Sukses

Duh, Angka Hipertensi Tinggi pada Masyarakat Masyarakat Baduy Luar

Penyakit hipertensi paling banyak dialami kalangan masyarakat Baduy Luar.

Liputan6.com, Banten - Satu persatu masyarakat Baduy Luar dan Dalam silih berganti melakukan pemeriksaan kesehatan seperti tinggi dan berat badan, serta tekanan darah. Tiga sampai empat orang tenaga kesehatan dari Puskesmas Cisimeut membantu mereka di meja pemeriksaan.

Pengecekan kesehatan rupanya sedang dilakukan terhadap masyarakat Baduy di lapangan perbatasan Kampung Binong Raya, Desa Kebon Cau, Kecamatan Bojongmanik, Kabupaten Lebak, Banten pada Sabtu (10/6/2023).

Pemeriksaan kesehatan ini bertepatan dengan pembuatan e-KTP untuk pendaftaran sebagai Penerima Bantuan Iuran (PBI) BPJS Kesehatan. Tergelitik dengan pertanyaan, penyakit apa yang paling banyak dialami masyarakat Baduy? 

Hipertensi Paling Banyak

Dokter Wigati dari Puskesmas Cisimeut mengungkapkan, Penyakit Tidak Menular (PTM), yakni hipertensi atau tekanan darah tinggi menduduki urutan paling banyak yang dialami masyarakat Baduy Luar.

Sementara masyarakat Baduy Dalam ada juga yang hipertensi, namun jumlahnya tidak banyak. Dari segi persentase, Wigati tidak menyebut secara pasti berapa kira-kira masyarakat Baduy yang mengalami hipertensi.

“Yang paling banyak kalau Baduy Luar itu hipertensi, sedangkan kalau yang di Baduy Dalam ada beberapa yang hipertensi,” ungkapnya saat diwawancara Health Liputan6.com, ditulis Senin (26/6/2023).

2 dari 4 halaman

Diabetes Tidak Banyak

Tak hanya hipertensi, masyarakat Baduy juga mengalami diabetes, namun tidak banyak.

“Paling banyak yang masuk gitu, penyakit tidak menular atau PTM-nya. Untuk masalah kesehatannya, ya kan mereka enggak boleh pakai sabun, terus paling banyak juga PTM yang buat masyarakat Baduy ini hipertensi,” lanjut dokter Wigati.

“Lalu yang diabetesnya cuma ada beberapa aja sih enggak banyak.”

Tidak Semua Dicek Kesehatannya

Walaupun PTM hipertensi mengancam, sosialisasi dan promosi kesehatan oleh tenaga kesehatan juga dilakukan. Kegiatan sosialisasi dan promosi kesehatan ini menjadi salah satu program yang ada di Puskesmas Cisimeut.

Meski begitu, tidak semua masyarakat Baduy dicek kesehatannya.

“Kendala di lapangan, ya karena memang masyarakat Baduy ini jarang di tempat, maksudnya mereka kerja – lebih banyak bercocok tanam. Jadi ya enggak semua masyarakat Baduy ini secara full (semuanya) dicek kesehatannya,” pungkas dokter Wigati.

“Cuma waktu tertentu aja.”

3 dari 4 halaman

Kalau Merasa Baikan, Obat Tidak Lagi Diminum

Masih terkait hipertensi, apakah masyarakat Baduy terbilang patuh untuk minum obat? Dokter Wigati menuturkan, kalau mereka sudah merasa sehat atau baikan, maka obat tidak lagi diminum.

“Pernah obatnya itu enggak diminum gitu. Jadi kalau mereka udah ngerasa enak (baikan) ya udah dianggap gitu udah sembuh,” tuturnya. 

Tak Bisa Pantau Rutin

Tenaga kesehatan Puskesmas pun terus melakukan sosialisasi mengenai kepatuhan konsumsi obat untuk hipertensi. Selain itu, masyarakat Baduy bisa saja pergi ke beberapa Puskesmas lain sehingga pemantauan kesehatan menjadi sulit.

“Kami edukasi kayak apa juga tetap aja sih, kalau baikan ya udah enggak minum obat lagi. Cuman mungkin ya ada, satu orang itu enggak satu ke Puskesmas aja, kadang kami juga enggak bisa memantaunya di situ,” imbuh dokter Wigati.

“Ya kadang mereka ke Puskesmas ini, Puskesmas itu atau praktik mandiri. Akhirnya, miss-nya  di situ. Apalagi mereka jarang di tempat, di rumahnya ya. Adapun masyarakat Baduy yang keluar dari daerahnya ya setahun sekali baru pulang, ada yang enam bulan sekali juga pulangnya, ada juga sih yang dua atau tiga bulan sekali baru pulang.”

4 dari 4 halaman

Mulai Mengenal Makanan Instan

Makanan tinggi garam menjadi salah satu penyebab timbulnya hipertensi. Dari berbagai informasi, sebagian besar masyarakat Baduy makan dengan lauk yang sederhana, seperti garam, ikan asin, dan sambal. 

Penerimaan terhadap kehidupan yang modern juga terlihat dari jenis makanan yang dikonsumsi. Masyarakat Baduy mulai mengkonsumsi makanan yang mengandung pengawet. Pedagang di kampung Baduy terlihat menjual makanan seperti sarden, sosis instan, mie dan snack yang tinggi monosodium glutamat (MSG). 

Mengutip Populi Center dalam tulisan berjudul, Nilai Budaya Suku Baduy dalam Menghadapi Perubahan Sosial di Era Modernisasi, masyarakat Baduy mengenal makanan instan dari para pengunjung yang datang untuk berwisata. 

Edukasi Masih Kurang

Edukasi tentang bahaya makanan yang tidak sehat ini dinilai masih kurang. Sebab, kurangnya akses informasi sehingga tidak mengetahui bahayanya jika terlalu sering mengkonsumsi makanan instan secara berlebihan. 

Edukasi terkait kesehatan menjadi penting mengingat banyak anak kecil yang memakan makanan sembarangan dan dikhawatirkan akan mengganggu pertumbuhan.