Liputan6.com, Jakarta Hubungan sedarah terlarang seperti inses punya sederet dampak serius pada korbannya. Terutama bila inses terjadi dengan meliputi pemaksaan.
Kriminolog Haniva Hasna (karib disapa Iva)Â mengungkapkan bahwa ada dua gangguan yang berisiko terjadi pada korban inses. Dua gangguan tersebut meliputi gangguan fisik dan gangguan psikologis.
Baca Juga
"Gangguan fisik yang dapat terjadi meliputi perdarahan dari vagina, nyeri pada vagina, infeksi pada alat kelamin, keputihan, infeksi penyakit menular seksual, kehamilan yang tidak diinginkan," ujar Iva melalui keterangan pada Health Liputan6.com ditulis Jumat, (30/6/2023).
Advertisement
Sedangkan, gangguan psikologis yang berisiko terjadi menurut Iva berupa gangguan stres pasca trauma (PTSD), depresi, insomnia, menarik diri dari lingkungan, hingga percobaan bunuh diri.
Tak Berhenti pada Fisik dan Psikologis
Iva menjelaskan bahwa dampak yang terjadi pada korban inses pun tidak berhenti pada munculnya gangguan fisik dan psikologis, melainkan juga korban bisa merasakan beberapa hal setelah kejadian berlangsung.
"Lebih lanjut lagi korban akan merasa, pertama, pengkhianatan (betrayal). Kepercayaan adalah hal dasar yang membuat terjadinya inses," kata Iva.
Seperti kasus inses yang terjadi di Purwokerto, Iva mengungkapkan bahwa hal itu bisa terjadi lantaran sudah ada kepercayaan korban terhadap ayahnya selaku pelaku inses.
"Namun, ternyata kepercayaan yang diberikan anak kepada orangtua justru menyebabkan penderitaan, maka yang (berisiko) dialami korban adalah kesulitan mempercayai orang lain," ujar Iva.
Korban Inses Berisiko Alami Trauma Seksual
Lebih lanjut Iva mengungkapkan bahwa dampak kedua yang berisiko dialami oleh korban inses berupa traumatic sexualization atau trauma secara seksual.
"Perempuan yang mengalami kekerasan seksual (seperti inses) akan cenderung menolak berhubungan seksual," kata Iva.
"Efek mengerikan jangka panjangnya akibat ketakutan serta ketidakpercayaan kepada laki-laki (jika korban inses perempuan), maka bisa membuat korban memilih hubungan sesama jenis," sambungnya.
Advertisement
Rasa Bersalah yang Kian Muncul pada Korban Inses
Selanjutnya, yang ketiga, Iva mengungkapkan bahwa korban inses dapat berisiko mengalami stigmatization (stigmatisasi). Alhasil, korban bisa mengalami beberapa hal mulai dari merasa bersalah hingga punya gambaran diri yang buruk.
"Korban kekerasan seksual bisa merasa bersalah, malu, memiliki gambaran diri yang buruk," ujar Iva.
Perasaan-perasaan itu dapat terbentuk lantaran korban inses bisa merasa jikalau dirinya tidak punya daya. Sehingga korban bisa merasa tidak punya kekuatan untuk melakukan kontrol diri.
"Rasa bersalah dan malu terbentuk akibat ketidakberdayaan dan merasa bahwa mereka tidak memiliki kekuatan untuk mengontrol dirinya," kata Iva.
Korban Inses Bisa Terus-Menerus Merasa Tidak Berdaya
Terakhir, dampak yang berisiko dialami korban inses berkaitan dengan rasa tidak berdaya atau powerlessness. Iva menjelaskan, korban sering merasa berbeda dengan orang lain dan merasakan kemarahan akibat tidak bisa melindungi dirinya dari kekerasan.
"Ketakutan itu memengaruhi kehidupan korban. Hal ini hingga masuk ke alam bawah sadar bahkan korban sering bermimpi buruk, fobia, ketakutan terhadap sesuatu, serta kecemasan tak berdasar," ujar Iva.
Advertisement