Sukses

Gejala Rabies pada Manusia dan Cara Penanganan Jika Telanjur Digigit Anjing Liar

Rabies tak hanya dapat memengaruhi kesehatan hewan, melainkan dapat menular ke manusia lewat gigitan anjing liar yang belum mendapatkan vaksinasi.

Liputan6.com, Jakarta Rabies dapat menjadi tantangan besar untuk Indonesia. Sebab, rabies tak hanya dapat memengaruhi kesehatan hewan, melainkan bisa ikut menular ke manusia lewat gigitan anjing.

Berkaitan dengan hal tersebut, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI pun menjelaskan gejala rabies pada manusia yang bisa diwaspadai.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2PM) Kemenkes RI, Dr Imran Pambudi mengungkapkan ada beberapa gejala rabies yang bisa muncul usai seseorang terkena gigitan anjing liar.

"Pada tahapan awal itu timbul demam, lemas, lesu, insomnia, sakit kepala hebat. Kemudian sering ditemukan nyeri (karena sakit tenggorokan), ini yang akhirnya membuat kaku sehingga dia tidak bisa menelan," ujar Imran dalam konferensi pers yang berlangsung Jumat, (2/6/2023).

"Setelah itu akan lanjut ke rasa kesemutan, panas di lokasi gigitan, kemudian timbul fobia yaitu hidrofobia, dia takut air. Kemudian aerofobia, dan fotofobia. Jadi dia takut dengan cahaya. Akhirnya bisa meninggal dunia," sambungnya.

Pasien Rabies Berat Harus Isolasi

Imran mengungkapkan bahwa karena gejala-gejala berupa fobia itulah, pasien rabies yang masuk kategori berat harus melakukan isolasi. Saat tidak isolasi di tempat yang tempat, pasien rabies bisa menjadi ganas karena kehilangan kendali.

"Tata laksana pada orang yang sudah masuk ke gejala rabies yang berat itu mereka harus diterapkan isolasi di rumah sakit di ruang yang gelap karena mereka takut kena cahaya. Kalau kena cahaya mereka akan meraung-raung jadi ganas," kata Imran.

2 dari 4 halaman

Hal yang Harus Dilakukan Jika Kena Gigit Anjing Liar

Lebih lanjut, Imran mengungkapkan bahwa tata laksana penyakit rabies pada manusia tergantung pada kategori risikonya. Pada kategori risiko rendah, pasien tidak perlu mendapatkan VAR (vaksin anti rabies) atau SAR (serum anti rabies).

"Kalau di manusia itu nanti akan kita lihat dia masuk kategori satu (rendah), atau kategori dua dan tiga (tinggi). Kategori satu itu pada orang-orang yang terjadi kontak terjilat. Itu terjilat oleh hewan yang kita duga rabies tapi tidak ada luka. Kategori satu tidak perlu diberikan vaksin dan serum," kata Imran.

"Kategori dua itu adalah tercakar tapi tidak sampai berdarah, kalau kategori tiga sudah berdarah ada luka terbuka. Maka dia harus diberikan VAR dan SAR."

Imran menambahkan usai terkena gigitan anjing, pasien sebaiknya langsung memeriksakan kondisi ke fasilitas kesehatan (faskes). Dengan begitu, area yang terkena gigitan bisa langsung dicuci bersih dengan prosedur yang sesuai.

"Harus sesegera mungkin begitu digigit itu ke faskes untuk dilakukan cuci luka," ujar Imran.

3 dari 4 halaman

Sebagian Besar Kasus Rabies pada Manusia Terlambat Ditangani

Sebelumnya, Imran mengungkapkan bahwa sebagian besar kasus rabies pada manusia disebabkan karena pasien terlambat untuk memeriksakan kondisi ke fasilitas kesehatan.

Seringkali pasien menyepelekan gigitan anjing, terutama yang tidak menimbulkan luka. Kemudian kepanikan baru muncul saat anjing yang menggigit mereka tiba-tiba mati dan diduga terkena rabies.

"Mereka merasa, 'Ah, ini gigitannya kecil kok. Enggak sampai berdarah kok. Anjingnya juga anjing tetangga yang biasa main dengan saya kok'. Jadi menyepelekan. Sehingga mereka datang pada kondisi yang seringnya itu di atas satu bulan setelah digigit," ujar Imran.

"Artinya kalau sudah satu bulan, kita tidak tahu hewannya seperti apa dan rata-rata mereka baru panik bawa ke faskes setelah tahu anjing yang menggigit itu mati."

4 dari 4 halaman

Apa Risikonya Jika Digigit Anjing Rabies?

Seperti diketahui, gigitan dari anjing yang mengalami rabies bisa menimbulkan kerusakan pada saraf manusia. Imran mengungkapkan, letak gigitannya turut berpengaruh dalam menentukan soal risiko kerusakan sarafnya.

"Prinsipnya kalau lokasi gigitannya semakin dekat dengan saraf itu prognosisnya lebih buruk, karena dia akan cepat sampai ke saraf tadi," kata Imran.

Sejauh ini sepanjang 2023, data milik iSIKHNAS melaporkan adanya 234 kasus rabies pada hewan dari 10 provinsi berbeda di Indonesia. Diantaranya Bali, Jambi, Kalimantan Selatan, Lampung, NTB, NTT, Riau, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, dan Sumatera Utara.

Akhir Mei 2023 lalu, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) NTT pun telah melaporkan adanya 46 kasus rabies yang tertular ke manusia.