Sukses

UU Tak Cukup untuk Cegah Pernikahan Dini, Wapres Ma’ruf: Perlu Melibatkan Semua Pihak Termasuk Tokoh Agama

Pernikahan dini masih banyak terjadi di Indonesia. Padahal, menikah sebelum cukup umur dapat menimbulkan berbagai risiko termasuk melahirkan anak stunting.

Liputan6.com, Jakarta Pernikahan dini masih banyak terjadi di Indonesia. Padahal, menikah sebelum cukup umur dapat menimbulkan berbagai risiko termasuk melahirkan anak stunting.

Wakil Presiden Republik Indonesia (Wapres RI) Ma’ruf Amin mengatakan, Indonesia telah memiliki Undang-Undang yang mengatur soal perkawinan usia anak. Namun, UU saja tak cukup untuk mencegah pernikahan dini.

“Untuk pernikahan dini, memang sudah ada undang-undangnya tapi tidak cukup untuk bisa mencegah,” kata Ma’ruf saat meninjau situasi pembangunan rumah layak huni bagi keluarga berisiko stunting di Desa Rimba Balai, Kecamatan Banyuasin III, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan, Kamis (6/7/2023).

“Karena itu, perlu ada edukasi-edukasi dari semua pihak termasuk tokoh agama, para kiai, para ustaz untuk bergerak memahamkan bahwa harus menghindari pernikahan dini karena itu menimbulkan bahaya. Sesuatu yang menimbulkan bahaya, sesuatu yang tidak baik, itu menurut agama tidak boleh, harus dihindari,” tambahnya.

Strategi Turunkan Angka Stunting dalam 1,5 Tahun

Ma’ruf juga membahas soal strategi penurunan angka stunting. Seperti diketahui, kasus stunting di Indonesia masih berada pada angka 21,6 persen. Sedangkan, target penurunan stunting pada 2024 yakni 14 persen.

Artinya dalam kurun waktu 1,5 tahun, Indonesia harus menurunkan angka stunting hingga 7 persen. Ma’ruf Amin mengungkap strategi penurunan kasus stunting dalam kurun waktu yang tersisa.

2 dari 4 halaman

Melibatkan Semua Pihak dalam Intervensi Sensitif dan Spesifik

Strategi Ma’ruf dalam menurunkan stunting dalam 1,5 tahun ini adalah dengan melibatkan semua pihak untuk melakukan intervensi sensitif dan spesifik.

Intervensi sensitif adalah intervensi pendukung untuk percepatan penurunan stunting, seperti penyediaan air bersih dan sanitasi.

Sedangkan, intervensi spesifik adalah kegiatan yang langsung mengatasi penyebab terjadinya stunting, seperti:

  • Pemberian ASI eksklusif
  • Pemberian makanan tambahan
  • Suplementasi vitamin A
  • Suplementasi mikronutrien
  • Suplementasi zinc serta zat besi.

“Tentu strategi kita melakukan intervensi baik sensitif maupun spesifik dan kemudian melakukan gerakan yang melibatkan semua pihak,” kata Ma’ruf saat meninjau situasi pembangunan rumah layak huni bagi keluarga berisiko stunting di Desa Rimba Balai, Kecamatan Banyuasin III, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan, Kamis (6/7/2023).

3 dari 4 halaman

Pihak-Pihak yang Perlu Terlibat

Pihak-pihak yang perlu terlibat dalam intervensi ini adalah:

  • Pemerintah pusat
  • Pemerintah daerah
  • Pemerintah provinsi
  • Pemerintah kabupaten
  • Swasta.

"Kemudian juga perorangan-perorangan yang disebut orangtua asuh dan menggerakkan semua unsur termasuk generasi muda, remaja, TNI/Polri," tambahnya.

4 dari 4 halaman

Contoh Intervensi Sensitif

Salah satu contoh intervensi sensitif adalah pembangunan rumah layak huni untuk keluarga berisiko stunting di Desa Rimba Balai, Banyuasin, Sumatera Selatan. Yang kemudian disebut Kampung Keluarga Berencana (KB).

Ini merupakan salah satu upaya penurunan stunting yang dilihat langsung oleh Ma’ruf. Pembangunan rumah ini menyasar keluarga berisiko stunting yang telah didata dalam pendataan keluarga.

Selain bagi keluarga berisiko stunting, pembangunan perumahan di Kampung KB juga diperuntukkan warga yang tidak memiliki penghasilan tetap.

Data pada 2020 menunjukkan, terdapat sebanyak 30.284 unit Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) di Banyuasin.

Hingga 2022 penanganan terhadap RLTH telah dilakukan. Pembiayaan rumah Kampung KB Desa Rimba Balai berasal dari program tanggung jawab sosial perusahaan atau CSR dan Bupati Banyuasin.

Rencananya, akan ada 100 rumah yang dibangun di desa tersebut. Hingga kini, rumah yang sudah berhasil dibangun adalah 30 rumah.