Sukses

RUU Kesehatan Sah Jadi Undang-Undang, Jokowi Harap Kekurangan Dokter Bisa Segera Diatasi

Presiden Jokowi mengatakan RUU Kesehatan yang rencananya disahkan dalam rapat paripurna DPR bisa mempercepat kekurangan dokter.

Liputan6.com, Jakarta Rapat paripurna DPR RI menyetujui Rancangan Undang-Undang Kesehatan (RUU Kesehatan) menjadi Undang-Undang Kesehatan pada hari ini, Selasa, 11 Juli 2023.

"Kami menanyakan kembali ke seluruh peserta sidang, apakah Rancangan Undang-Undang Kesehatan ini disetujui menjadi Undang-Undang?," tanya Ketua DPRI RI Puan Maharani ke peserta sidang.

Lalu terdengar teriakan setuju dari peserta rapat.

"Setuju!" kata Puan sembari mengetuk palu.

Pengesahan RUU Kesehatan tetap dilakukan meski ada dua fraksi yakni Demokrat dan PKS menolak RUU Kesehatan. Sementara enam fraksi yakni PDI Perjuangan, Fraksi Partai Golkar, Fraksi Partai GErindra, Fraksi PKB, Fraksi PAN, dan Fraksi PPP yang menyatakan menyetujui. Dan, Nasdem dengan catatan mandatory spending diusulkan minimal 10 persen dari APBD/APBN.

Sebelum pengesahan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan bahwa bila akhirnya RUU Kesehatan disahkan menjadi Undang-Undang diharapkan dapat mengatasi kekurangan dokter di Indonesia.

"Kita harapkan kekurangan dokter bisa lebih dipercepat, kekurangan spesialis bisa dipercepat, saya kira arahnya ke sana," kata Presiden Jokowi di Sumedang usai meresmikan Jalan Tol Cisumdawu, Jawa Barat pada Selasa.

"Bagus, UU Kesehatan kita harapkan setelah dievaluasi dan dikoreksi di DPR. Saya kira akan memperbaiki informasi di bidang pelayanan kesehatan kita," tambah Jokowi mengutip Antara.

Sementara itu, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) merupakan salah satu organisasi profesi yang menolak pengesahan RUU Kesehatan. Ketua PB IDI Adib Khumaidi, SpOT mengungkapkan bahwa berdasarkan data yang mereka miliki Indonesia kekurangan sekitar 78 ribu dokter.

"Dengan produksi dokter dari 92 fakultas kedokteran, 12 ribu per tahunnya. Dengan enam tujuh tahun kita sudah dapatkan jumlah yang sesuai," kata Adib.

Adib menjelaskan, ketika nantinya produksi dokter dipercepat, maka yang berisiko terjadi adalah overload jumlah dokter. Mengingat jumlah dokter terus akan diproduksi bertahun-tahun setelahnya, tak berhenti pada enam tujuh tahun.

"Hal yang akan kita hadapi lagi kedepannya lagi adalah overload-nya, karena terus akan produksi soalnya. Ini yang harus dipikirkan juga," ujar Adib beberapa waktu lalu.

 

2 dari 2 halaman

Demonstrasi Pengesahan RUU Kesehatan

Sebelum RUU Kesehatan disahkan, organisasi profesi kesehatan sedari pagi berunjuk rasa di depan Gedung DPR RI Jakarta. Organisasi profesi yang menolak pengesahan RUU Kesehatan yakni Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), dan Persatuan Dokter Gigi Indonesia.

Ada beberapa alasan yang membuat organisasi profesi menolak kehadiran Undang-Undang Kesehatan yang baru. Salah satunya, kehadiran regulasi tersebut bisa mengancam lapangan kerja tenaga kesehatan.

Ketua Umum Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Harif Fadhillah khawatir bahwa penandatangan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan dapat mengancam lapangan kerja perawat Indonesia.

“Undang-undang ini kalau dilihat dari substansinya juga mengandung bagaimana memudahkan kemungkinan bagi tenaga-tenaga kesehatan asing yang mengikuti investasi di bidang kesehatan untuk masuk ke Indonesia,” kata Ketua Umum PPNI Harif Fadhillah dalam demo tolak RUU Kesehatan di depan gerbang Gedung DPR RI, Jakarta Selatan, Selasa (11/7/2023).

"Sementara di kita, lulusan perawat lebih dari 75 ribu per tahun, mau ke mana ini? Jangankan membuka peluang kerja justru ini mengancam bagi keberadaan ruang-ruang kerja perawat yang ada di dalam negeri.”

Alih-alih dikirim ke luar negeri, lanjut Harif, nyatanya tidak ada upaya-upaya pemerintah untuk memberdayakan, memberikan insentif, dan membantu perawat Indonesia yang ada di luar negeri dalam RUU ini.

“Artinya undang-undang ini juga sama saja, tidak ada yang lebih baik. Oleh karena itu kami tolak.”