Liputan6.com, Jakarta Dokter spesialis neurologi Kevin menyatakan pasien yang memperlihatkan gejala stroke harus segera dibawa ke rumah sakit sesegera mungkin. Maksimal dalam rentang waktu 4,5 hingga 6 jam usai kedapatan memperlihatkan gejala stroke.
Mengapa pasien stroke harus sesegera mungkin mendapatkan perawatan di rumah sakit?
Baca Juga
"Hal ini karena sel saraf atau neuron adalah sel yang begitu peka dengan oksigen. Sel saraf tidak boleh dihentikan suplai darah dan okseigennya. Dalam hitungan 4-6 menit sel saraf akan mati. Bayangkan kalau menunda setiap menit bahkan jam, maka semakin banyak sel saraf yang mati," jelas dokter yang sehari-hari praktik di RS EMC Alam Sutera, Tangerang Selatan ini.
Advertisement
Bila penanganan stroke lebih dari 4,5 jam hingga 6 jam maka, bisa menimbulkan kecacatan yang makin parah. Bahkan, mungkin juga menyebabkan kematian.
Maka dari itu, penanganan stroke secepat mungkin adalah kunci untuk mengurangi kecacatan bahkan kematian bagi seorang pasien.
Penanganan di RS
Setibanya pasien yang menunjukkan gejala stroke tiba di rumah sakit, maka dokter yang bertugas melakukan pemeriksaan. Dokter akan melihat penyebab stroke, apakah karena sumbatan atau pecahnya pembuluh darah. Setelah diketahui penyebabnya akan dilakukan penanganan sesuai penyebab.
"Jika terindikasi stroke karena sumbatan, ya akan dibuka sumbatan. Atau jika stroke karena perdarahan (pecahnya pembuluh darah) maka ambil sumber perdaraha, supaya sel saraf tidak alami kematian," jelas Kevin dalam Healthy Monday Kenali Penanganan Stroke Terkini bersama Liputan6.com pada Senin, 26 Juni 2023.
Gejala Stroke: SeGeRa Ke RS
Kevin menuturkan gejala stroke yang paling mendasar ada dua, yakni adanya perubahan dan mendadak.
“Umumnya ada dua, yaitu mendadak dan berubah. Artinya, tidak diprediksi sebelumnya dan ada perubahan,” ungkapnya.
Kevin mengungkap, hal tersebut terdapat pada enam hal yang dapat berubah pada tubuh ketika mengalami stroke. Keenam gejala dapat disingkat sebagai ‘SeGeRa ke RS’, seperti juga disampaikan sebagai rekomendasi dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI.
“Se, artinya ketika senyumnya agak mencong. Jadi, tersenyum tetapi ada mencong ke salah satu sisi,” tutur pria lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) tersebut.
Selanjutnya, adalah Ge yang berarti setengah badan, yakni lengan dan tungkai, sulit untuk digerakkan.
“Beda dengan kelelahan, kalau kelelahan itu empat-empatnya (kedua lengan dan kedua kaki) yang mengalami kesulitan. Tapi, kalau stroke umumnya itu setengah badan,” kata Kevin.
Advertisement
Bicara Jadi Pelo
Kemudian, Kevin mengungkap bahwa Ra berarti bicara yang berubah menjadi pelo atau tidak dapat berbicara sepenuhnya.
“Bicara menjadi pelo atau tidak bisa berkomunikasi sama sekali, baik dalam mengerti maupun membalas komunikasi,” lanjutnya.
Hal ini, tambah Kevin, disebabkan oleh otak yang mengalami diskoneksi atau gangguan pada orang dengan stroke.
“Jadi, otak itu kan sebagai generator. Perintah untuk menggerakan itu ada di otak. Jika otak diganggu, maka akan terjadi diskoneksi, sehingga orang itu jadi bingung, atau tidak bisa berfungsinya dengan maksimal,” ujar Kevin.
Kebas
Ke artinya terasa kebas atau baal (mati rasa) di separuh tubuh.
“Setengah badannya mengalami kebas (mati rasa), atau ada yang mengalami kebas di sekitar mulut. Rasanya, mulut seperti dicabein,” ungkapnya.
Kemudian, R artinya ialah rabun, mengutip Kevin. Hal ini umumnya juga terjadi tiba-tiba dan pada satu mata saja.
“Jadi, matanya seperti hilang, seperti ditutup salah satu mata, atau tidak bisa melihat ke satu sisi,” terang Kevin.
Terakhir, Kevin mengungkap bahwa S adalah singkatan untuk sakit kepala.
“Sakit kepala apa yang dicurigai sebagai stroke? Nah, sakit kepala yang muncul pertama kali, hebat, seperti tersambar petir,” ungkapnya.
Advertisement