Sukses

Potensi KLB, Satu Daerah di Kota Cirebon Ini Keukeuh Tolak Imunisasi

Ada satu daerah di Kota Cirebon yang masyarakatnya 'keukeuh' yang tetap menolak imunisasi.

Liputan6.com, Bandung Salah satu daerah di Kota Cirebon, Jawa Barat berpotensi menjadi ‘kantong’ kemunculan Kejadian Luar Biasa (KLB) lantaran masyarakatnya ‘keukeuh’ menolak pelaksanaan imunisasi rutin anak. Padahal, daerah dengan cakupan imunisasi rendah sangat rawan terjadi KLB seperti polio dan difteri.

Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Jawa Barat, Nina Susana Dewi mengungkapkan, nama daerah di Kota Cirebon yang menolak imunisasi, yakni Sitopeng. Dinas kesehatan dan tokoh agama sudah berkali-kali datang ke sana untuk sosialisasi imunisasi agar masyarakat memahami perlindungan vaksin terhadap anak.

Sayangnya, penolakan imunisasi dari masyarakat terus terjadi. Perwakilan Unicef yang terjun ke Sitopeng juga belum berhasil membuat orangtua di sana berkenan diimunisasi anak-anaknya.

“Tokoh agama sudah masuk ke sana tapi penolakan sangat kuat di sana. Bahkan teman-teman Unicef juga sudah ke sana dan memang sulit Sitopeng ini,” beber Dewi saat ditemui Health Liputan6.com di Kantor Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, Bandung, ditulis Minggu (28/5/2023).

Imunisasi Bukan Hal yang Penting

Alasan utama adalah masyarakat di Sitopeng menganggap imunisasi bukan hal yang penting. Hal itu dianggap tidak perlu dilakukan.

“Dan sulit secara penolakan, penolakan itu adalah suatu kepercayaan yang menganggap bahwa imunisasi bukanlah hal yang penting sehingga itu bisa dianggap tidak perlu dilakukan," sambung Dewi.

"Kita punya daerah penolakan yang tidak mau diimunisasi dan nama kelurahannya adalah Sitopeng, Cirebon.”

Berdasarkan data cakupan Imunisasi Dasar Lengkap (IDL) tahun 2022 per Januari 2023, Kota Cirebon sendiri terbilang rendah. Imunisasi di angka 85 persen, sedangkan kabupaten/kota lain di Jawa Barat melebihi 90 persen.

2 dari 3 halaman

Kota Cirebon Masih di Bawah Target

Cakupan imunisasi di Kota Cirebon yang masih di bawah target 90 persen menjadi Pekerjaan Rumah (PR) bagi Dinkes Provinsi Jawa Barat. Ini menyasar bagaimana meningkatkan cakupan imunisasi di sana.

“Tapi kita punya PR dengan Kota Cirebon karena dia masih di bawah target (85 persen). Jadi sebenarnya imunisasi itu datanya harus tinggi dan merata di kabupaten dan desa,” Nina Susana Dewi melanjutkan.

“Jadi, jangan sampai desa-desa tidak mencapai target, tapi kabupaten kota tinggi juga tidak bagus kalau untuk imunisasi. Jadi prinsipnya ada tinggi dan merata.”

Perlu Pendekatan Humanis

Pada kesempatan yang sama, Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit  Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat Rochady Hendra Setya Wibawa mengakui, pelaksanaan imunisasi perlu pendekatan humanis.

“Ya kita bisa saja memberikan waktu kepada teman-teman sendiri buat ke daerah yang masyarakatnya masih menolak imunisasi. Kita kasih waktu selama 6 bulan ya kita biayai, dia bisa melihat kondisi sebenarnya di situ seperti apa,” katanya.

“Pendekatan ini enggak bisa pendekatan kekuasaan ya jadi lebih humanis.”

3 dari 3 halaman

Sebabkan Terjadinya KLB

Di Jawa Barat, Rochady Hendra Setya Wibawa melihat sebenarnya daerah-daerah yang menolak imunisasi tidak terlalu banyak. Tapi justru daerah-daerah inilah yang dapat berpotensi sebabkan Kejadian Luar Biasa (KLB).

“Sebetulnya memang kalau dilihat-lihat tidak terlalu banyak, tapi itu yang menyebabkan terjadinya KLB itu kan kantong-kantong tersebut,” pungkasnya.

“Ini yang akan jadi masalah di Indonesia termasuk Sitopeng, Cirebon itu.”

Masalah Agama Agak Sulit

Penolakan imunisasi karena masalah agama diakui Rochady sulit diselesaikan. Contohnya pada kasus KLB Difteri di Garut beberapa waktu silam.

“Memang kalau masalah agama agak sedikit sulit. Ada satu wilayah yang menolak untuk diberikan imunisasi. Pas di Garut itu sempat kepala daerah nya di situ, wakil bupati juga hadir,” imbuhnya.

“Mereka bicara bahwa harus dilakukan vaksinasi difteri. Ulamanya sudah oke dan bilang enggak ada masalah, tapi setelah wakil bupatinya pulang itu ya massa-massa dibubarkan gitu.”