Sukses

Sapi Mati Mendadak di Daerah Endemis Antraks, Kemenkes Wanti-wanti Hal Ini

Bila terdapat sapi mati mendadak di daerah endemis antraks seperti di gunung-gunung, berikut wanti-wanti Kemenkes.

Liputan6.com, Jakarta - Apabila terdapat kejadian hewan ternak seperti sapi mati mendadak di daerah endemis antraks seperti di gunung-gunung, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI meminta masyarakat untuk selalu waspada. Hal ini menyusul temuan tiga orang meninggal karena kasus antraks di Kecamatan Semanu, Gunungkidul, DI Yogyakarta baru-baru ini.

Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes RI Siti Nadia Tarmizi menyampaikan, harus ada kecurigaan bahwa sapi yang mati mendadak bisa jadi terinfeksi antraks.

Kemungkinan ini mesti dibangun karena bakteri Bacillus anthracis (B. anthracis) penyebab antraks bersifat zoonosis, yakni dapat ditularkan dari hewan ternak ke manusia.

"Kita tahu bahwa bakteri antraks menyebabkan sakit pada sapi," ujar Nadia di Media Center MPR/DPR/DPD RI, Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta pada Selasa, 4 Juli 2023.

"Sapi yang mati mendadak atau sapi yang sakit mendadak tiba-tiba, apalagi kalau di daerah gunung-gunung, termasuk daerah yang endemis antraks, kita harus curiga seperti itu (ada kasus antraksnya)."

Jangan Membeli Sapi yang Harganya Lebih Murah

Adanya kecurigaan sapi mati mendadak di daerah endemis, masyarakat sebaiknya tidak membeli sapi yang harganya lebih murah.

"Yang selalu kami sampaikan kepada masyarakat, jangan membeli sapi yang biasanya harganya lebih murah. Karena harga sapi yang lebih murah bisa saja sakit atau bergejala antraks,"

"Saat Idul Adha kemarin saja, kan kita selalu mengatakan bahwa sapi yang mau digunakan untuk kurban harus sehat. Jadi memang dinas peternakan harus memeriksa semua sapi kurban."

2 dari 4 halaman

Bakteri Antraks Tidak Gampang Mati

Siti Nadia Tarmizi menekankan, bakteri Bacillus anthracis (B. anthracis) penyebab antraks dapat terbawa pada sapi tatkala si sapi sedang merumput atau dari sapi mati positif antraks yang dikubur di dalam tanah.

"Ini kan antraks menular dari daging sapi yang tertular bakteri antraks. Nah, biasanya bakteri antraks itu  bisa menular ke sapi saat sapi itu makan rumput pada daerah-daerah yang tanahnya ada bakteri antraksnya," tegasnya.

"Bisa jadi juga apakah (penyakit antraks) itu dari sapi yang kena bakteri antraks terus dikubur di situ atau kemudian karena dia mengolah tanah ya. Jadi tanah yang lapisan bawahnya naik sehingga bakteri antraksnya ada."

Bakteri Antraks Tetap Ada

Masyarakat juga perlu memahami bahwa bakteri antraks tidak mudah mati. Dia akan terus ada di dalam tanah.

"Karena bakteri antraks itu sangat kuat di dalam tanah, maka dia tidak gampang mati. Bakteri ini akan tetap ada di dalam tanah," pungkas Nadia.

3 dari 4 halaman

Penyakit Endemis di Provinsi Jawa Tengah

Antraks merupakan penyakit endemis di Provinsi Jawa Tengah. Kasus antraks pada hewan atau manusia pernah terjadi di Kabupaten Semarang (tahun 1990), Kabupaten Boyolali (tahun 1990, 2009, dan 2011), Kabupaten Sragen (tahun 2011), dan dilaporkan terjadi di Kabupaten Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah (2021).

Mengutip laman Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan Dan Pengendalian Penyakit (BBTKLPP) Yogyakarta, kejadian antraks pada hewan ternak dan manusia di Kabupaten Wonogiri terjadi di Kecamatan Eromoko.

Pada saat itu, dilaporkan dua warga menderita antraks kulit dan 11 warga terpapar antraks, nanun tanpa gejala.

Wabah antraks pada ternak di Indonesia muncul secara sporadis di beberapa daerah endemis terutama sering berkaitan dengan curah hujan tinggi dan banjir. Pencegahan penularan antraks pada ternak dengan cara vaksinasi merupakan metode yang paling tepat, selain dari kegiatan pemusnahan/pembakaran bahan yang tercemar oleh kuman antraks.

4 dari 4 halaman

Perlunya Vaksin Antraks

Namun, vaksinasi pada hewan ternak harus dilakukan secara rutin dan tepat (waktu, aplikasi, dosis dan lainnya) serta cakupan jumlah hewan divaksinasi. Kenyataan yang ada walaupun vaksin sudah tersedia, jumlahnya belum dapat memenuhi kebutuhan jika vaksinasi dilakukan secara rutin untuk semua ternak rentan di daerah endemis.

Vaksin antraks yang digunakan untuk vaksinasi ternak di Indonesia pada umumnya menggunakan vaksin spora hidup (live spores vaccine), yang mengandung B. anthracis galur Sterne 34F2 bersifat toksigenik, dan tidak berkapsul, dikutip dari laman Kementerian Pertanian.

Dosis standar untuk vaksin antraks menurut Office International des Epizooties (OIE) adalah 10 juta spora untuk sapi dan 5 juta spora untuk kambing/domba.

Sedangkan kebutuhan spora dalam vaksin antraks untuk sapi menurut Pusat Veterinaria Farma (PUSVETMA) saat ini perlu ditingkatkan jumlahnya dari 10 juta spora menjadi 2x10 juta per dosisnya.

Lalu, untuk vaksinasi kambing/domba kandungan spora yang dibutuhkan dalam vaksin ditingkatkan jumlahnya dari 1 juta menjadi 1 sampai 5 juta per dosisnya.