Sukses

Bantah RUU Kesehatan Tanpa Partisipasi Publik, Kemenkes: Semua Kegiatan Diunggah di Youtube

Publik dapat mengecek semua sosialisasi dan partisipasi publik RUU Kesehatan di laman Youtube Kemenkes RI.

Liputan6.com, Jakarta Penyelenggaraan kegiatan partisipasi publik dalam penyusunan RUU Kesehatan sudah dilakukan secara luas oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan DPR RI. Penegasan ini merespons sejumlah pihak yang masih menilai penyusunan RUU Kesehatan tanpa melibatkan partisipasi publik.

Juru Bicara Kemenkes RI Mohammad Syahril menjelaskan, Kemenkes sebagai koordinator Wakil Pemerintah untuk RUU Kesehatan Omnibus Law sudah melakukan berbagai kegiatan partisipasi publik pada Maret 2023. Kegiatan ini untuk menampung masukan publik sebagai bagian dari proses partisipasi publik yang bermakna (meaningfull participation).

Kegiatan tersebut dilakukan agar publik dapat memberikan masukan kepada Pemerintah dalam menyusun Daftar Inventaris Masalah (DIM) RUU Kesehatan setelah Pemerintah menerima draft RUU dari DPR di bulan Februari 2023.

“Jangan karena permintaan pihak-pihak tertentu yang tidak terakomodir dalam RUU lalu menghasut seolah-olah RUU ini tidak melibatkan publik secara partisipatif," jelas Syahril dalam pernyataan resmi yang diterima Health Liputan6.com, Jumat (16/6/2023).

"Semua kegiatan ada foto dan videonya. Bisa dicek di Youtube Kemenkes."

Selenggarakan Kegiatan Partisipasi Publik

Kemenkes juga telah menyelenggarakan kegiatan partisipasi publik melalui zoom dan luring sebanyak lebih dari 115 kali dengan dihadiri oleh 72.000 peserta.

Lalu, peserta yang datang bukan hanya dari Jawa, melainkan juga di luar Jawa dengan organisasi profesi seperti IDI, PPNI, PDGI, IBI dan IAI, lembaga pemerintah, organisasi masyarakat, organisasi keagamaan, CSO dan organisasi lainnya.

"Semua kegiatan tersebut terekam dalam Youtube Kemenkes untuk seluruh unsur mengakses," pungkas Syahril.

 

2 dari 4 halaman

Luncurkan Laman 'Partisipasi Sehat'

Kemenkes saat itu meluncurkan https://partisipasisehat.kemkes.go.id/ untuk publik memberikan masukan dan sekaligus mengunduh naskah akademis dan juga draft RUU.

“Kami juga mendapat informasi Badan Legislatif dan Komisi IX DPR pun juga telah mengundang berbagai pihak dalam kegiatan partisipasi publik sejak tahun lalu. Jadi tidak benar tuduhan organisasi profesi tidak dilibatkan dalam proses pembahasan RUU ini,” lanjut Mohammad Syahril.

Tangani Berbagai Masalah di Sektor Kesehatan

RUU Kesehatan diperlukan untuk menangani berbagai masalah di sektor kesehatan terutama terkait krisis dokter spesialis, izin praktek dokter dan tenaga kesehatan yang tidak transparan dan mahal, harga obat yang mahal, dan pembiayaan kesehatan yang tidak efisien.

"Hal menonjol lain dalam RUU ini adalah perubahan paradigma kebijakan kesehatan dengan memprioritaskan pencegahan masyarakat dari jatuh sakit melalui penguatan promotif dan preventif," tutup Syahril.

"Selain biayanya akan lebih murah, masyarakat juga akan lebih produktif."

3 dari 4 halaman

Tidak Berpihak kepada Kepentingan Rakyat

Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan (Omnibus Law) turut dinilai tidak berpihak pada kepentingan rakyat dan belum berorientasi pada perlindungan dan pemenuhan hak atas kesehatan publik yang dijamin oleh konstitusi.

Hal ini disampaikan Direktur Eksekutif BAKORNAS Lembaga Kesehatan Mahasiswa Islam (LKMI) PB HMI Fahmi Dwika Hafiz Triono. Ia turut mendesak DPR dan Pemerintah untuk menunda pengesahan RUU.

Fahmi menyatakan, bahwa dalam hal pelayanan kesehatan, peraturan perundang-undangan seharusnya secara eksplisit memberikan kepastian hukum bahwa Pemerintah Indonesia memiliki kewajiban untuk menghormati, melindungi, menegakkan, dan memenuhi pelayanan kesehatan warga negara.

Pemerintah sebagai pihak yang memiliki wewenang untuk melakukan pengaturan dan pengurusan dalam bidang pelayanan kesehatan dinilai seharusnya lebih bijak dalam mengambil sikap.

"Pelayanan kesehatan adalah pelayanan publik yang lahir sebagai perintah undang-undang. Oleh karena itu, pelayanan publik harus diatur pemenuhannya berdasarkan regulasi yang dibuat oleh Pemerintah untuk memenuhi kebutuhan dasar dan kesejahteraan masyarakat," katanya dalam diskusi publik yang digelar di Bandung, Jawa Barat, Selasa (13/6/2023).

4 dari 4 halaman

Penghilangan Mandatory Spending

LKMI PB HMI juga mengkritisi penghilangan mandatory spending dalam RUU Kesehatan Omnibus Law, yakni besaran 10 persen anggaran kesehatan. Hal tersebut dianggap dapat menurunkan standar kualitas pelayanan kesehatan tanpa adanya tolok ukur yang jelas.

Penurunan standar tersebut berpotensi berdampak buruk pada pelaksanaan pelayanan kesehatan di masa mendatang. 

Selain itu, Pemerintah juga dianggap telah menghilangkan perlindungan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu melalui skema Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) dan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda).

LKMI PB HMI juga menuntut peningkatan mandatory spending untuk mendukung kualitas pelayanan kesehatan. Perlu ada ruang aspirasi publik dan partisipasi masyarakat yang representatif dalam pembahasan RUU Kesehatan ini.

"RUU Kesehatan Omnibus Law adalah produk hukum yang bermasalah dan minim partisipasi bermakna dari pemerintah dan DPR RI," terang Fahmi Dwika Hafiz Triono.

"Kami menyerukan penundaan pembahasan RUU tersebut untuk memberikan ruang bagi aspirasi publik dan partisipasi yang lebih luas dalam menentukan kebijakan kesehatan yang berpihak pada kepentingan rakyat."

Video Terkini