Sukses

Mengenal Cemburu, Perasaan Rumit yang Terdiri dari Gabungan Berbagai Emosi

Menghadapi pasangan yang cemburuan acap kali menjadi hal yang sulit dan membingungkan. Begitu pula rasa cemburu yang dialami diri sendiri sering kali sulit dikendalikan.

Liputan6.com, Jakarta - Menghadapi pasangan yang cemburuan acap kali menjadi hal yang sulit dan membingungkan. Begitu pula rasa cemburu yang dialami diri sendiri sering kali sulit dikendalikan.

Menurut psikoterapis Rachel Wright, MA, LMFT, rasa cemburu adalah hal yang rumit. Ini bukanlah emosi primer, kecemburuan terdiri dari lebih dari satu emosi. Sehingga, sulit untuk mengidentifikasinya, mengomunikasikannya secara efektif, dan meredamnya.

“Apa itu kecemburuan? Yang cukup menarik, tidak ada definisi yang diterima secara universal. Kecemburuan dapat terdiri dari satu atau lebih emosi, seperti kemarahan, dendam, ketidakmampuan, ketidakberdayaan, atau rasa jijik,” kata Wright mengutip Men’s Health Senin (3/7/2023).

Perlu diketahui juga, lanjutnya, kecemburuan sering kali hanya dibicarakan dalam konteks hubungan romantis dan/atau seksual. Padahal, ini bisa juga terjadi dalam situasi lain. Misalnya cemburu saat melihat sahabat pergi bersenang-senang dengan temannya yang lain.

Peneliti soal kecemburuan dan pelatih hubungan Dr. Joli Hamilton, mengatakan, kecemburuan selalu berbentuk segitiga: aku, kekasihku (pasangan, teman, atau siapa pun), dan orang lain yang dianggap sebagai pengganggu.

Buku More Than Two oleh Franklin Veaux dan Eve Rickert menggambarkan kecemburuan sebagai rasa takut bahwa diri kita tidak cukup baik, bahwa orang-orang di sekitar kita tidak mencintai kita.

“Dikatakan bahwa kecemburuan muncul dengan banyak wajah karena itu dibangun dari banyak emosi yang semuanya dapat menumpuk untuk membentuk apa yang kita sebut sebagai kecemburuan,” jelas Wright mengutip buku Franklin Veaux.

2 dari 4 halaman

Emosi Pembentuk Kecemburuan

Berbagai emosi yang bisa menumpuk dan membentuk kecemburuan yakni rasa ketidakamanan, ketakutan, kehilangan, teritorialitas, ketidakmampuan, harga diri yang buruk, dan ketakutan ditinggalkan.

Kecemburuan biasanya terdiri dari satu atau lebih dari hal-hal berikut ini:

  • Ketakutan: “Saya takut kehilangan itu.”
  • Rasa tidak aman: "Saya tidak akan sebaik orang itu."
  • Iri: "Saya menginginkan itu."
  • Kurangnya kepercayaan: “Saya tidak percaya itu…”
  • Ketidaknyamanan: “Ini baru, jadi saya tidak nyaman, dan saya akan pergi sebagai bentuk kecemburuan karena itulah satu-satunya emosi yang dapat saya pikirkan.”
3 dari 4 halaman

Mengendalikan Rasa Cemburu

Untuk mengendalikan rasa cemburu, maka dibutuhkan latihan untuk mengenal asal dari kecemburuan tersebut dan emosi apa saja yang berperan di dalamnya.

Mengenal Asal Datangnya Rasa Cemburu

Orang sering merasakan kecemburuan (dan sebagian besar emosi lainnya) di dalam tubuh sebelum menyadari apa yang terjadi secara kognitif.

“Belajar bagaimana cemburu muncul di tubuh kita sangat penting dalam mempelajari caranya mengidentifikasi apa yang kita rasakan. Di badan (depan dan belakang) di bawah, tandai tempat di mana Anda merasakan dan mengalami kecemburuan di tubuh Anda.”

Mengenal Arti Cemburu

Langkah kedua yakni mengenal arti cemburu yang dirasakan diri pribadi. Pahami rasa cemburu itu disebabkan oleh kombinasi emosi yang mana.

“Misalnya, apakah karena ketakutan dan ketidakamanan? Ketakutan dan tidak nyaman? Ketakutan dan kurangnya kepercayaan?”

Wright pun menyarankan untuk menuliskan soal pengalaman diri tentang apa saja yang terlintas di pikiran ketika mendengar kata cemburu. Dan perasaan apa yang muncul setelah mendengar kata itu.

4 dari 4 halaman

Utarakan Perasaan Cemburu

Setelah mengenal asal mula rasa cemburu tersebut, seseorang akan mampu mengkomunikasikan perasaannya.

Pertimbangkan untuk berbicara dengan pasangan tentang pengalaman cemburu yang sempat dirasakan.

“Mengutarakan perasaan cemburu Anda dapat memberi mereka kesempatan untuk memahami dari mana rasa cemburu Anda berasal dan menyesuaikan perilaku mereka untuk membantu Anda merasa lebih aman dalam hubungan Anda,” kata psikolog Tiffany Taft, PsyD mengutip PsychCentral.