Sukses

CISDI: Anggaran Kesehatan 10 Persen di RUU Kesehatan Sangat Diperlukan

CISDI melihat penetapan besaran anggaran kesehatan 10 persen di RUU Kesehatan masih sangat dibutuhkan.

Liputan6.com, Jakarta - Center for Indonesia's Strategic Development Initiatives (CISDI) menyoroti penetapan besaran anggaran kesehatan 10 persen di RUU Kesehatan masih sangat dibutuhkan. Hal ini merespons soal ramainya penolakan penghapusan anggaran kesehatan 10 persen di RUU dengan metode omnibus law tersebut.

Founder dan Chief Executive Officer CISDI Diah Satyani Saminarsih menjelaskan, mandatory spending anggaran kesehatan sebesar 10 persen sebenarnya dapat digunakan untuk membantu pembiayaan APBD sehingga memperluas ruang gerak fiskal upaya kesehatan di daerah.

"Kita dengan desentralisasi kesehatan 100 persen sesuai Undang-Undang Nomor 23 Tentang Anggaran, maka kalau kesehatan tidak menjadi prioritas di daerah, dia akan sangat sulit untuk mendapatkan porsi anggaran dan tidak akan ada program untuk bisa mendukung kesehatan itu sendiri," jelas Diah saat Diskusi Publik, Kepentingan Publik yang Belum Ada di RUU Kesehatan pada Kamis, 8 Juni 2023.

Sebagai Penyangga Komitmen Daerah

Menurut Diah, mandatory spending anggaran kesehatan itu sebagai penyangga komitmen daerah. Sementara pemerintah pusat berupaya meningkatkan penggunaan anggaran tersebut.

"CISDI merasa penetapan mandatory spending saat ini masih sangat diperlukan sebagai penyangga komitmen daerah. Karena itu sangat, sangat dibutuhkan untuk memperluas ruang fiskal dari APBD," lanjutnya.

"Sambil kemudian pemerintah pusat meningkatkan kapasitas supervisi dan koordinasi dengan pemerintah daerah untuk memonitor efisiensi dan penggunaan anggaran kesehatan."

2 dari 4 halaman

Anggaran Kesehatan di 2023 Menurun

Diah Satyani Saminarsih melihat anggaran kesehatan sendiri pada tahun 2023 ini menurun. Berbeda dengan dua tahun sebelumnya tatkala Indonesia masih dalam situasi kegawatdaruratan COVID-19. 

"Kalau kita bilang bahwa tahun 2021 dan 2022 kemarin itu anggaran kenaikan meningkat karena kegawatdaruratan COVID-19, di mana itu dimasukkannya kesehatan ke dalam anggaran Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang digunakan untuk penanganan COVID-19," imbuhnya.

"Tapi saat ini, di tahun 2023, anggaran tersebut sudah menurun karena dianggap tidak ada lagi kegawatdaruratan."

Kesehatan Kembali Menjadi Tidak Prioritas

Menilik penurunan anggaran kesehatan, Diah menyebut kesehatan akan kembali menjadi tidak prioritas.

"Nah, kalau komitmen ini menurun terus, maka kesehatan kembali menjadi tidak prioritas, bukan lagi menjadi prioritas dalam pembangunan," pungkasnya.

"Kalau misalnya kita lihat anggaran kesehatan di semua kabupaten/kota, rerata adalah 10 persen kurang lebih. Ada data dari Kemendagri yang bilang bahwa 58 dari 514 kabupaten/kota itu anggaran kesehatan masih di bawah 10 persen dengan distribusi yang timpang."

3 dari 4 halaman

Anggaran Bukan Terbatas pada Persentase Tertentu

Banyak dokter juga mempertanyakan, benarkah besaran anggaran kesehatan dihapuskan dalam RUU Kesehatan? Beberapa komentar menyayangkan penghapusan besaran anggaran kesehatan, terlebih lagi saat ini Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI sedang menggencarkan transformasi kesehatan.

Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes RI Siti Nadia Tarmizi membenarkan, kalau besaran anggaran kesehatan pada DIM RUU Kesehatan terbaru memang dihapuskan.

Anggaran Kesehatan Ikuti Perencanaan Kegiatan

Alasannya, anggaran kesehatan itu mengikuti sesuai perencanaan kegiatan. Sehingga tidak sekadar terbatas pada persentase besaran tertentu.

"Sebenarnya, anggaran itu mengikuti rencana kegiatan. Jadi, bukan terbatas hanya persentase tertentu," jelas Nadia saat dihubungi Health Liputan6.com melalui pesan singkat pada Rabu, 26 April 2023.

"Kalau perencanaan baik dan jelas, bahkan lebih dari 10 persen (anggaran kesehatan) bisa diberikan."

4 dari 4 halaman

Pasal Besaran Anggaran Kesehatan di RUU Kesehatan

Terkait dengan besaran anggaran kesehatan di draft Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan tertuang dalam Pasal 420 ayat 2 dan 3. Bunyi pasal yang dimaksud, antara lain: 

 

(2) Besar anggaran kesehatan Pemerintah Pusat dialokasikan minimal sebesar 10% (sepuluh persen) dari anggaran pendapatan dan belanja negara di luar gaji.

(3) Besar anggaran kesehatan Pemerintah Daerah provinsi dan Pemerintah Daerah kabupaten/kota dialokasikan minimal 10% (sepuluh persen) dari anggaran pendapatan dan belanja daerah di luar gaji.

 

Selanjutnya, pada DIM RUU Kesehatan terbaru, maka angka '10 persen' pada pasal di atas menjadi 'dihapuskan.'