Liputan6.com, Jakarta Temuan kerangka bayi di Purwokerto, Jawa Tengah membuka kasus yang telah ditutupi selama bertahun-tahun. Kerangka bayi tersebut merupakan hasil hubungan inses antara ayah dan anak kandungnya.
Pihak kepolisian mengungkap bahwa pria berinisial R (57) yang kini ditetapkan sebagai pelaku sudah melakukan perbuatan keji itu sejak tahun 2012. Kala itu, putrinya yang berinisial E (25) masih berusia 13 tahun.
Baca Juga
Bayi-bayi yang dilahirkan oleh E hasil dari hubungan inses dengan ayahnya dibunuh sesaat setelah lahir, dan dikubur dalam sebidang tanah di Kelurahan Tanjung, Kecamatan Purwokerto Selatan, Kabupaten Banyumas.
Advertisement
Proses penyelidikan masih berlangsung. Namun, salah satu yang terungkap berkaitan dengan pengakuan R yang menyebut jikalau dirinya melakukan semua perbuatan itu atas dasar disuruh oleh guru spiritualnya.
Selama ini, R dikenal sebagai dukun pengobatan tradisional. Lantas, mengapa perbuatan asusila di Indonesia seringkali dikaitkan dengan berbagai hal yang berbau klenik atau mistis?
Persepsi Dukun di Indonesia
Kriminolog Haniva Hasna atau yang akrab disapa Iva mengungkapkan bahwa penyebabnya tak lain karena persepsi soal status paranormal dan dukun dalam masyarakat awam.
"Secara umum status paranormal dan dukun dalam kacamata masyarakat awam Indonesia dipandang sebagai sebuah status sosial yang terhormat dan bergengsi," ujar Iva melalui keterangan pada Health Liputan6.com, Selasa (27/6/2023).
Iva menjelaskan, tidak dapat dimungkiri bahwasanya meski saat ini masyarakat sudah hidup dalam era digital, sebagian masyarakat lainnya di Indonesia masih ada yang percaya pada dukun.
Dukun Dianggap Orang yang Bisa Diandalkan
Lebih lanjut, Iva mengungkapkan bahwa sebagian masyarakat Indonesia percaya jikalau dukun adalah sosok yang bisa dimintai jasa untuk kepentingan tertentu.
"Kepercayaan masyarakat terhadap dukun dikarenakan pemahaman masyarakat mengenai dukun sebagai penolong. Lalu mereka menganggap sebagai sebuah kebenaran karena ada beberapa hal yang tepat sesuai dengan 'terawangan'," ujar Iva.
Menurut Iva, dari keyakinan masyarakat terhadap persepsi dukun itulah bisa muncul pikiran untuk melakukan sebuah tindakan, termasuk tindak kejahatan. Seperti melakukan hubungan terlarang berupa inses, misalnya.
"Keyakinan inilah yang dijadikan petunjuk oleh orang-orang tertentu dalam melakukan suatu tindakan, tidak terkecuali tindak kejahatan," kata Iva.
Advertisement
Tindak Kejahatan Tetap Tak bisa Lepas dari Hukuman
Iva mengungkapkan bahwa meskipun mengaku perbuatannya disuruh oleh guru spiritual, pelaku inses di Purwokerto, Jawa Tengah tetap tidak bisa lepas dari jerat hukuman.
"Apakah bila yang mengarahkan adalah dukun, lalu pelaku bisa melenggang dan terlepas dari jeratan? Tentu saja tidak," ujar Iva.
"Karena setiap manusia diberikan akal dan perasaan untuk mengelola informasi serta perintah dari orang lain terkait kebenaran dan kejahatan," tegasnya.
Parental Incest, Kategori Terberat dalam Kriteria Inses
Dalam kesempatan yang sama, Iva turut mengungkapkan bahwa parental incest atau inses yang dilakukan oleh orangtua pada anaknya seperti yang terjadi di Purwokerto masuk dalam kategori inses terberat.
"Parental incest merupakan kategori terberat dalam kriteria inses, karena dilakukan oleh orangtua terhadap anak kandungnya sendiri. Siklus perbuatan inses yang terjadi pada akhirnya akan terulang kembali."
"Inses yang dilakukan oleh orang tua terhadap anak dikatakan berat karena tak hanya bisa terjadi berulang kali, tapi juga akibat 'kekuasaan' orang tua pada anak," pungkas Iva.
Advertisement