Liputan6.com, Jakarta Rokok beserta persoalannya masih terus menghantui. Data dari Global Adult Tobacco Survey (GATS) menunjukkan ada sekitar 70,2 juta orang yang merokok di dunia, dan Indonesia berada di urutan ketiga dengan jumlah perokok tertinggi.
Wakil Menteri Kesehatan dr Dante Saksono Harbuwono mengungkapkan bahwa angka dalam survei itu mungkin muncul salah satunya karena Indonesia masih menjadi negara penghasil tembakau.
Baca Juga
Dalam merespons hal tersebut, imbauan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk percepatan pengendalian tembakau pun sudah dibuat. Salah satunya dengan mensubstitusi lahan pertanian dengan pertanian bersumber pada pangan dan gizi.
Advertisement
"Imbauan tersebut menjadikan tema We Need Food, Not Tobacco. Kita perlu makan pangan, bukan rokok. Imbauan ini sekaligus muncul sebagai latar belakang bagaimana kita mengendalikan suplai rokok yang makin lama makin meningkat," ujar Dante dalam acara Puncak Peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia bersama Kemenkes RI, Kamis (8/6/2023).
Aturan Baru Khusus Rokok Elektrik
Selain berfokus pada lahan pertanian tembakau yang akan disubtitusi, Dante menyebut hal lain yang tak kalah pentingnya berkaitan dengan aturan untuk rokok elektrik.
"Hal yang penting lagi adalah pengaturan regulasi yang baru untuk beberapa produk tembakau yang sebelumnya tidak ada. Seperti rokok elektrik," kata Dante.
"Rokok elektrik yang sebelumnya tidak ada aturannya, kita nanti akan berlakukan sebagai salah satu bentuk implementasi aturan yang baru," sambungnya.
Kenapa Persoalan Rokok Harus Dikendalikan?
Dalam kesempatan yang sama, Dante mengungkapkan alasan di balik mengapa rokok harus dikendalikan di Indonesia. Hal itu tak lain dikarenakan rokok membuat kejadian penyakit tidak menular dan pembiayaannya menjadi tinggi.
"Tingginya angka penggunaan tembakau berhubungan dengan kejadian penyakit tidak menular yang menyebabkan angka kematian dan pembiayaan yang tinggi. Misalnya penyakit jantung, stroke, dan kanker," ujar Dante.
"Bukan soal merokoknya saja dan tidak ada keluhan pada saat itu. Tetapi jangka panjang dan internal metabolisme yang terjadi di dalamnya berpengaruh pada kesehatan manusia," sambungnya.
Advertisement
Peraturan Soal Tembakau di Kurikulum Sekolah
Dante menuturkan, fakta soal tingginya perokok di Indonesia akhirnya mengharuskan pihak pemerintah melakukan implementasi aturan, kebijakan, evaluasi, edukasi, dan promosi kepada masyarakat.
Selain dalam hal lahan pertanian dan aturan baru rokok elektrik, kurikulum sekolah dan penerapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) pun ikut menjadi penting untuk dilibatkan.Â
"Penguatan kegiatan edukasi bahaya tembakau melalui media digital dan integrasi edukasi tembakau di dalam kurikulum sekolah masih harus kita tingkatkan," kata Dante.
"Kemudian penguatan regulasi tembakau sebagai kawasan tanpa rokok di tingkat daerah juga harus kita laksanakan. Saat ini, sudah ada 86 persen daerah yang mempunyai aturan KTR. Kita harapkan di 2023 nanti akan 100 persen."
Upaya Kemenkes Bantu Perokok Berhenti
Menurut Dante, para perokok biasanya punya kesulitan tersendiri untuk berhenti mengonsumsinya.Â
Sehingga untuk membantu, Kemenkes RI sudah memiliki QUIT-LINE.INA, sebuah layanan konsultasi berhenti merokok yang bisa membantu para perokok maupun yang berkeinginan untuk merokok.
"Biasanya mereka yang ingin berhenti merokok ini sebabnya karena sudah kena batunya. Ada yang sakit jantung, diabetes, hipertensi, sakit paru-paru, baru mereka berhenti merokok," ujar Dante.
"Tapi susah untuk berhenti merokok. Nah, QUIT-LINE adalah salah satu platform yang kita ciptakan untuk membantu mereka yang ingin berhenti merokok," pungkasnya.
Advertisement