Sukses

Ada Penolakan Terhadap RUU Kesehatan, Menkes Budi: Di Alam Demokrasi, Enggak Mungkin Semua Pandangan Sama

Tanggapan Menkes Budi Gunadi Sadikin soal pendapat fraksi Demokrat dan PKS di Komisi IX DPR RI yang menolak RUU Kesehatan.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Kesehatan Republik Indonesia Budi Gunadi Sadikin menanggapi adanya perbedaan pendapat dari Fraksi Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang menolak RUU Kesehatan. Menurutnya, pandangan terhadap RUU memang tidak bisa semua disamaratakan setuju, ada pihak-pihak tertentu yang pasti menolak.

Penolakan RUU Kesehatan dari dua fraksi di atas disampaikan saat Rapat Kerja bersama Komisi IX DPR RI di Gedung DPR RI, Komplek Parlemen Senayan, Jakarta kemarin. Penyampaian itu juga sekaligus menandai berakhirnya Pembahasan RUU di Tingkat I, yang kemudian masuk ke Tingkat II.

"Saya rasa di alam demokrasi, kita harus belajar bahwa enggak mungkin semua pandangan kita sama," ujar Budi Gunadi usai rapat kerja.

Mendengarkan Aspirasi yang Baik

Pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan terus bergulir meski banyak penolakan dari berbagai elemen, seperti organisasi profesi. Pemerintah dan Komisi IX DPR RI pun telah berupaya menampung aspirasi masyarakat demi finalisasi naskah RUU.

"Begitu keputusannya jalan, kan kita sama-sama bangsa dan masyarakat Indonesia, Jadi even buat yang mau nolak adalah tugas dan kewajiban saya untuk menjelaskan dan mendengarkan," terang Budi Gunadi.

"Ya mungkin ada aspirasi-aspirasi -- buat RUU Kesehatan Omnibus Law -- yang memang baik. Kalau misalnya ada juga yang mungkin belum jelas ya kami mesti sampaikan. Karena biar gimana kan ini bukan hanya untuk fraksi yang menerima, ini kan untuk seluruh masyarakat Indonesia."

2 dari 4 halaman

Mandatory Spending Dihapus

Hasil rapat kerja kemarin, dari sembilan fraksi di Komisi IX DPR, hanya Fraksi Demokrat dan PKS yang menolak RUU Kesehatan.

Alasannya, Partai Demokrat menilai pembahasan RUU ini terlalu terburu-buru, menurut anggota Komisi IX dari Fraksi Partai Demokrat Aliyah Mustika Ilham.

Ia menekankan, Partai Demokrat sendiri mengusulkan peningkatan anggaran kesehatan di luar gaji dan PPI, tapi tidak disetujui. Tak hanya itu saja, Pemerintah justru memutuskan mandatory spending besaran anggaran kesehatan di RUU Kesehatan dihapus.

Kemudian Fraksi Demokrat juga menilai ketetapan untuk dokter-dokter asing sebaiknya tetap mengikuti peraturan yang berlaku di Indonesia. Aliyah berharap tenaga-tenaga medis di Indonesia mendapatkan kesempatan yang setara.

Dokter Asing Harus Tunduk pada Aturan yang Berlaku

Fraksi Demokrat, lanjut Aliyah, terbuka atas kehadiran dokter asing. Akan tetapi, mengedepankan seluruh dokter lulusan Indonesia atau luar negeri diberi pengakuan yang layak dan kesempatan yang setara dalam kembangkan karier.

"Dokter asing harus tunduk dan patuh pada aturan yang berlaku. RUU kurang beri ruang pembahasan yang panjang dan terkesan terburu-buru. Dengan ini, Fraksi Demokrat menolak RUU Kesehatan dibahas menjadi Undang-Undang (UU)," lanjutnya pada rapat kerja kemarin.

3 dari 4 halaman

Pembahasan RUU Kesehatan Relatif Cepat

Sementara Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PKS Netty Prasetiyani mengingatkan, jangan sampai RUU Kesehatan Omnibus Law menjadi UU tapi malah nanti menimbulkan polemik di masyarakat. Misalnya, UU yang baru diundangkan diuji ke Mahkamah Konstitusi seperti UU Cipta Kerja (UU Ciptaker)

"Pembahasan RUU relatif cepat, diperlukan waktu lebih panjang agar mendalam dan kaya masukan. Menimbang beberapa hal, PKS menolak RUU Kesehatan dilanjutkan pada tahap selanjutnya," tegasnya.

Dibawa ke Rapat Paripurna

Disampaikan kembali oleh Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Nihayatul Wafiroh, masing-masing fraksi sudah menyampaikan pandangannya atas RUU Kesehatan ini. Hasilnya, RUU dapat dibawa ke Rapat Paripurna.

"Yang menolak dua fraksi, yakni Fraksi Demokrat dan PKS. Jadi, yang akan menandatangani 7 fraksi," kata Nihayatul.

4 dari 4 halaman

Organisasi Profesi Tetap Tolak RUU Kesehatan

Organisasi Profesi Kesehatan juga menolak RUU Kesehatan walau sudah memasuki Pembahasan Tingkat II dan segera disahkan.

Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Mohamad Adib Khumaidi menegaskan, pembahasan RUU Kesehatan Omnibus Law yang kini masuk ke dalam Pembahasan Tingkat II dan segera dibawa ke paripurna tidak membuat Organisasi Profesi mundur.

Lima Organisasi Profesi, yakni PB IDI, Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) akan terus menyuarakan setop pembahasan RUU Kesehatan.

"Kami dari 5 Organisasi Profesi tetap menyatakan, walaupun ini sudah akhir di dalam Pembahasan di Tingkat I dan akan segera masuk dalam Pembahasan Tingkat II, maka kami tetap meminta untuk meninjau kembali dan setop pembahasan, tidak dilanjutkan kembali di Tingkat II," tegas Adib saat ditemui Health Liputan6.com di Kantor PB IDI Jakarta, Senin (19/6/2023).

Isu Krusial Banyak yang Belum Masuk

Selanjutnya, apabila Pembahasan di Tingkat II berlanjut, Adib menekankan banyak isu krusial kesehatan yang belum masuk ke dalam RUU Kesehatan.

"Dan kalau pun nanti ada (RUU Kesehatan) Pembahasan di Tingkat II, kami melihat bahwa dinamika yang terjadi saat ini, baik kami di lingkungan profesi maupun di masyarakat, banyak isu krusial kesehatan juga yang belum masuk secara substansi," jelasnya.