Sukses

Tradisi Brandu di Gunungkidul Dibayangi Bahaya Antraks

Tradisi brandu masih dilakukan warga Gunungkidul padahal ada bahaya antraks.

Liputan6.com, Jakarta Tradisi brandu di Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta dengan adanya sapi yang mati lalu disembelih dan dagingnya dibagikan menjadi pemicu penularan antraks. Tak ayal, tradisi yang masih melekat sampai sekarang berujung dengan kejadian kasus antraks di Gunungkidul kerap terjadi.

"Ini sesuai dengan tradisi di wilayah tersebut yang bernama brandu," kata anggota Komisi IX DPR RI Edy Wuryanto melalui pernyataan tertulis yang diterima Health Liputan6.com pada Senin, 10 Juli 2023.

Edy yang juga politisi dari PDI Perjuangan ini menyatakan, bahwa pokok dari masalah antraks bukan hanya sektor kesehatan saja. Tradisi brandu yang masih lestari merupakan wujud dari ketimpangan ekonomi dan edukasi masyarakat.

“Jika masyarakatnya mampu dan mengetahui bahwa antraks itu berbahaya, pasti tidak ada tradisi itu sampai sekarang," terangnya.

"Mereka akan milih makan daging dari pasar atau tempat pemotongan hewan yang lebih sehat."

Prihatin karena Ada Kasus Meninggal

Seperti diketahui, tiga orang meninggal dunia di Gunungkidul memiliki riwayat menyembelih sapi yang sudah mati. Satu dari mereka memiliki hasil tes positif antraks.

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah turun tangan dengan melakukan tes serologi, hasilnya 85 warga di Desa Candirejo, Gunungkidul, positif antraks.

“Saya turut prihatin karena adanya masyarakat yang meninggal karena antraks di Gunungkidul,” lanjut Edy.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Kasus Antraks Beberapa Kali Terjadi

Menurut Edy Wuryanto, kasus antraks di Indonesia bukan barang baru. Di Provinsi DI Yogyakarta pernah dilaporkan kasus antraks beberapa kali. Yang belum lama juga terjadi di Gunungkidul pada 2019.

Selain itu, spora pada bakteri Bacillus Anthracis bisa bertahan di lingkungan hingga puluhan tahun. Sehingga kasus antraks di beberapa daerah biasanya kambuhan.

“Namun, seharusnya dari kasus yang muncul, ada sesuatu yang dipetik. Misalnya, bagaimana perawatan bangkai hewan yang mati karena antraks,” tutur Edy.

Sosialisasi ke Lapangan

Agar kasus antraks terselesaikan, lanjut Edy, tidak hanya pakai kacamata kesehatan. Legislator dari Dapil Jawa Tengah III ini menyarankan untuk pemberantasan antraks juga harus dibarengi dengan peningkatan ekonomi dan pengetahuan warga.

Jaring pengaman sosial yang salah satunya adalah BPJS Kesehatan dapat dimasifkan agar masyarakat bisa diminimalisir jatuh ke jurang kemiskinan.

“Sosialisasi dan yang terpenting adalah terjun ke lapangan lebih sering. Tidak hanya saat kasus ini ada lantas jadi heboh dan nanti hilang,” pungkas Edy.

3 dari 4 halaman

Tidak Boleh Ada Ego Sektoral

Adapun penanganan antraks secara kesehatan juga perlu dilakukan. Menurut Edy Wuryanto, ini perlu kerja sama antara Kementerian Kesehatan dan Kementerian Pertanian.

“Tidak boleh ada ego sektoral. Harus ditangani bareng,” kata Edy.

"Sehingga penyakit yang termasuk zoonosis ini tidak menular ke manusia. Termasuk juga mengantisipasi agar spora dari bakteri antraks ini tidak menyebar dan bertahan di lingkungan."

4 dari 4 halaman

Tradisi Brandu sudah Turun Temurun

Pemerintah Kabupaten Gunungkidul, DI Yogyakarta, menduga ada indikasi kuat penularan antraks ke manusia disebabkan tradisi brandu atau porak di kalangan masyarakat.

Wakil Bupati Gunungkidul Heri Susanto di Gunungkidul pada Minggu (9/7/2023) mengatakan, tradisi brandu atau porak ini sudah berlangsung secara turun temurun di kalangan masyarakat.

Tradisi ini sering terjadi ketika ada hewan ternak yang sakit maupun sudah mati dipotong dan dagingnya dijual untuk mengurangi kerugian pemilik ternak.

"Kami melakukan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat yang mempunyai ternak, supaya saat memiliki hewan ternak sakit atau mati tidak dikonsumsi," kata Heri.

Pemkab Gunungkidul tengah menyusun kajian hewan ternak yang mati akibat penyakit dan pemkab bisa langsung melakukan intervensi.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.