan mengenali faktor risiko dan gejala awalnya. Selain itu, penting bagi individu yang memiliki riwayat keluarga dengan kanker ovarium atau payudara untuk melakukan pemeriksaan genetik," kata Toto.

3 dari 4 halaman

Kanker Ovarium Lebih Mudah Ditangani, Jika...

Toto mengungkapkan bahwa selama ini kebanyakan pasien kanker ovarium terdeteksi pada usia lanjut atau 50 ke atas. Namun belakangan banyak pasien kanker yang ditanganinya juga masih berada di usia muda.

"Kebanyakan di sekitar umur 50. Tapi sekarang sudah banyak muda-muda yang saya tangani. Kasihan, belum menikah, kena kanker," ujar Toto.

Padahal, Toto menyebut jikalau penanganan kanker ovarium sebenarnya jauh lebih mudah jika terdeteksinya masih pada stadium awal.

"Gampang menangani tergantung stadium ketika datang. Makin dini, makin awal, tentu makin mudah karena belum terjadi perlengketan, penyebaran kemana-mana. Sehingga angka harapan hidupnya jadi lebih besar," kata Toto.

4 dari 4 halaman

Memahami Lebih Jauh Soal Faktor Risiko Kanker Ovarium

Selain melakukan deteksi dini, penting pula bagi para wanita bisa memahami berbagai faktor risiko kanker ovarium. Seperti riwayat keluarga, misalnya.

"Kanker ovarium dapat diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya, terutama jika ada anggota keluarga yang pernah menderita kanker ovarium atau kanker lainnya seperti kanker payudara, prostat, kolorektal, maupun kanker rahim," kata Toto.

Toto menambahkan, menghindari gaya hidup buruk termasuk dalam hal makanan juga ikut berkontribusi. Sebab, senyawa kimia yang masuk lewat mulut dari makanan bisa menyebabkan sel kanker dalam tubuh menjadi aktif.

"Senyawa-senyawa kimia yang tidak sengaja dimasukan lewat mulut, kemudian berjalan lewat usus, di usus terjadi mutasi. Sehingga senyawa kimia berada di dalam darah dan bikin kanker di mana-mana," kata Toto.