Liputan6.com, Jakarta Kronologi munculnya penyakit antraks di Gunungkidul, DI Yogyakarta bermula ketika warga menyembelih sapi dan kambing yang sudah mati.
Hewan-hewan yang ternyata terinfeksi antraks itu disembelih dan dibagikan kepada warga untuk dikonsumsi. Ada pula daging yang sempat dijual.
Baca Juga
Alhasil, ada tiga orang yang mengalami keluhan serius karena terinfeksi antraks. Dalam hitungan hari, pasien kemudian meninggal dunia.
Advertisement
Berkaca pada kasus antraks tersebut, Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner (Kesmavet) Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian (Kementan), drh Syamsul Ma'arif mengingatkan soal pentingnya sosialisasi penyakit antraks.
Sosialisasi Antraks Penting
Sebab, tak dapat dimungkiri, masih banyak masyarakat yang tidak tahu maupun menganggap remeh berbagai penyakit zoonosis seperti antraks.
"Kita membuat aturan banyak sekali. Tapi kelihatannya masyarakat menganggap bahwa itu (penyakit zoonosis seperti antraks) adalah hal-hal biasa yang bisa diobati," ujar Syamsul dalam konferensi pers bersama Kemenkes RI ditulis Jumat, (7/7/2023).
"Bahkan, kalau saya lihat di tempat-tempat yang ada antraks, tangan kanannya makan daging, tangan kiri minum antibiotik. Ini kenapa kita butuh sosialisasi yang melibatkan partisipasi masyarakat," sambungnya.
Seperti diketahui, selain tiga orang yang meninggal dunia, data milik Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI juga menyatakan ada 93 orang lainnya yang dinyatakan positif antraks.
Dari 93 orang, tidak semuanya menjalani perawatan di rumah sakit. Ada yang tidak dirawat, dan ada pula yang sudah dinyatakan sembuh.
Banyak Daerah yang Merahasiakan Penyakit Berbahaya
Lebih lanjut Syamsul mengungkapkan bahwa selama ini masih banyak daerah yang secara sengaja merahasiakan penyakit berbahaya. Termasuk penyakit zoonosis seperti antraks ini.
"Beberapa daerah banyak yang selalu merahasiakan penyakit-penyakit yang berbahaya. Padahal dalam aturan hukum undang-undang itu sudah dijelaskan bahwa itu tidak boleh," kata Syamsul.
"Itu semua (penyakit zoonosis) harus dilaporkan. Kepada siapa? Kepada pemerintah, pemerintah daerah. Yang kita khawatirkan juga malah pemerintah daerah yang menghalang-halangi untuk tidak disebarluaskan," sambungnya.
Advertisement
Ada Sanksi Hukum Bila Rahasiakan Penyakit
Syamsul menjelaskan, dari pihak Kementan pun bahkan sudah punya sanksi hukum dan sanksi administratif untuk penyakit zoonosis.
"Kami coba sanksi-sanksi administrasi maupun sanksi hukum, itu ada. Ini yang kita perlu berikan pemahaman termasuk teman-teman di kabupaten kota bahwa itu akan ada dampak hukumnya," ujar Syamsul.
Dalam kesempatan yang sama, Syamsul mengungkapkan bahwa antraks sendiri sudah masuk dalam daftar prioritas penyakit zoonosis di Indonesia.
"Ada 15 penyakit zoonosis prioritas yang sudah kita keluarkan. Antraks ini termasuk enam kategori yang kita prioritaskan," kata Syamsul.
Antraks Masuk Daftar Penyakit Zoonosis Prioritas
Antraks berada di urutan ketiga dari daftar penyakit zoonosis yang masuk prioritas di Indonesia. Sebelumnya, ada Avian Influenza (AI) di urutan pertama, dan ada rabies pada urutan kedua.
Syamsul menjelaskan, antraks juga sudah masuk dalam pendekatan One Health yang harus digerakkan bersama-sama oleh lintas sektor kementerian.
"Jadi bagaimana kita melakukan pemberantasan zoonosis supaya jangan sampai (menular) ke manusia," kata Syamsul.
Advertisement