Sukses

Wanita Hamil Punya Risiko Lebih Rendah Terkena Kanker Ovarium, Apa Hubungannya?

Angka kelahiran yang rendah menjadi salah satu faktor risiko kanker ovarium. Artinya, wanita yang pernah hamil punya risiko lebih rendah untuk terkena kanker ovarium.

Liputan6.com, Jakarta Selain kanker payudara, kanker ovarium turut masuk dalam daftar jenis kanker paling mematikan untuk kalangan wanita Indonesia. Kanker ovarium pun terkenal dengan julukannya sebagai silent killer.

Sebab, kebanyakan pasien kanker ovarium memang terdeteksi sudah pada stadium lanjut lantaran sulit menyadari gejalanya di awal-awal terkena. Namun kabar baiknya, masih ada lho faktor risiko kanker ovarium yang bisa diwaspadai.

Angka kelahiran yang rendah menjadi salah satu diantaranya. Dokter spesialis ginekologi onkologi, Toto Imam Soeparmono mengungkapkan bahwa wanita yang pernah hamil punya risiko lebih rendah untuk terkena kanker ovarium.

Lantas, apa hubungan antara hamil dan rendahnya risiko terkena kanker ovarium?

Hamil: Ovarium Punya Waktu Istirahat

Toto menjelaskan, saat hamil, ovarium wanita bisa beristirahat dari proses ovulasi yang sudah terjadi selama bertahun-tahun. Dari sanalah, ovarium punya waktu lebih untuk benar-benar menyembuhkan diri.

"Tiap bulan, indung telur itu mengeluarkan telur. Dia pecah, namanya ovulasi. Ketika mengeluarkan telur itu kadang-kadang menimbulkan rasa sakit. Kemudian ovarium yang dindingnya pecah tadi berdarah, dia mengalami proses penyembuhan," kata Toto dalam acara Kampanye 10 Jari Kanker Ovarium bersama AstraZeneca, Cancer Information and Support Center (CISC), dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI ditulis Selasa, (30/5/2023).

"Jadi pecah yang kanan, sembuh. Bulan depan pecah yang kiri, sembuh. Begitu seterusnya. Nah ketika orang ini hamil, maka peristiwa ovulasi ini tidak terjadi. Otomatis ovariumnya istirahat," sambungnya.

2 dari 4 halaman

Kontribusi Masa Nifas untuk Ovarium Istirahat

Begitupun saat wanita memasuki masa nifas usai melahirkan. Toto mengungkapkan bahwa selama kira-kira dua tahun dari proses hamil, melahirkan, dan nifas, ovarium punya cukup waktu untuk istirahat.

"Ditambah nifas, istirahat lagi. Jadi tidak terjadi ovulasi, tidak terjadi proses 'perlukaan' gitu selama kira-kira dua tahun. Itu bisa menyelamatkan. Kalau punya anak, menyusui, maka istirahatlah ovarium selama kira-kira dua tahun," ujar Toto.

Toto menambahkan, berbeda halnya jika wanita tidak menjalani proses tersebut. Maka, ovarium akan terus aktif dan ada risiko perlukaan pada sel yang tidak sepenuhnya sembuh. Dari sanalah, mutasi yang memicu kanker ovarium bisa terjadi.

"Kalau tidak pernah hamil, tidak menyusui, maka pecah sembuh pecah sembuh. Jadi suatu ketika perlukaan tadi ada sel yang tidak sembuh, terjadilah mutasi di situ," kata Toto.

Makanya makin sedikit anaknya, makin sedikit dia istirahat ovariumnya. Apalagi tidak pernah punya anak. Jadi lebih bahaya (risikonya terkena kanker ovarium)," tegasnya.

3 dari 4 halaman

Risiko Terkena Kanker Ovarium Mengecil

Meski begitu, Toto menambahkan jikalau bukan berarti orang yang hamil dan menyusui tidak ada risiko sama sekali terkena kanker ovarium. Risiko tentu masih ada, hanya saja sudah diminimalisir dari proses kehamilan hingga masa nifas.

"Tidak menutup fakta bahwa orang yang punya anak pun ada yang kena kanker, karena faktor risiko kanker juga bukan hanya dari tidak kawin saja. Ada faktor kimiawi, polusi udara, polusi asam termasuk rokok, stres. Itu membantu menurunkan daya tahan tubuh, multifaktor," ujar Toto.

Gaya hidup buruk sendiri menjadi faktor risiko kanker ovarium. Toto mengungkapkan bahwa senyawa kimia yang masuk dalam mulut seperti dari makanan dapat berperan dalam menyebabkan sel kanker dalam tubuh menjadi aktif.

"Senyawa-senyawa kimia yang tidak sengaja dimasukan lewat mulut, kemudian berjalan lewat usus, di usus terjadi mutasi. Sehingga senyawa kimia berada di dalam darah dan bikin kanker di mana-mana," kata Toto.

"Pada perempuan, salah satunya kanker ovarium dan kanker payudara. Makanya harus hati-hati makan."

4 dari 4 halaman

Kimia Makanan Tingkatkan Risiko Kanker Ovarium

Toto mengambil contoh dengan makan bakso yang sudah dipakaikan boraks untuk mengenyalkan daging. Belum lagi, ketika makannya sambil dikasih saus yang sudah mengandung pewarna dan micin yang berlebihan.

"Mohon maaf ya, saya ambil contoh bakso saja deh. Semangkuk bakso, ada pentolnya, ada yang dia pakai boraks untuk mengenyalkan daging. Kasih saus, warnanya pakai pewarna kain," kata Toto.

"Kemudian minyak dan lagi micinnya banyak gak tanggung-tanggung. Pasti saat membuat kuahnya sudah pakai micin, tapi orang ambil minta micin lagi. Coba, semangkuk isi senyawa kimianya banyak sekali."

Contoh lain yakni dengan konsumsi mi instan dan kebiasaan merokok. Menurutnya, konsumsi mi instan memang masih diperbolehkan jika hanya sesekali saja.

"Boleh kalau sebulan makan mi instan itu sekali saja. Tapi ingat, ada yang merokok. Belum lagi semangkuk bakso. Coba bayangkan berapa banyak senyawa kimia yang masuk dalam tubuh orang itu," kata Toto.