Sukses

Layanan Penyakit Jantung dan Kanker Masih Terbatas, Pasien Mesti Antre Lama

Pelayanan penyakit jantung dan kanker masih terbatas dengan waktu tunggu cukup lama bagi pasien.

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI terus mengupayakan ketersediaan layanan empat penyakit katastropik, yakni kanker, jantung, stroke, dan uronefrologi. Pemenuhan pelayanan ini sejalan dengan pemenuhan alat kesehatan di fasilitas kesehatan (faskes).

Sekretariat Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan (Setditjen Yankes) Kemenkes RI Andi Saguni menyampaikan fokus Kemenkes dalam penanganan empat penyakit prioritas. Fokus ini didukung dengan fasilitas di rumah sakit pusat dan daerah.

"Kami kan membuat sistem program prioritas, yaitu kanker, jantung stroke dan uronefrologi. Artinya, semua sistem tersebut dengan dukungan fasilitas dari rumah sakit pemerintahan, terutama rumah sakit pusat dan daerah," ujar Andi kepada Health Liputan6.com usai peresmian NAEOTOM Alpha di RS Abdi Waluyo, Jakarta beberapa hari lalu.

Bebani Pembiayaan Kesehatan

Keempat penyakit katastropik di atas, lanjut Andi, termasuk penyakit yang menelan biaya kesehatan paling tinggi.

"Kita ketahui bersama penyakit kanker, jantung, stroke, dan uronefrologi merupakan empat penyakit tidak menular penyebab kematian dan berbiaya besar berdasarkan data dari BPJS," katanya.

"Dari data yang ada, penyakit jantung merupakan penyakit yang paling tinggi membebani pembiayaan kesehatan dan penyebab kematian kedua setelah stroke."

2 dari 4 halaman

Layanan Jantung dan Stroke Masih Terbatas

Menurut Andi Saguni, layanan jantung dan stroke masih terbatas. Bahkan waktu tunggu untuk mendapatkan pelayanan terbilang cukup lama.

"Saat ini, dari sisi supply side layanan jantung masih terbata, yang dapat dilihat dari waktu tunggu yang cukup lama," terangnya.

"Terkait penyakit stroke, center (pusat) pelayanan stroke yang dapat memberikan pelayanan komprehensif dan paripurna, dari mulai pembedahan intervensi hingga rehabilitatif masih sangat terbatas."

Lebih dari 70 Persen Didiagnosis Stadium Lanjut

Selanjutnya, data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) menunjukkan, bahwa prevalensi kanker di Indonesia masih tinggi.

"Sebanyak 2,8 persen dari 1,4 per mil pada tahun 2013 menjadi 1,8 per mil pada tahun 2018 dan diperkirakan lebih dari 70 persennya didiagnosis stadium lanjut," sambung Andi.

Terkait dengan uronefrologi, terjadi peningkatan kasus penyakit ginjal.

"Penyakit ginjal dari tahun ke tahun terjadi peningkatan kasus gagal ginjal kronis, baik pasien baru maupun pasien aktif yang memerlukan hemodialisis," tutup Andi.

3 dari 4 halaman

Pembangunan Center of Excellence Penyakit Katastropik

Salah satu upaya pemenuhan layanan penyakit katastropik, yakni pembangunan Center of Excellence penyakit katastropik wilayah timur yang berlokasi di Makassar, Sulawesi Selatan. Ditandai dengan peletakan batu pertama (ground breaking) pengerjaan fisik dan bangunan rumah sakit pada Selasa (31/1/2023).

Pembangunan RS UPT Vertikal ini disiapkan untuk memberikan layanan spesialistik dan subspesialistik terhadap tiga penyakit penyebab kematian tertinggi di Indonesia yakni kanker, stroke dan jantung.

Ini merupakan pembangunan kedua setelah sebelumnya dibangun rumah sakit yang sama di Surabaya, Jawa Timur pada november lalu.

''Rumah Sakit Vertikal Otak, Jantung, Kanker (OJK) ini dibangun bukan hanya untuk kota Makassar, Sulawesi Selatan saja, tapi (nantinya) jadi pusat pelayanan rumah sakit dengan kualitas paling baik untuk indonesia timur,'' ujar Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin saat menghadiri peletakan batu pertama.

Antrean Operasi Jantung, Stroke dan Kanker

Pembangunan rumah sakit ini merupakan upaya Kementerian Kesehatan dalam mewujudkan pilar kedua transformasi kesehatan, dengan meningkatkan akses pelayanan kesehatan rujukan yang bermutu dan terjangkau bagi seluruh masyarakat Indonesia.

Fakta di lapangan, antrean layanan operasi untuk penyakit jantung, stroke, dan kanker di RS Jantung Harapan Kita Jakarta sebagai RS Rujukan Jantung, Dharmais sebagai RS Rujukan Kanker, dan RS PON sebagai rujukan nasional stroke.

"Antrenya bisa mencapai 6 sampai 8 bulan," beber Budi Gunadi.

4 dari 4 halaman

Lebih dari 600 Ribu Masyarakat Berobat ke Luar Negeri

Akibat waktu tunggu lama mengantre layanan penyakit jantung, stroke, dan kanker di rumah sakit rujukan nasional setiap tahunnya, ada lebih dari 600.000 masyarakat Indonesia berobat ke luar negeri.

"Ini menghabiskan biaya sebesar US$ 6 miliar atau Rp100 triliun," lanjut Menkes Budi Gunadi Sadikin.

Fakta lainnya, hingga tahun 2022, baru ada 55 kabupaten/kota dari 514 Kabupaten Kota di Indonesia yang bisa melakukan tindakan pemasangan ring jantung.

"Kondisi ini hanya dapat diatasi dengan pemenuhan rumah sakit dengan layanan berkualitas dan pemenuhan tenaga kesehatan," sambung Budi Gunadi.

Agar Pasien Tak Perlu Berobat ke Luar Negeri

Dengan demikian, fasilitas pelayanan kesehatan dan sarana prasarana di RS UPT vertikal akan dimaksimalkan sesuai standar internasional. Tujuannya, agar pasien merasa aman dan nyaman selama berobat sehingga mereka tidak perlu lagi berobat ke luar negeri.

"Cukup berobat di Indonesia saja, khususnya untuk masyarakat Indonesia di wilayah timur," pungkas Budi Gunadi.